Dengan lincahnya sang kapten basket SMA BW melakukan dribbling bola basket ke arah ring, melewati beberapa temannya yang menjadi lawan dalam latihan ini. Badannya yang cukup lentur dapat meliuk ke kanan dan kiri melindungi bola saat beberapa lawan mulai menghadang.
Di depannya kini telah ada tiga orang yang menghadangnya. Matanya mengedar ke penjuru kanan. Melihat Tian tengah berdiri sendiri, Diven mengambil kesempatan untuk melemparkan bola ke Tian.
Hap
Bola itu dengan mudahnya ditangkap oleh tangan kekar Tian. Menyadari Tian yang mulai melakukan dribbling, Diven berlari mendekat pria itu. Berusaha mengelabuhi lawan.
Seperti ada kontak batin, Tian yang dengan asal mengoper bola itu tepat sasaran menuju Diven. Lagi-lagi pria itu dengan lincahnya melakukan dribbling. Bersiap-siap maju lalu tanpa ragu melakukan lay up.
Right on target. Bola itu berhasil masuk ke dalam ring yang membuat Diven berhasil mencetak three point sekaligus sorakan senang teman satu timnya.
Dengan sombongnya Diven merentangkan tangan dan berlari mengelilingi lapangan. Seolah-olah dirinya adalah pemain basket yang telah go international.
Tiba-tiba langkahnya terhenti saat matanya tak sengaja menemukan dua orang tengah duduk di pinggir lapangan. Diven memilih melangkah mundur menuju tengah lapangan, tepat segaris dengan dua orang itu.
Mata tajam bagaikan elang itu kini ia tampakkan. Menatap kedua manusia itu dengan sangat mengerikan. Bahkan ia sampai tak sadar kedua tangannya telah berkacak pinggang.
Salah satu dari dua orang itu telah melihatnya. Senyum devil-nya yang sangat menyebalkan itu ia keluarkan saat mengetahui gadis itu gelagapan melihatnya.
"Pacaran nggak tau tempat banget. Ray juga, udah tau lagi latihan malah nyamperin Melfa," gerutunya tanpa sadar.
Bukannya apa-apa, hanya saja sebagai kapten basket, Diven merasa tak dihargai dengan Ray yang asal keluar lapangan disaat sedang latihan tanpa seizinnya. Ditambah lagi dengan pria itu yang berdekatan dengan Melfa.
Iya, Melfa. Gadis itu kan milik Diven. Sebagai babu maksudnya, bukan sebagai pacar. Tidak seharusnya Ray mendekati gadis itu. Ingat, hanya Diven yang boleh mendekatinya.
"Eh, kunyuk! Lo bukannya main malah bengong. Mana di tengah lapangan pula. Mau kegetok bola pala lo?!" Yoshi datang tiba-tiba dan mencerocos membuat Diven sedikit tersentak.
Tatapan nyalangnya ia berikan beberapa detik pada Yoshi. Biar saja pria itu ketakutan, salah sendiri membuat Diven terkejut.
"Masih mending gue walaupun bengong tapi tetep di lapangan. Nah itu, temen lo malah pacaran di pinggir lapangan," Diven menunjuk Ray dan Melfa menggunakan dagunya. Tangannya yang tadinya bertolak pinggang kini berubah jadi bersedekap dada.
Mata Yoshi mengikuti arah yang ditunjuk Diven. Sepersekian detik matanya terbelalak dan tangannya refleks memukul bahu Diven kencang. Membuat sang empu mendelik kesal.
"Itu si Melfa ternyata pacarnya Ray?" tanya Yoshi dengan matanya yang masih terpaku pada Ray dan Melfa yang tengah bercanda.
"Menurut lo?" balas Diven ketus.
"Yahh.... Harapan gue udah pupus dong. RIP nggak ada gebetan lagi," ujar Yoshi sambil mewek.
Diven melirik Yoshi jengah. Temannya satu ini drama sekali sampai membuatnya kesal dan mengumpat dalam hati. Apalagi dengan mood-nya yang sedang berantakan. Lengkap sudah segala unek-unek yang terpendam di hati Diven.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
أدب المراهقين[COMPLETED] Ini kisah milik Melfa, gadis polos dengan paras cantik bak bidadari. Dia memang imut, kecil, dan mungil, tapi daya tariknya tak perlu diragukan lagi. Bukan hanya Melfa, ini juga kisah milik Diven, cowok berdarah Indonesia-Belanda yang ny...