24 ~ Vierentwintig

509 39 14
                                    

Pagi ini cuaca terlihat begitu bersahabat. Mentari menyinarkan sinarnya dengan penuh kehangatan. Membuat siapapun yang menjalani aktivitas di pagi ini sangat bersemangat.

Namun berbeda dengan Melfa. Hangatnya sinar mentari justru membuatnya terlena dalam tidurnya sehingga dia telat bangun. Alhasil paginya menjadi kacau dan melakukan semuanya dengan terburu-buru.

"Mama! Pak Joko udah siap belum, ya? Melfa udah kesiangan banget nih," teriak Melfa dengan tergesa-gesa menuruni anak tangga. Tangannya sibuk memasang dasi yang belum sempat ia pakai.

Nara yang tengah menyuapi Kayla makan menggelengkan kepalanya. Anak sulungnya itu tak biasa seperti ini. Biasanya Melfa tak pernah bangun siang dan berbicara dengan berteriak.

"Pak Joko pulang kampung, istrinya sakit lagi. Tadi pagi dapet kabar dadakan dari keluarganya, jadi Mama suruh bawa aja mobilnya," sahut Nara saat Melfa sampai di hadapannya.

"Yahh... Terus Melfa ke sekolahnya gimana, dong?" Melfa menggembungkan pipinya, membuat Kayla terkekeh melihatnya. "Ya udah deh Melfa ke sekolah pakai mobil Mama aja, ya? Papa pasti udah berangkat juga kan."

"Mobil Mama baru aja kemarin sore masuk bengkel. Bareng Ray aja, gih!" usul Nara mengingat Ray satu sekolah dengan Melfa.

Tak ada perubahan ekspresi dari Melfa. Gadis itu tetap saja memasang wajahnya yang ditekuk. Pasalnya ia tahu kalau jam segini pasti Ray sudah sampai di sekolah. Masa iya Melfa meminta Ray untuk pulang menjemputnya.

"Kak Lay paling udah beyangkat, Ma. Kak Lay kan lajin, nggak kayak Kak Melfa," seloroh Kayla dengan mulutnya yang penuh dengan makanan. Membuat Melfa memonyongkan bibirnya pada gadis kecil itu.

"Ya udah pakai motor aja. Melfa kan bisa naik motor, sampe ke sekolahnya juga lebih cepet," tutur Nara lembut, namun terdengar mengerikan.

Kedua mata Melfa membulat sempurna. Kalau dia berangkat ke sekolah pakai motor, yang ada cuma buat masalah. Pastinya Melfa tak akan sanggup menanggung akibatnya.

Pernah saat itu Melfa ke supermarket menggunakan motor sendiri. Rasanya dia langsung menjadi artis dadakan. Semua mata tak lepas darinya, seakan dirinya adalah objek inti dalam sebuah lukisan.

"M-motor?" Melfa memastikan, Nara mengangguk mantap. "T-tapi motor di rumah ini nggak ada yang bener buat cewek, Ma."

"Daripada bolos, nanti ujung-ujungnya dimarahin Papa. Hayo pilih yang mana?" Nara tersenyum jahil. Ia tahu, sangat tahu malah kalau anak sulungnya ini sulit untuk memilihnya.

"Y-ya udah deh," pasrah Melfa pada akhirnya. Dirinya sudah siap untuk menerima konsekuensi di sekolah nanti. Apapun itu semoga Melfa bisa melaluinya.

*****

Di tempat parkir khusus siswa SMA BW telah berjajar dengan rapih banyak motor dan mobil milik para siswa. Tak sedikit yang membawa mobil karena dominan siswa SMA BW berasal dari keluarga berekonomi menengah ke atas.

Namun banyak juga yang memilih menggunakan motor, alasannya lebih cepat dan saat macet tidak begitu terlambat masuk ke sekolah. Seperti De Knapste yang setiap hari memilih menggunakan motor besarnya.

Kini mereka tengah duduk di atas motor masing-masing, menunggu ketua mereka yang belum datang. Padahal biasanya mereka kalau datang langsung ke kelas, tapi kali ini ketuanya itu minta ditunggu di tempat parkir.

"Tuh bocah lama bener dah, sampe gue udah jadi terumbu karang gini nungguin dia," keluh Yoshi kesal.

Bayangkan saja, mereka sudah janjian jam 06.15 di tempat parkir. Dan sekarang sudah jam 06.45 tapi Diven belum datang juga.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang