35 ~ Vijfendertig

460 37 2
                                    

Tradisi SMA BW saat ujian adalah dengan mengacak kelas. Jadi saat ujian satu kelas tidak akan menjadi satu dalam satu ruangan. Satu kelas akan dibagi 2, separuh mengerjakan ujian di kelasnya, dan yang separuh lagi mengerjakan di kelas lain.

Itupun mereka tidak akan berdampingan dengan yang satu jurusan. Masih enak dong kalau nanti bisa contek-contekan. Makanya mereka akan didampingkan dengan jurusan lain.

Seperti biasa, karena absen Melfa termasuk absen besar, maka ia yang harus pindah dari kelasnya. Kali ini ia satu ruangan dengan kelas XI MIPA 1.

"Kasian Qilla ya, Mel. Dia di kelas sana, kita bertiga di kelas XI MIPA 1," Nesya memajukan tubuhnya karena ia duduk di belakang Melfa.

Ini memang sudah aturannya untuk duduk sesuai nomor absen. Beruntungnya absen Melfa dan Nesya berurutan.

Melfa membalikkan badannya dan menatap Nesya lesu. "Qilla nggak berangkat, badannya panas gara-gara semalem kehujanan."

"Yahh... Tambah kasian dong kalau sakit gini. Semoga cepet sembuh deh biar nggak kebanyakan tes susulannya," ucap Nesya tulus.

Melfa mengedarkan pandangannya. Ia tersenyum saat menemukan Ray belajar sendirian tanpa ada Andra dan Aldy yang pastinya berabsen kecil karena nama depannya menggunakan 'A'.

"Tian kok nggak ada? Bukannya harusnya dia di sini karena namanya pakai T?" tanya Melfa bingung karena tak menemukan batang hidung Tian.

"Tian ada di kelas kita, dia absen awal kali, Mel. Namanya tuh Bastian, cuma dipanggilnya Tian aja gitu," jelas Nesya dengan sukarela.

Melfa mengangguk kecil, baru tahu kalau nama pria itu Bastian. "Terus si kembar nama depannya juga bukan Yosha Yoshi aja gitu?"

"Nggak, kalau mereka yaudah Yosha sama Yoshi aja gitu, baru dilanjutin nama belakangnya Birendra gitu," jelas Nesya yang serba tahu.

"Kok nggak ada di sini?"

"Kayak lo nggak tau mereka aja. Ya pasti mereka nyamperin Diven sama Tian lah,"

Lagi-lagi Melfa mengangguk kecil. Ada rasa senang mengingat Diven tak seruangan dengannya yang berarti dia jauh dari gangguan.

Tapi ada rasa kecewa juga. Rasanya sepi, kurang berwarna jika tak ada yang berisik untuk menganggu. Jadi bingung kalau gini.

Mata Melfa tak sengaja menangkap Vanes yang fokus belajar di pojok sana. Membuatnya ingat kalau ia melupakan belajarnya dan akhirnya berbalik untuk membaca buku.

"Gimana rasanya dipingit semaleman, bro?"

"Asik nggak tuh dikunciin di kamar, disuruh kencan sama buku,"

"Bacot lo pada, bisa diem nggak?!"

Baru saja Melfa akan memulai belajarnya lagi, tapi ia harus terganggu suara berisik beberapa siswa yang datang ke kelas XI MIPA 1. Tahu kan bagaimana kesalnya saat sedang memulai belajar namun harus terganggu?

"Sendirian aja belajarnya, mau ditemenin nggak?"

Melfa sedikit tersentak saat tiba-tiba siswi kelas XI MIPA 1 yang duduk di sebelahnya berubah menjadi Diven. Pria itu duduk benar-benar dekat dengannya.

"Nggak usah, lebih enak sendiri daripada lo gangguin," Melfa menggeser tubuh serta bukunya menjauh dari Diven.

Melihat itu, Diven terkekeh geli. "Gue tes di kelas lo, lo malah di kelas gue. Sekarang gue samperin malah ngejauh."

"Kan gue nggak minta lo samperin," balas Melfa cuek, tak mau melihat ke arah Diven sedikitpun.

"Terus tadi malem yang telfon gue ngajak ketemuan siapa?" tanya Diven santai. Membuat gadis itu diam dan tak berkutik.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang