(7) Brownies Cake

131 25 2
                                    

—Happy reading—

please vote if you know how to respect author's work!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

please vote if you know how to respect author's work!

••••

Selamanya, brownies coklat akan menjadi kenangan terindah. —Areta Z.A.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Makan dulu, ya?" Tara berusaha menyuapkan sesendok nasi itu ke mulut gadisnya yang sedang sakit.

Benar. Tara yang katanya si cowok bucin itu sudah berada di Purwokerto satu hari setelah mendapat kabar bahwa pujaan hatinya mengalami kecelakaan. Saat Diandra ngomong bahwa Areta kecelakaan di sore menjelang malam kala itu, pagi harinya dia langsung meluncur pergi ke Purwokerto. Tanpa memikirkan bahwa absen kuliahnya akan kosong selama beberapa hari.

Tara tidak perduli. Bahkan saat Diva menyadari kalau Tara tidak masuk kuliah dan langsung menghubunginya, lelaki itu tampak cuek dan tak merasa menyesal dengan pilihannya. Kekasihnya sedang sakit, kecelakaan, tubuhnya luka, itu membuat dirinya berpikir kalau itu merupakan tanggung jawab dirinya untuk menjaga Areta sampai sembuh. Tidak perduli dimana dan kapan. Yang penting memastikan bahwa Areta aman, baik-baik saja, dan tentunya dalam pengawasannya.

Sampai di Purwokerto, dirinya langsung menghubungi Diandra. Menanyakan alamat kost agar dirinya bisa langsung pergi kesana. Bisa saja sih Tara menanyakan langsung ke kekasih tercinta, tapi sayangnya nomor gadis itu tidak aktif sejak kemarin.

Areta memang dengan sengaja mematikan hp nya setelah selesai bertelepon dengan Ayahnya kemarin. Jadi dia tidak tahu kalau Tara akan kesini hari ini.

"Bii... makan dikit aja. Ya?"

Tak perduli sudah berapa kali Tara membujuk Areta untuk makan, namun itu tak pernah membuahkan hasil. Areta tetap saja menggeleng. Menolak untuk makan. Bahkan sedari tadi, Tara tidak dapat menatap wajah Areta dengan benar-benar karena gadis itu selalu memalingkan wajahnya. Bisa Tara lihat dengan jelas, memar biru di dahi dan pelipis sebelah kiri gadis itu. Membuat Tara yakin kalau jatuhnya memang separah itu.

"Ret, please, paling nggak satu suap aja. Kamu belum makan sama sekali."

"Semua selalu aja memaksakan kehendak mereka?" Kini Areta mulai bersuara dengan suaranya yang lemah.

"Apa?"

"Apa aku sebegitu nggak berartinya bagi kalian?"

"Hey, lihat aku... kamu ngomong apa?"

Areta menghela nafas panjang lalu mulai menatap Tara dengan wajah sendu. Tara cukup terkejut, ternyata pacarnya memang sedang sangat sakit kali ini. Bibirnya pucat. Matanya sayu. Dahinya berkeringat. Tara tak tahan hanya diam saja, tangannya bergerak mengelus kepalanya sayang sambil tersenyum kecil.

"Tell me then you free your heart." Ucap Tara seakan tahu bahwa gadisnya itu memang mempunyai banyak pikiran.

Bukan jawaban, namun Tara malah diserang panik luar biasa melihat mata Areta mengeluarkan cairan bening. Tara lekas meletakkan mangkok di lantai dan mulai memfokuskan diri pada Areta yang senderan di tembok dengan bantal di belakang punggungnya.

Rain In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang