(25) Pacar

94 19 2
                                    

—Happy reading—

please vote if you know how to respect author's work!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

please vote if you know how to respect author's work!

••••

Apakah setelah Tara bertanya mengenai siapa itu Daffa, dia dan Areta jadi bertengkar? Jawabannya tidak. Tidak sama sekali. Memang Areta sedikit kaget, bagaimana bisa pacarnya tahu sosok Daffa padahal kenal juga tidak. Bertemu pun, hanya dulu waktu masih di Purwokerto tepatnya di Gedung Soetedjo saat lomba dalang dilaksanakan. Bertemu di parkiran gedung tersebut saat Tara ingin mengeluarkan motor gedenya dan Daffa ada disana untuk menyerahkan tas milik Tara kepada Areta. Selebihnya, Areta yakin Tara bahkan tak ingat siapa itu Daffa.

Selepas Tara bertanya seperti itu, kemarin Areta langsung balik bertanya. "Kamu buka hp ku, ya?"

Yang langsung Tara jawab. "Enggak. Aku lihat pop up notifikasi pesan dia tadi waktu kamu ke toilet. Nggak aku buka, nggak tahu juga chat apaan. Soalnya yang kelihatan cuma emot senyum canggungnya doang."

Baru setelahnya, Areta jelaskan siapa itu sosok Daffa yang Tara ingin ketahui. Areta menjelaskan apa adanya, tak ada yang ditambah maupun dikurangi. Pun juga menjelaskan bahwa Daffa dan dirinya tak lebih dari sekedar teman. Untung saja, Tara bukan cowok posesif. Meski agaknya bucin banget, tapi cowok itu tahu yang namanya menghargai privasi orang. Tahu yang namanya memeberikan kelonggaran untuk berteman dengan siapa saja. Tara tidak marah, cuma agak khawatir saja soalnya gelagat Daffa ini kayaknya lagi naksir sama pacarnya.

Karena kemarin Areta juga sudah janji untuk datang ke sekolahnya Azril, untuk menggantikan posisi orang tuanya yang sebenarnya merekalah yang diundang, jadinya sebelum ke kampus Areta harus datang dulu ke SMA tempat Azril menempuh ilmu. Terpaksa berbohong pada Bundanya kalau dirinya ada kelas pagi, padahal mulai kelas jam sepuluh. Dan ternyata, begitu sampai di sekolahnya Azril Areta dihadapkan dengan kepala sekolah juga guru BK. Tentunya ditemani oleh Azril, juga seorang siswa perempuan lengkap dengan kedua orang tua siswa tersebut dan kayaknya itu adalah korban keisengan adiknya.

Tidak ada pembatasan hak belajar di sekolah seperti di skors, tapi Azril disuruh lebih bijak dalam bermain dan ketika bercanda dengan teman-temannya. Beruntungnya begitu, karena kalau Azril sampai di skors mungkin adiknya itu bisa menjadi daging cincang dan pelakunya adalah Ayah mereka sendiri.

"Utang budi lo sama gue." Areta berkata sambil mengenakan helm nya, dia sudah mau balik dan kayaknya bakal langsung ke kampus.

"Makasih. Pokoknya jangan bilang Ayah sama Bunda. Jangan sampe mereka berdua tau pokoknya." Kata Azril, adiknya itu tumben-tumbenan banget mau mengantarkan sang kakak sampai di tempat parkir sekolahnya.

"Baik-baik lo sama gue."

"Iya. Hati-hati nggak usah ngebut. Jangan sok jadi Valentino Rossi."

"Siap adek." Azril bergidik ngeri mendengar sang kakak berujar seperti barusan, sedangkan Areta sudah terkekeh dan meninju dada Azril pelan. "Gue langsung ke kampus. Belajar yang bener. Jangan megang-megang tubuh cewek sembarangan lagi. Awas aja lo suruh gue dateng ke sini lagi."

Rain In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang