—Happy reading—
please vote if you know how to respect author's work!
••••
Areta tak pernah mengira, kalau yang meneleponnya tadi adalah Daffa. Telepon yang bahkan saat dering pertama terdengar langsung ia usap asal pada layarnya, ternyata adalah kesalahan. Dia pikir, dia sudah menolak panggilan itu. Nyatanya, telepon itu malah ia angkat dengan pikiran bahwa ia me-reject panggilan itu, dan malah membiarkan Daffa mendengar kekacauan yang ada di keluarganya.
Daffa mendengar kekacauan itu? Iya. Soalnya saat Areta melihat pada history panggilan di hp nya, panggilan dari Daffa itu terjawab dan terhubung selama beberapa menit.
Agak kecewa dan sebal sih, sebenarnya. Karena menurutnya, sikap Daffa yang tak langsung mematikan panggilan telepon padahal seharusnya orang itu tahu bahwa keadaannya sedang tidak baik, tapi yang ada Daffa malah menguping selama kurang lebih sepuluh menitan. Tidak begitu lama, tapi kan tetap saja Daffa menguping.
Tapi lagi dan lagi Areta berpikir, tidak sepantasnya dia marah besar pada cowok itu karena sengaja menguping pembicaraan keluarganya. Daffa masih cukup sadar diri, pikir Areta, karena cowok itu hanya membiarkan panggilan telepon itu berlangsung selama sepuluh menit, sedangkan jelas pertikaian keluarganya tadi pagi berlangsung cukup lama.
Kini, Areta malah dibuat penasaran dengan maksud Daffa menelponnya. Karena sejak mereka bertiga — dirinya, Daffa, juga adiknya Daffa — melakukan panggilan video tatap muka waktu itu, saat dirinya disuruh jadi tentor Bahasa Inggris dadakan untuk adiknya Daffa, lalu dengan tiba-tiba nya Ibu dari Daffa ikut menimbrung begitu saja dan membicarakan perihal kebiasaan buruk anak laki-lakinya yang suka menumpuk celana dalam kotor di ember, Daffa langsung menyudahi panggilan telepon itu tanpa pamit. Sampai sekarang tidak ada kabar lagi dari cowok itu. Bukan karena Areta menunggu kabar dari Daffa, hanya saja pemutusan panggilan telepon secara tiba-tiba itu sedikit membuatnya bingung.
Ya meski Areta sedikit banyak tahu alasan cowok itu melakukan hal seperti itu. Mungkin malu, karena mau bagaimanapun yang dibahas oleh Ibu Daffa waktu itu cukup privasi. Tentang celana dalam. Kalau Areta jadi Daffa, kayaknya dia juga akan melakukan hal yang sama.
Kaget, jelas dia kaget. Meski agak geli sedikit juga. Daffa dan adiknya — yang ia lupa siapa namanya — tengah asik mengobrol random dan kangen-kangenan, ngomongin sepatu yang katanya Daffa kirimkan untuk adiknya tapi belum juga sampai rumah, lalu Daffa yang curhat kalau tugas kuliah sudah sedikit tapi bingung akan proposal jadi pulang ke Purwokerto bisa jadi beberapa bulan sekali, yang berujung adiknya cemberut dan Areta gemas akan hal itu, tiba-tiba ada Ibu mereka yang ikut ngobrol juga. Awalnya aman, hanya saling tanya kabar satu sama lain. Tapi obrolan tentang celana dalam itu berhasil membuatnya yang kala itu tengah mau bersin malah berujung tersedak ludah dan berakhir batuk-batuk. Tidak ingin membuat Daffa semakin malu, karena jelas respon cowok itu langsung heboh setengah mati, dirinya menahan suara batuknya sekecil mungkin. Tapi sepertinya sia-sia karena Daffa langsung mematikan telepon itu secara sepihak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain In You
Romance[𝒇𝒐𝒍𝒍𝒐𝒘 𝒔𝒆𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒄𝒂] [𝑯𝒂𝒓𝒈𝒂𝒊 𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂 𝒑𝒆𝒏𝒖𝒍𝒊𝒔 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒄𝒂𝒓𝒂 𝑽𝑶𝑻𝑬] --- "𝑰'𝒎 𝒓𝒂𝒊𝒏 𝒊𝒏 𝒚𝒐𝒖, 𝑲𝒂𝒌 𝑻𝒂𝒓𝒂. 𝑯𝒐𝒘 𝒄𝒐𝒎𝒆 𝒚𝒐𝒖 𝒄𝒂𝒏 𝒃𝒆 𝒕𝒉𝒊𝒔 𝒋𝒆𝒓𝒌 𝒕𝒐 𝒎𝒆?" "𝑰'𝒎 𝒔𝒐 𝒔�...