(44) Tamparan Cinta Pertama

88 15 21
                                    

Happy reading

please vote if you know how to respect author's work!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


please vote if you know how to respect author's work!

••••

"Zahra!"

Daffa terus mengejar gadis itu sambil sesekali meneriaki namanya. Meski tak membuahkan hasil, bahkan Daffa pun rela meninggalkan motornya di warung lamongan karena Zahra yang pergi dengan berjalan kaki, kembali menuju kampus.

"Zahra." Daffa masih terus mencoba, sementara Zahra masih terus acuh. "Zahra Mahetta!"

Tepat, gadis itu menghentikan langkahnya ketika mendengar lelaki di belakangnya menyebutkan nama lengkapnya. Sejujurnya Zahra bersikap seperti ini alasannya hanya satu, dia cemburu. Rasanya sangat menyesakkan dada melihat lelaki yang ia cintai berhubungan dengan wanita lain. Wanita yang lebih dicintainya, dibanding dirinya sendiri yang mungkin masih menyandang status sebagai pacar.

Zahra masih berdiri membelakangi Daffa, sampai dimana lelaki itu mendekat dan meraih pergelangan tangannya. Memaksa dirinya untuk berbalik badan.

"Ra..."

"Aku capek, Daf! Aku capek!" Sembur wanita cantik itu. Mampu membuat Daffa langsung terdiam. "Puas kamu bikin aku hancur kayak gini?! Puas kamu bisa ketemu lagi sama dia?! Seneng kamu bisa ngungkapin perasaan kamu ke dia?!"

"Aku belum ngomong-ngomong apa-apa soal perasaanku—"

"Belum artinya akan!" Lagi-lagi Daffa dibuat terdiam. "Kamu beneran udah menganggap hubungan kita selesai? Kamu beneran menganggap kita udah putus?"

Daffa melihat gurat kekecewaan dan kesedihan yang mendalam dari sorot mata Zahra. Dan karena itu Daffa jadi serba salah. "Aku nggak bilang hubungan kita selesai, kan? Kamu sendiri yang minta buat jalan sendiri-sendiri dulu."

"Dan kamu menganggap itu putus."

"Kapan aku memutuskan hal kayak gitu?! Aku nggak bilang putus. Aku cuma nurutin mau kamu." Daffa terlihat sangat frustasi.

Zahra tersenyum miris, meratapi nasibnya yang sangat menyedihkan. "Sekarang aku sadar, ternyata beberapa bulan ini aku cuma jalan sendirian. Aku yang jalanin hubungan ini sendiri. Kamu? Cuma jadi penumpang yang terima ikut aja mau di bawa kemana."

Daffa pun tak bisa berkata-kata. Sampai Zahra kembali bersuara.

"Daf, jawab yang jujur..." Zahra tatap manik mata Daffa dengan memelas. "...apa emang segitu sulitnya buka hati buat aku?"

Rain In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang