(35) Kata Dokter

98 13 2
                                    

Happy reading

please vote if you know how to respect author's work!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

please vote if you know how to respect author's work!

••••

Saat tahu kalau Daffa mengalami kecelakaan karena ulah Bina, Zahra rasanya benar-benar marah pada cowok semi-psiko itu. Apalagi setelah berhasil membuat Daffa terguling di jalanan aspal yang penuh dengan kendaraan dan Bina masih bisa lanjut motoran dengan tak merasa bersalah sedikitpun, Zahra sudah siap mengamuk sejadi-jadinya. Berkali-kali meminta untuk berhenti tapi tak dihiraukan, Zahra sudah ingin menangis saat itu juga. Tapi dia juga sadar, menangis di hadapan Bina tak akan membantu banyak.

Jadi, Zahra harus mencari kesempatan untuk bisa kabur dari cowok itu. Bina tak mau menjawab dia akan membawanya kemana. Bahkan sedari tadi juga hanya berkendara tanpa tahu tujuan jelasnya. Kalau bisa, Zahra ingin langsung lompat dari jok motor dan kabur pergi. Tapi kalau iya seperti itu, bukannya bisa kabur yang ada malah menambah masalah karena mereka tidak sedang ber-acting aksi laga.

Sedari tadi yang bisa Zahra lakukan adalah duduk gelisah, dan saat ini mereka berada di lampu merah. Bina jelas menghentikan motornya, dan Zahra langsung mengambil kesempatan emas ini untuk kabur. Untungnya, motor Bina berada di agak pinggir jalan, bukan di tengah-tengah. Turun secara cepat dari motor, Zahra langsung berlari sekencang mungkin seraya melepas helm bogo nya.

Gila, mungkin itu yang ada di pikiran orang-orang saat melihatnya lari-larian di jalan pinggiran kota. Tapi kalau tidak sekarang, kapan lagi ia bisa kabur. Namun siapa sangka, Bina yang lebih gila itu bahkan rela meninggalkan motornya agar bisa menyusulnya berlari. Sialnya, Zahra tak bisa menghindar terlalu lama.

"BINA LEPAS! GUE MAU PULANG!"

"PULANG SAMA GUE!"

Zahra mencoba melepaskan genggaman erat di pergelangan tangannya oleh Bina. "Tolong... biarin gue pergi. Lo mau apa bilang asal biarin gue pergi."

"Jadi pacar gue."

"Gue udah punya pacar!!" Zahra menjawab seolah putus asa, tapi juga jengkel. "Gue udah punya pacar, dan gue nggak suka sama lo."

"Bagusnya si Adrian apa gue tanya? Dua tahun gue ngejar lo, tapi lo nggak pernah mau noleh."

"Adrian punya apa yang enggak lo punya." Jawab cewek itu takut-takut. Ya gimana, Bina ini kalau digambarkan sudah seperti macan lepas dari kandangnya.

"Shit—kasih tahu gue apa yang bajingan itu punya sedangkan gue nggak punya—"

"Berhenti nyebut dia bajingan!!" Tegas Zahra. "Cowok gue bukan bajingan. Dan yang bajingan disini itu lo! Mau tahu apa yang lo nggak punya dan Adrian punya? Etika. Lo jahat. Lo kasar. Bertindak semaunya sendiri. Adrian jauh lebih baik daripada lo dan yang terpenting... gue cinta sama dia. Dia tahu caranya menghargai wanita. Nggak kayak lo yang—"

Rain In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang