—Happy reading—
please vote if you know how to respect author's work!
••••
Areta baru keluar kamar di jam delapan pagi. Bangun kesiangan, bisa dikatakan seperti itu bisa juga tidak. Sehabis sholat subuh tadi gadis itu tidur lagi, makanya bangun-bangun matahari sudah begitu terik. Areta berjalan ke dapur, ternyata ada sang Bunda yang sedang mencuci alat-alat masak.
"Bun?"
Feira menoleh. "Pagi banget anak gadis bangunnya."
Areta yang tahu itu sindiran hanya terkekeh kikuk. "Maaf. Tadi habis subuh tidur lagi. Sini biar aku yang bersihin, Bunda duduk aja."
Feira menurut, setelah mencuci tangan dan mengeringkannya langsung duduk di bangku meja makan. Membiarkan anak perempuannya yang meneruskan pekerjaannya.
"Ayah—oh, udah pasti kerja. Azril mana?" Ujar Areta.
"Belum bangun mungkin. Belum keluar kamar."
"Yaampun." Balasnya. "Nanti siang aku pergi sama Azril, Bun. Ketemu sama Daffa."
"Iya. Asal pulangnya jangan nyasar, ya?"
"Ada Azril, Bun." Areta tergelak. "Dia nggak buta arah kayak aku."
"Azril kayak Ayah, kamu kayak Bunda." Feira ikut terkekeh.
Areta juga sama terkekehnya, kemampuannya membaca map memang menurun dari sang Bunda. Pokoknya goblok banget deh kalau disuruh baca peta. Makanya Areta tidak pernah pergi ke tempat baru sendirian kecuali dia benar-benar mengetahui lokasi tersebut. Berbeda dengan Azril, yang menuruni kemampuan sang Ayah yang jago banget baca peta. Jangankan membaca, cuma disuguhkan gambar lokasinya saja cowok itu bisa tahu jarak waktu yang ditempuh. Sungguh luar biasa.
Selesai mencuci alat-alat masak, Areta pamit buat ke kamar mandi buat menyegarkan tubuh. Di rumah ini berbeda dengan rumahnya yang ada di Jakarta, kalau disana setiap kamar sudah ada kamar mandinya sendiri, berbeda dengan disini yang hanya ada dua kamar mandi saja. Satu yaitu kamar mandi tamu, satunya lagi ada di dalam kamar utama — yang berarti ada di kamar Ayah dan Bundanya. Otomatis, Areta mandi di kamar mandi tamu, dong.
Lalu begitu selesai mandi, Areta dihadapkan pada pemandangan dimana Azril yang sedang tiduran di sofa diatas pangkuan sang Bunda. Dengan kepala menghadap pada perut sang Bunda, tangan Azril senantiasa mengelus perut buncit di hadapannya. Areta tahu, mungkin bagi sebagian besar orang melihat kalau dirinya dan Azril itu anak manja pada orang tuanya. Tapi memang seperti itu keadaannya. Sedari kecil memang sudah dimanjakan dengan kasih sayang yang berlebihan. Jadi ketika mereka sudah dewasa pun ikut masih terbawa. Tak pernah malu menunjukkan kasih sayang juga pada Ayah dan Bunda seperti yang Azril lakukan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain In You
Romance[𝒇𝒐𝒍𝒍𝒐𝒘 𝒔𝒆𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒄𝒂] [𝑯𝒂𝒓𝒈𝒂𝒊 𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂 𝒑𝒆𝒏𝒖𝒍𝒊𝒔 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒄𝒂𝒓𝒂 𝑽𝑶𝑻𝑬] --- "𝑰'𝒎 𝒓𝒂𝒊𝒏 𝒊𝒏 𝒚𝒐𝒖, 𝑲𝒂𝒌 𝑻𝒂𝒓𝒂. 𝑯𝒐𝒘 𝒄𝒐𝒎𝒆 𝒚𝒐𝒖 𝒄𝒂𝒏 𝒃𝒆 𝒕𝒉𝒊𝒔 𝒋𝒆𝒓𝒌 𝒕𝒐 𝒎𝒆?" "𝑰'𝒎 𝒔𝒐 𝒔�...