—Happy reading—
please vote if you know how to respect author's work!
••••
Awalnya Daffa kira hubungannya dengan Zahra akan begitu-begitu saja, monoton. Tapi nyatanya, tidak buruk juga. Hubungan mereka sudah jalan satu bulan. Dan selama itu Daffa sudah berusaha untuk sayang kepada orang yang merangkap sebagai teman masa kecilnya, yang selalu ia anggap adik.
Selama berpacaran, Zahra tak pernah menuntut banyak hal padanya. Mungkin cuma perkara cara sapaan saja, yang mana gadis itu meminta untuk pakai aku-kamu. Daffa sendiri tidak keberatan. Malah mungkin itu bisa jadi cara agar dirinya merasa lebih dekat pada Zahra. Meski jujur, Daffa juga belum sepenuhnya bisa mencintai Zahra, sih. Namanya juga proses. Pelan-pelan saja.
Hari ini Semarang diguyur hujan lebat bahkan sejak pagi tadi. Makanya, kalau tidak karena diwajibkan bagi prodinya untuk menghadiri kuliah umum di kampus pun, Daffa malas banget buat berangkat ngampus. Soalnya ya hari ini dia tidak ada mata kuliah, kecuali nanti jam tiga sore dia akan futsal bersama teman se-tongkrongannya.
Daffa sudah duduk di kursi panjang di lorong bawah gedung aula, menunggu Chandra yang katanya lagi ke toilet agar mereka bisa naik ke lantai atas aula bersama-sama.
"Adrian!" Kepalanya menoleh pada sumber suara, ternyata teman beda prodinya yang menyapa. "Ayo naik!"
"Woi, Sal!" Daffa mengangkat tangannya. "Gue nunggu Chandra."
"Helah kayak perawan aja kudu bareng-bareng. Yaudah gue ke atas dulu."
"Yoi."
Menghidupkan layar hp nya yang semula menggelap, Daffa menghela napas saat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang lima menit. Padahal acara di lantai atas akan segera dimulai, tapi batang hidung Chandra belum juga kelihatan. Bukan karena Daffa takut telat menghadiri kuliah umum, tapi dia malas jadi bahan tontonan. Pasalnya, kalau menghadiri acara seperti itu, yang mana yang hadir bukan dari mahasiswa se-prodi nya saja, jelas jika dia datang telat maka dia akan jadi bahan tontonan saat dirinya mencari tempat duduk oleh yang lainnya.
Daffa sudah mau naik duluan, sebelum suara melengking Chandra terdengar dan membuatnya kembali berbalik.
"Sori, nyong si diare."
"Semprul nemen uripe nyong nunggu wong boker."
Chandra terkekeh saja dan lantas merangkul bahu Daffa untuk berjalan ke lantai atas — ke aula kampus.
"Aja rangkul-rangkul. Nggilani."
Chandra mendengus terus mendorong bahu Daffa.
Seperti dugaan Daffa, aula sudah penuh akan mahasiswa. Setelah mengisi daftar hadir dan diberikan konsumsi, keduanya mencari tempat duduk yang kosong. Beginilah kalau hadir dalam acara seminar atau kuliah umum, pasti mahasiswa yang datang duluan malah memilih tempat duduk yang ada di belakang. Terus tuh faedahnya apa mereka datang lebih awal? Terus yang datang belakangan malah mendapat tumbal dengan duduk di barisan depan. Meski bukan barisan paling depan, tapi tetap saja tak bisa berkutik selain duduk diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain In You
Romance[𝒇𝒐𝒍𝒍𝒐𝒘 𝒔𝒆𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒄𝒂] [𝑯𝒂𝒓𝒈𝒂𝒊 𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂 𝒑𝒆𝒏𝒖𝒍𝒊𝒔 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒄𝒂𝒓𝒂 𝑽𝑶𝑻𝑬] --- "𝑰'𝒎 𝒓𝒂𝒊𝒏 𝒊𝒏 𝒚𝒐𝒖, 𝑲𝒂𝒌 𝑻𝒂𝒓𝒂. 𝑯𝒐𝒘 𝒄𝒐𝒎𝒆 𝒚𝒐𝒖 𝒄𝒂𝒏 𝒃𝒆 𝒕𝒉𝒊𝒔 𝒋𝒆𝒓𝒌 𝒕𝒐 𝒎𝒆?" "𝑰'𝒎 𝒔𝒐 𝒔�...