(51) Perang Dingin Sesi Dua

96 14 6
                                    

Happy reading

please vote if you know how to respect author's work!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

please vote if you know how to respect author's work!

••••

"Mau ayam apa ikan, bi?"

"Aku dada ayam. Bakar, ya." Jawab Areta.

"Gue ikan bakar." Azril ikut berucap. "Minumnya es jeruk."

"Chandra, oh tadi ayam goreng. Daffa sama Kiya?"

"Aku ikan goreng aja, Kak." Ucap Kiya.

"Gue ayam goreng juga."

Saat ini, mereka tengah makan siang di lamongan pinggir jalan. Tara bagian mencatat pesanan dan mengantarnya pada pelayan. Dan butuh waktu lima belas menitan bagi pelayan kembali mengantarkan pesanan mereka. Setelah makanan siap santap, langsung saja semuanya pada fokus makan. Yang mana obrolan ringan tetap berjalan.

Areta dan Tara jadi agak tidak seheboh sebelumnya setelah tadi sempat menangis di mushola dekat pantai. Jadi agak canggung, dan serba salah. Meski mereka pada akhirnya tetap memutuskan untuk berjuang bersama, tapi rasanya tetap ada yang salah. Dan kini, mereka hanya mencoba bersikap seperti biasanya karena tak ingin mengganggu suasana bahagia ini.

"Itu bekas jahitan dulu pas jatuh itu, Ret?" Celetuk Chandra tiba-tiba, melihat pada lengan tangan Areta yang terlihat karena lengan bajunya disingkap sedikit keatas sampai siku.

Areta menoleh pada Chandra sejenak, lalu melihat ke lengannya sendiri. "Oh, iya. Jadinya mbekas. Padahal setiap hari udah dikasih salep."

"Namanya juga luka jahit." Kata Azril.

"Emang Kak Chandra tahu pas Kak Areta jatuh? Bukannya kalian beda kota?" Tanya Kiya.

"Dulu aku emang lagi ada acara di Purwokerto, Kiy, pas kecelakaannya. Jadi delegasi kampus buat panitia lomba dalang disana. Terus, pertama ketemu sama Chandra sama Daffa ya disana." Jelas Areta.

Tapi Daffa tidak setuju dengan itu. Makanya dia ikut membuka suara. "Pertama kali ketemu Chandra di Gedung Soetedjo, bener. Tapi enggak kalo pas ketemu aku, deh."

Areta sempat berpikir sejenak, dan ingatannya terbukti salah. Areta manggut-manggut cepat sambil mengambil daun kemangi untuk diberikan ke piring Tara — dia tidak suka daun kemangi. "Oh, iya. Toko kosmetik dan dompetmu jatuh." Kata Areta. "Aku dulu manggil kamu Mas dompet lipat."

Daffa ikut tertawa manis. "Tapi aku nggak pernah merasa dipanggil kayak gitu."

"Enggak, itu semacam sebutan dariku buat kamu. Kan aku belum tahu namamu waktu itu. Yaudah, ku panggil Mas dompet lipat aja."

Rain In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang