(48) Malam Tahun Baru

78 12 0
                                    

—Happy reading—

please vote if you know how to respect author's work

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

please vote if you know how to respect author's work

••••

Niatnya, di malam tahun baru besok Areta dan Azril ingin mengadakan bakar-bakaran di halaman depan rumah mereka. Bakar daging atau kata gaulnya barbeque-an, terus ada juga jagung, sosis, sambil ngobrol-ngobrol santai sampai ganti hari. Mumpung mereka juga masih di Semarang dan ada bersama kedua orang tuanya, mereka ingin memanfaatkan waktu untuk family time.

Tadi siang Azril sudah pesan dua kilogram fillet meat secara online. Lalu untuk sosis dan jagung dia titip kepada Ayahnya untuk membelikannya sekalian pulang kerja sore nanti, berikut juga bumbu-bumbu untuk barbeque.

Memang sih acaranya masih besok malam, tapi persiapannya kan juga lebih baik tidak dadakan. Makanya, Azril sudah mempersiapkan semuanya hari ini. Diantara orang-orang rumah, yang paling semangat memang Azril. Tak heran, soalnya cowok itu memang penggila daging. Lihat saja, besok pasti dia yang paling banyak makan daging bakarnya.

Sekarang ini, Areta tengah duduk di atas kasur milik Bundanya sambil melipat baju yang baru saja diambilnya dari jemuran. Sedangkan Feira sendiri sedang menata ulang isi lemari.

"Tara jadi kesini, Kak?" Tanya Feira.

"Iya." Sahut Areta. "Tadi pagi ngabarin mau otewe. Belum ada kabar lagi sampe sekarang."

"Naik motor?" Gadis itu mengangguk. "Kok nggak naik mobil aja? Kan bisa lewat tol yang lebih cepat dan menghindari macet."

"Kak Tara tuh keras kepala, Bun. Dia juga lebih suka motor gedenya daripada mobilnya. Tahu sendiri kan kalo jemput aku buat main dulu, naik mobil bisa dihitung jari. Paling kalo keadaan kepepet."

"Iya, sih."

"Kalo Kak Tara aku ajak tahun baru di sini nggak papa, kan, Bun?"

"Bunda nggak pernah mempermasalahkan."

Areta tersenyum senang. "Coba aja Ayah kayak Bunda, kalem gitu, sabar."

"Kayak nggak tahu Ayahmu aja, Kak." Balas Feira, dan Areta terima mendengus kecil. "Tapi ya kalo dipikir-pikir sikap kamu tuh sebelas-dua belas kayak Ayah."

"Enggak! Kata siapa?!" Areta tak setuju. "Yang persis Ayah tuh adek, noh. Kalo udah emosi sukanya main tangan." Ucapnya menggebu-gebu. "Ayah sama adek tuh sama, emosian. Kalo aku tuh lebih kalem, kayak Bunda."

Rain In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang