CHAPTER 23

61 17 2
                                    


"Kenapa kau memangis? Bukankah yang seharusnya menangis adalah aku? Karena kau tak datang saat aku membuatkan pesta ulang tahun untukmu dan menunggu semalaman sampai aku kedinginan dan kau tak datang!" Jendeuki memanyunkan bibirnya dan berdiri dengan angkuh di depan Jichu yang terduduk.

"Karena itu aku yang menangis karena tak bisa datang, huaaaaaa!" tangisnya semakin keras dan Jeundeki tak tahu harus bagaimana. Ia memang marah pada Jichu karena tidak datang kemarin, tapi melihat Jichu menangis sekeras ini membuatnya jadi tak tega.

"Sudah, jangan menangis lagi ... aku tak marah lagi denganmu, sudah...." Ia menepuk bahu Jichu berusaha menenangkan gadis itu. namun justru tangisnya semakin keras dan Jeundeuki tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Pada akhirnya, ia ikut menangis bersama Jichu. Di dalam tenda itu, bukan tawa suka cita dan perayaan ulang tahun, namun pecah tangis karena pesta ulang tahun yang gagal di rayakan.

"Jichu-ya, berjanjilah padaku, kau akan tetap bersamaku, apapun yang terjadi...."

"Jendeuki ... hanya kau yang aku punya, bagaimana bisa aku meninggalkanmu?"

"Tapi ... bagaimana jika nanti kita sudah dewasa dan menemukan cinta sejati kita? Akankah kita tetap bisa bersama seperti saat ini?"

"...."

Perlahan kelopak mata yang bengkak itu terbuka, merasa cukup asing dengan langit-langit ruangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Aroma ruangan yang juga terasa aneh di hidungnya namun lagi-lagi ia merasa taka sing dengan aroma ini. Sepertinya ia sudah hafal dengan aroma ini hingga tanpa perlu melihat orangnya, ia akan langsung mengenalinya. Namun ia tak memiliki cukup tenaga untuk membuka suara. Jadi, Jisoo membiarkan dirinya sejenak sebelum memaksakan tubuhnya untuk bangun.

Cklek. Suara pintu terbuka dan tatapan khawatir dari seseorang yang kini berjalan menuju ke arahnya.

"Kau membawaku kemana?" pertanyaan pertama Jisoo setelah ia berhasil menegakkan tubuhnya dan kini bersandar dengan dibantu oleh Hanbin.

"Apa itu yang terpenting sekarang?" Hanbin balik bertanya.

"Karena aku khawatir jika terjadi sesuatu padaku," jawab Jisoo dengan suara paraunya. Disaat seperti ini, ia bahkan sempat untuk membuat lelucon? Hanbin benar-benar tak mengerti dengan isi pikiran wanita ini.

"Bukankah harusnya aku yang khawatir akan terjadi sesuatu padamu jika tak ada aku di sampingmu?" pertanyaan itu membuat Jisoo reflek menatap Hanbin. Tatapn lembut laki-laki itu entah mengapa membuat kedua mata Jisoo memanas. Entah ia akan menangis atau hanya mengeluarkan sedikit airmata.

"Kenapa kau berpikir seperti itu? Aku bisa menjaga diriku sendiri-!"

Jisoo kehilangan kata-katanya saat telapak tangan Hanbin memblokir bibirnya. Apa yang baru saja laki-laki itu lakukan benar-benar membuat Jisoo tak berdaya di tempatnya. Di mana Jisoo yang tangguh dan tegar?

"Mulai sekarang, aku tak akan membiarkannya. Bahkan jika kau bersikeras bisa hidup sendiri, maka aku akan datang untuk mengacaukan hidupmu." Kata-katanya cukup tegas dan berani. Apakah ini sisi Hanbin yang sebenarnya?

Jisoo tak memberontak, ia tetap diam dengan posisi tangan Hanbin yang masing menutup mulutnya dan tatapan keduanya yang saling mengunci. Perlahan, tangan Jisoo terulur untuk melepas tangan Hanbin.

"Kenapa kau harus melakukannya? Hidupku sudah sangat kacau sekarang dan aku tak bisa memasukkan seseorang lagi untuk kubuat repot, kenapa kau bahkan dengan bodohnya menawarkan diri untuk berada di hidupku? Kau harus melanjutkan hidupmu dengan baik, jangan termakan oleh omong kosong yang membuatmu semakin menderita," penjelasan yang panjang lebar itu tak lantas membuat Hanbin tersentuh olehnya. Apa yang ada di dalam hati dan pikirannya saat ini sama sekali tak bisa di goyahkan oleh alasan Jisoo yang menurutnya terlalu ekstrem.

JUMP (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang