CHAPTER 9

65 21 8
                                    


~Hari berhujan, yang meninggalkan banyak cerita. Satu diantaranya adalah tentang dua gadis yang duduk di tepi pantai. Dengan deru ombak yang berbaur dengan rinai hujan yang gemerisik. Keduanya duduk berdampingan dan saling bersandar. Si bangsawan dan Si miskin, yang konon tak bisa bersatu, namun pada kenyataannya mereka saling melindungi satu sama lain. Tatkala angin pantai mencoba untuk menerbangkan payung mereka, saat itulah peran seorang Bangsawan menjadi satu tindakan yang luar biasa.~

"Apa kau akan terus mengabaikanku Kim Jisoo!" kesabaran seorang Jennie sudah tak bisa ditahan lagi, berapa kali ia mencoba menghubungi Jisoo namun hanya harapan kosong yang ia terima. Ini sudah lebih dari tiga hari dan tak ada kabar apapun dari Jisoo, membuat Jennie merasa khawatir karena tidak biasanya gadis itu bersikap seperti ini.

Jennie langsung membenahi barang-barangnya begitu shift kerjanya sudah selesai. Ia harus menemui Jisoo sekarang!

Namun, lagi-lagi rencananya harus tertunda saat sebuah telepon dari rekannya yang bertugas di pergantian shift malam ini.

"Maaf Unnie, tapi aku sepertinya tak bisa bekerja malam ini, Eommaku masuk rumah sakit dan aku harus menjaganya, sekali lagi maaf Unnie."

Dan tak ada yang bisa Jennie lakukan jika sudah seperti ini. Hampir saja ia ingin memerahi rekannya karena sudah mengacaukan rencananya, namun jika ini menyangkut orang-orang yang mereka sayang, ia tak bisa berbuat banyak selain mengatakan, "Baiklah, aku mengerti."

Meski sebenarnya ia cukup kecewa, tapi apa yang bisa ia perbuat?

Klang!

"Selamat data ... ng-oh? Kau datang lagi?"

Sepertinya ada sesuatu diantara mereka, selalu disaat yang tepat keduanya bertemu, namun entah siatuasi diantara mereka apakah tepat atau tidak, karena suasana hati Jennie saat ini sedang tidak terlalu baik.

Kali ini Kim Jiwon a.k.a Bobby datang tanpa maskernya dan sikapnya sedikit lebih tenang dibandingkan sebelumnya.

"Kau tidak memakai masker?" begitu pertanyaan Jennie saat Bobby hendak membayar, ia hanya membeli ramen dan satu kaleng soda.

Tak ada jawaban dari Bobby, itu berarti suasana hatinya sama saja dengan sebelumknya, kali ini ia bahkan lebih pendiam dari sebelumnya.

"Pola makanmu benar-benar buruk JIwon-ssi," Jennie kembali bersuara meski ia tahu tak akan ada jawaban. Menambah buruk suasana hatinya saja.

"Kau bahkan bersikap seperti managerku," dan ternyata laki-laki itu merespon, membuat Jennie sedikit tak percaya dengan apa yang ia dengar ini.

"Setelah kau tahu namaku dan melihat KTP-ku, jadi sekarang kau bisa bicara sesuka hatimu padaku?" apa ini sisi Bobby yang sebenarnya? Mengapa dia kasar sekali?

Jennie benar-benar tidak mengerti. Ia hanya bertanya dengan pertanyaan yang sangat wajar. Tempramennya benar-benar buruk.

Tak ada pembicaraan yang lain setelah Bobby selesai membayar meski ia tak langsung pergi karena ia memutuskan untuk memakan ramennya di sini. Menciptakan suasana yang benar-benar canggung diantara keduanya-atau hanya Jennie yang merasa demikian? Entahlah, yang jelas malam ini akan terasa sangat panjang untuknya.

"Kenapa orang itu selalu datang ke sini? Apakah tidak ada tempat lain yang ia tuju?" gumamnya.

Tanpa ia sadari, seseorang yang kini tengah menyantap ramennya mendengar gumamannya.

$$$$

Sepertinya malam adalah saat di mana semua hubungan terjalin, lebih bermakna dan lebih jelas. Tentang dua insan yang saling merindukan, saling membenci, atau saling terhubung. Seperti dua sejoli yang saat ini tengah membagi perasan satu sam alain di bawah langit yang bertabur bintang, dan remang cahaya malam yang semakin mendukung suasana. Kedua tangan yang saling bertaut di dalam saku mantel senyum mengembang yang sehangat musim semi. Tak ada yang bisa menganggu suasana hati mereka bahkan jika anjing menggonggong di sepanjang jalan. benteng keduanya terlalu kuat untuk godaan seperti itu.

JUMP (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang