Srek!
Suara kertas yang dibalik terdengar jelas di seluruh penjuru kamar, dengan seseorang yang memfokuskan konsentrasinya pada tiap goresan tinta yang ia buat sendiri dengan segala curahan isi pikirannya. Sesekali ia mengucek matanya yang terasa berat namun masih bisa terjaga, lalu kembali meraih bolpoin untuk ia mainkan dengan mengetuk meja.
Sudah hampir separuh dari tebal buku yang ia hasilkan, dan kini mulai menyalinnya ke dalam laptop –kalimat demi kalimat yang membuatnya pusing, namun juga bersemangat di saat yang sama. Jisoo sudah berhasil menyelesaikan lebih dari separuh bab yang berhasil ia garap. Catatan demi catatan berjubelan memenuhi dinding kamarnya di mana Hanbin pun dilarang untuk masuk. Ini adalah ruang rahasia yang terisolasi, baru saja Jisoo memasang plakatnya semalam selepas mereka menghabiskan waktu makan malam mereka.
Pukul empat pagi, Jisoo sudah menyelesaikan satu bab barunya dan kini ia harus bersiap untuk menyegarkan dirinya. Sejenak ia merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku dan berjalan dengan gontai menuju dapur untuk meneguk segelas air yang terasa menyegarkan di tenggorokannya. Tak hanya itu, ia pun membasuh wajahnya untuk menghilangkan kantuknya. Begadang semalaman membuat tubuhnya terasa lelah luar biasa.
Mungkin akan sedikit membantu dengan menghirup udara segar, jadi Jisoo memutuskan untuk keluar rumah –mendapati sesuatu yang membuatnya mengernyit heran. Sejenak ia melogok ke arah rumah Hanbin dan tak menemukan tanda-tanda ada kehidupan di sana, sudah pasti orang itu masih terbuai bunga tidurnya. Lalu, siapa yang meletakkan segelas bir di bangku kayu itu? Satu jawaban yang sudah sangat jelas. Sudah pasti ini perbuatan Hanbin karena Jisoo tahu lak-laki itu tak bisa meminum bir. Tapi, kemungkinan itu juga bisa terjadi, tapi kenapa Hanbin minum di saat suasana hatinya cukup bagus semalam?
Pertanyaan yang masih menggantung di dalam kepala Jisoo. Untuk beberapa saat ia terdiam menatap fajar yang sebentar lagi muncul, saat-saat yang sangat ia nantikan setiap kali bangun di pagi hari. Menyadari bahwa udara sangat bersih di waktu-waktu emas seperti ini. Jisoo menyunggingkan senyumnya.
"Aku harus membuat sarapan," gumamnya sebelum meninggalkan tempatnya dan berjalan menuju ke dapur.
$$$$
Rutinitas yang sudah menjadi atmosfer sehari-hari untuk para seniman music di depan layar computer mereka, dengan berbagai macam peralatan dan seorang penyanyi yang sibuk menghafal lirik dan menghayatinya hingga mendapat instruksi dari Hanbin untuk mulai rekaman selanjutnya.
"Kau sudah siap Jennie-ssi?" Tanya Hanbin dan Jennie mengangguk, sementara Bobby sedang berdiskusi dengan Chanwoo entah apa.
Rekaman berjalan dengan lancar seperti yang diharapkan, kemampuan vocal Jennie sudah tak perlu diragukan lagi dan mereka hanya perlu memberikan sedikit efek atau sampling sebagai pemanis. Ini sudah lagu kedua yang Jennie nyanyikan hari ini dari rencana awal adalah tiga lagu sebagai pertimbangan.
"Bagaimana? Apa kau puas dengan hasilnya?" Tanya Bobby yang baru saja masuk ke ruang rekaman dan ikut bergabung dengan Hanbin.
Anggukan mantap dari laki-laki itu membuat Bobby tersenyum puas.
"Kita tidak perlu khawatir dengan bagaimana ia membawakan lagu ini, tapi PR kita yang sebenarnya adalah 'Bagaimana membuat Jennie percaya diri di depan banyak orang' itu yang harus kita lakukan sekarang," jelas Hanbin.
"Hm? Memangnya kenapa? Apa ada masalah dengan itu?" tanya Bobby yang cukup kebingungan dengan kata-kata Hanbin.
Hanbin menatap Jennie sejenak sebelum kembali menatap Bobby, "Demam panggung mungkin adalah salah satu alasan kenapa debutnya belum terjadi sampai sekarang," ujar Hanbin. Percakapan ini cukup serius, bersamaan dengan Jennie yang ikut bergabung dengan mereka,
KAMU SEDANG MEMBACA
JUMP (Completed)
FanfictionKetulusan hati yang dipermainkan membuat mereka tak percaya lagi pada apapun yang tak bisa mereka lihat dengan pasti. - Jisoo dan permasalahan hidupnya, ia harus melakukan banyak hal untuk tetap bertahan dan mewujudkan impiannya menjadi seorang pen...