CHAPTER 40

38 16 5
                                    


~Malam yang membuatku bertanya-tanya kepada diriku sendiri. Siapa insan yang kini menatap kearahku dengan penuh tanda tanya di kepalanya itu? Bahkan ia tak mengindahkan senda gurau orang-orang yang duduk di sekitarnya. Di kedalaman matanya, hanya ada aku yang terlihat jelas pada iris matanya, duduk dengan perasaan was-was jikalau sewaktu-waktu ada bom waktu yang siap ia ledakkan sebagai sebuah pertanyaan yang tak bisa aku jawab. Tolong! Jangan membuatku merasa tercekik seperti ini,~

-Jisoo-

Tak ada yang Hanbin bicarakan saat ini, hanya tatapan matanya yang serasa menginterogasi Jisoo dan membuat perempuan itu duduk dengan tidak nyaman. Hanbin tahu benar bagaimana membuat seseorang tertangkap basah dengan caranya sendiri.

Masih juga belum mengeluarkan suaranya, laki-laki itu memilih untuk meraih sumpit dan mengambil ayam yang sudah beberapa menit ia anggurkan karena sibuk menatap ke arah Jisoo. Siapa yang menyangka jika tangan berhias tali gelang berwarna ungu itu justru berhenti tepat di depan mulut Jisoo, sebuah isyarat jika Jisoo harus membuka mulutnya agar suwiran ayam itu masuk ke dalam mulutnya.

Sedikit ragu untuk Jisoo melakukannya, namun akhirnya ia membuka mulutnya dan –yap! Hanbin baru saja menyuapinya yang selanjutnya ia menyuapi dirinya sendiri.

"Apa kau tidak akan mengatakan sesuatu?" tanya Jisoo pada akhirnya, seperti biasa ia adalah orang yang memulai sebuah pembicaraan.

"Kau tahu apa yang harus kau lakukan," jawab Hanbin dengan ringan, lagi-lagi ia fokus pada sup ayam di depannya dan bergantian menyuapi Jisoo. Lihatlah bagaimana duality itu tampil saat ini. Beberapa jam yang lalu Hanbin begitu protektif terhadap Jisoo dan sekarang ia bersikap begitu tenang seolah tak ada yang terjadi hari ini.

Jisoo menghela napas, "Baiklah, aku hanya ingin mengajakmu makan malam," jawab Jisoo.

"Hanya itu?" tanya Hanbin, padahal ia mengharapkan sesuatu yang lebih.

"Ya, aku cukup lelah mencari pekerjaan hari ini," jawab Jisoo.

"Apa terjadi sesuatu? Kau tidak mau mengatakannya padaku?" Hanbin menghentikan gerakan tangannya yang hendak menyeruput kuah sup. Jawaban Jisoo lebih penting dari kuah tersebut.

"Hanya dengan satu syarat, maka aku akan menceritakan semua yang aku alami hari ini, bagaimana?" Anggap saja ini sebuah kesepakatan agar Jisoo merasa nyaman.

"Oke, apa itu?"

"Aku ingin kau tidak ikut campur dalam urusan ini. Eoh? Hmm?" Ekspresi memohonnya membuat Hanbin tak bisa melewatkannya begitu saja. Pesona Jisoo di mata Hanbin benar-benar tidak ada obat.

"Baiklah...." Ia hanya bisa pasrah menerima persyaratan dari Jisoo. Ia hanya perlu mendengarnya 'kan?

"Kau sudah berjanji, oke!"

Meski pada awalnya Hanbin merasa tidak puas dengan keputusannya, tapi ia tak bisa berbuat apapun selain menghormati keputusan Jisoo. Jadi, ia hanya mengangguk.

"Kau tidak berhasil mendapatkan pekerjaan?" sebuah tebakan yang membuat Jisoo meringis.

"Mereka sudah buta? Kali ini apa alasannya?" tanya Hanbin lagi. Seolah ia tahu apa yang terjadi namun ia memilih mendengarnya dari mulut Jisoo sendiri. Tidak buruk juga mendengarkan cerita baru yang belum pernah ia dengar sebelumnya.

"Hmm, biar kuingat lagi. Setelah sebelumnya mereka memecatku karena aku terlambat untu presentasi, lalu menolakku karena mereka hanya menerima karyawan yang lahir di bulan Januari, dan aku yang kehilangan kesempatan terakhir untuk sebuah lowongan dan mereka memperlakukanku seperti orang buangan karena langsung mendapatkan posisi kasir di hari pertamaku bekerja, dan sekarang aku tertolak karena latar belakang pendidikanku," jelas Jisoo yang diakhiri dengan tawa renyahnya.

JUMP (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang