"Kau ... baik-baik saja?" tanya Jichu begitu mendapati anak laki-laki tampan itu membuka matanya.
Tak ada reaksi yang berarti darinya selain kernyitan diantara kedua alisnya karena silau sinar matahari yang masuk menembus jendela tanpa kaca itu. Pagi sudah menyingsing.
"Dimana aku?" tanyanya dengan suara paraunya. Ia mencoba mengamati sekeliling, namun ia tak mendapati tempat ini familiar di matanya.
"Kau ada di rumahku," jawab Jichu yang masih bertahan disana. Ia membawa nampan berisi sepotong roti dan segelas susu. Meletakkan di atas nakas.
"Kau baik-baik saja? Apa ada yang terasa sakit?" tanya Jichu sekali lagi. Ia harus memastikan anak ini tidak kenapa-kenapa. Dan anggukannya menjadi jawaban mutlak untuk Jichu.
"Syukurlah. Makan ini, aku tidak mau mendengar moster kecil itu meraung-raung di rumahku." Jawaban savage seorang Jichu yang begitu manja jika berada di depan Jeundeuki.
Mendengar jawaban itu, tak ada alasan laun untuk anak laki-laki itu memiliki rona merah di pipinya. Serapat apapun ia mencoba menyembunyikannya, tetap saja mata jeli Jichu bisa menangkapnya. Anak itu benar-benar menggemaskan, ujar Jichu dalam hati.
"Kalau begitu ... siapa namamu?" tanya Jichu.
"... Ru ... dy."
"Kau yakin tidak akan ke rumah sakit?" tanya Hanbin yang sangat khawatir dengan keadaan Jisoo saat ini. Lihatlah luka yang menganga itu? Bagaimana bisa kedua lututnya mengeluarkan darah dan kedua sikunya juga tak ingin terlewatkan? Belum lagi pinggangnya yang sepertinya terkilir karena sejak tadi ia terus merintih bak wanita tua yang encok pinggangnya.
Namun sekeras apapun Hanbin memaksa Jisoo untuk pergi ke rumah sakit, tetap saja wanita itu tak mau mendengarkannya. Justru pelototan tajam yang ia dapatkan dari Jisoo.
"Kurasa kau baik-baik saja, lihatlah mata itu yang siap menikam siapapun yang menatapnya."
"Kalau begitu, jangan memaksaku untuk ke rumah sakit lag-akh! Mana koyonya!!" rengeknya meminta koyo lagi padahal yang sebelumnya sudah ia pasang di pinggangnya.
"LIhat! Kau bahkan tidak bisa menggerakkan pinggangmu! Jangan membuatku semakin kesal Jisoo-ya!" Hanbin benar-benar tidak tahan lagi melihat pemandangan menyesakkan ini. Bahkan ia akan langsung membawa Jisoo ke rumah sakit jika ia terkena demam saja, dan sekarang ia terluka seperti itu dan Hanbin tak bisa membawanya ke rumah sakit? Yang benar saja!
Dengan sewot Jisoo mengambil koyo dari tangan Hanbin dan menyuruh laki-laki itu untuk segera keluar dari kamar –Hanbin.
"Bagaimana bisa kau mengusirku dari kamarku?"
"Salah siapa yang membawaku kemari dan bukan ke rumahku?"
Perang mulut dimulai.
"Cepat keluar saja! Kau hanya akan dianggap mesum karena menyingkap bajunya." Sungguh wanita satu ini tidak memiliki filter di mulutnya. Kenapa ia begitu ringan mengatakannya di depan laki-laki yang baru saja menyatakan perasaannya? Jisoo memang wanita yang berbeda.
Dan baru saja ia membuat laki-laki itu merona. "Yak! Bagaimana bisa kau mengatakannya semudah itu? Apa kau tahu apa yang terjadi jika kau tidak bisa mengontrol emosi dan cara bicaramu di depan lawan jenis?" sudah dipastikan niat ingin menolong Jisoo lenyap sudah dari pikiran Hanbin.
Tapi, ia tak bisa meninggalkan wanita itu sendirian di dalam dengan keadaannya yang mengenaskan seperti itu. Akhirnya, Hanbin merebut dengan cepat koyo tersebut dan menempelkannya di pinggang Jisoo. Persetan dengan apa yang wanita itu katakan saat ini. Ia hanya harus menempelkannya dan-
![](https://img.wattpad.com/cover/243703034-288-k10077.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JUMP (Completed)
FanfictionKetulusan hati yang dipermainkan membuat mereka tak percaya lagi pada apapun yang tak bisa mereka lihat dengan pasti. - Jisoo dan permasalahan hidupnya, ia harus melakukan banyak hal untuk tetap bertahan dan mewujudkan impiannya menjadi seorang pen...