CHAPTER 5

100 27 7
                                    


Jisoo tak memikirkan keadaannya bagaimana sekarang, ia terus mempercepat larinya, bahkan ia melupakan sebelah sapatunya yang lepas karena kebesaran. Keringatnya yang bercucuran dan rambutnya yang berantakan. Semua itu ia abaikan hanya untuk panggilan Sang dokter.

Dengan nafas terengah-engah, ia menemui dokter yang kebetulan baru saja keluar dari ruangan.

"Apa yang terjadi dok?" tanyanya, ia masih berusaha untuk mengatur nafasnya dan dadanya yang terasa sesak.

Dokter Shim belum menjawab, ia menatap sejenak seseorang yang kini berbaring lemah di tempat tidur dengan berbagai alat bantu pernafasan dan infus yang menempel di tubuhnya dan kembali menatap Jisoo.

"Tadi sempat mengalami serangan jantung, namun sekarang sudah teratasi, kami masih terus memantau kondisinya, tapi...."

"Saya mengerti," ini tentang biaya yang akan menyambung hidup ibunya. Dan itu adalah permasalahan utamanya saat ini.

"Sudah tiga tahun sejak ibumu di rawat disini, kau yakin akan tetap-!"

"Saya akan berusaha sampai akhir dok, tolong bantu saya. Hanya ini yang bisa saya lakukan. Saya mohon, tolong beri waktu sedikit lagi, saya pasti segera melunasinya!" ia bahkan sampai membungkuk dalam.

Dokter Shim hanya bisa menghela nafas. Melihat keadaan ibu-anak ini, membuatnya juga ikut frustasi.

"Haaah ... Baiklah, tapi aku tak bisa menjanjikan apapun, aku hanya bisa berusaha sebisaku, Jisoo-ya," ia melihat ke arah kaki Jisoo yang hanya memakai satu sepatu dan kaos kaki yang sudah kotor.

"Jangan lupa kau juga jaga kesehatanmu, jangan sampai sakit," ujarnya sebelum meninggalkan Jisoo Karena mendapat panggilan darurat dari ponselnya.

Jisoo melihat Sang ibu yang terbaring lemah di sana, di tempat tidur yang dingin itu dengan alat-alat medis yang menempel di tubuhnya. Ia tak bisa masuk karena tak memakaii pakaian pelindung. Hanya bisa menatapnya lewat kaca jendela yang sempit.

"Bertahanlah, Eomma,"

Tak ada airmata. Hanya helaan nafas yang terasa begitu berat.

&&&&

Ini sudah lewat pukul dua belas malam dan seorang gadis berjalan dengan lemas menyusuri jalanan yang mulai sepi. Hanya lampu jalan yang menerangi dan kerlap kerlip lampu pertokoan yang sedikit menghibur Jisoo. Bahkan penampilannya saat ini benar-benar seperti seorang gelandangan. Hanya berharap tak ada petugas yang menangkapnya saat ini.

~Angin telah berhembus. Menerbangkan anak rambut dengan kencang dan ranting pohon yang terpaksa menggugurkan daunnya, hanya untuk menciptakan suara gemerisik pengusir sunyi. Napas yang sengaja ditarik dan diembus dengan hentakan, sedikit bertenaga. Namun, tak membuatku lega. Langkah kaki yang terdengar keras dan berdentum, memilih tak berhenti. Aku ingin pergi, sejauh mungkin, mencari keramaian. Bahkan, seseorang yang berjalan sendirian di tepi pantai, berusaha berteriak meski dalam hati, untuk menghibur diri. Ada begitu banyak cara untuk mengusir sepi, namun tak ada artinya jika sepi itu sendiri tak mau beranjak dari singgasananya. Ini, sungguh melelahkan....~

~Jisoo~

Jisoo menghela nafas saat melihat puluhan anak tangga itu siap untuk ia naiki. Satu persatu, melangkah dengan hati-hati dan berpegangan pada dinding pembatas. Tiba-tiba saja kakinya terasa sakit, dan ia mendapati jika kaos kaki itu sudah berubah warna cokelat kemerahan karena darah dan kotor karena debu, kakinya terluka.

"Bagus, sekarang kau bahkan melukai diri sendiri disaat kau harus melakukan sesuatu," ia kesal dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa kenangan buruk itu terjadi padanya?

JUMP (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang