CHAPTER 15

66 19 7
                                    


Seperti rencana awal yang sudah ia siapkan. Bagaimana? Apa semua persiapan sudah ia lakukan?

"Selesai!" suara lembut Si gadis bangsawan itu memecah sunyi. Di tengah malam yang dingin dan hanya gemerisik daun kering, ia masih terjaga dengan mata lebarnya. Tak merasakan kantuk sama sekali bahkan saat ia hendak memasang pernak-pernik di tenda yang ia bangun tadi sore.

Mulai dari bingkisan dari kertas Koran yang ia comot dari gudang penyimpanan, membuatnya menjadi bungkus kado dengan pita hitam miliknya yang masih tersisa di kamarnya. Lalu ada manisan dan kue yang ia ambil dari lembari penyimpanan di dapur. Entah ia mendapat izin untuk mengambilnya atau tidak.

Senyum di wajahnya begitu cerah seolah rasanya fajar telah menyingsing. Ia hanya perlu menunggu seseorang berjalan menuju tendanya.

"Kenapa dia belum datang?" gumamnya, kini dengan mata sayu dan mulut yang terus menguap beberapa kali, hingga ia dapati langit mulai berwarna cerah dan kokok ayam mulai terdengar. wajah cantiknya perlahan kusut karena seseorang yang ia tunggu tak kunjung datang.

"Jichu ... kau kemana?" suaranya terdengar lirih dan semakin hilang, tergantikan oleh isakan dalam diam.

Langkah kaki itu terasa sangat berat malam ini, seperti ada rantai pengikat dengan gada besi yang menahannya. Dingin angin yang menusuk tulang tak membuatnya mempercepat langkahnya, hingga sebuah benda tiba-tiba saja menimpa tubuhnya. Sebuah jaket dengan aroma yang tak asing untuknya.

"Apa kau tidak kedinginan?"

Jisoo mendongak dan mendapati Hanbin-lah orang yang melakukannya.

"Kau sendiri? Tidak kedinginan memberikan jaketmu untuk orang lain?" tanya balik Jisoo.

"Orang lain?" sejenak ia memikirkan tentang pertanyaan itu lalu tersenyum miring. "Aku tidak memberikannya tapi aku meminjamkannya, dan tentu saja aku kedinginan! Ayo cepat! Aku ingin sesuatu yang hangat!" Hanbin mempercepat langkahnya dan mendahului Jisoo. Namun sepertinya gadis itu tidak tertarik untuk mengejar langkah Hanbin. Membuat laki-laki itu harus menghentikan langkahnya dan berbalik untuk mendapati jarak diantara mereka terpaut jauh.

"Apa dia belum makan seharian?" gumamnya. Hanbin memutuskan untuk berbalik menyusul Jisoo dan mendorong tubuh gadis itu agar langkahnya lebih ringan.

"Apa yang kau lakukan?"

"Kau sudah kuberikan jaketku dan sekarang kau masih lembek saja? Kita harus mengisi energi dulu, kau belum makan kan?"

Dan keduanya kini berakhir di kedai sup ayam yang di mana dulu, Jisoo pertamakali mengajaknya makan di sini. Jadi, ini adalah kali kedua mereka makan di tempat penuh momen ini.

"Hah! Apa ini jadi tempa favoritmu sekarang?" tanya Jisoo.

"Ya, ternyata sup ayam di sini lebih enak dibanding yang aku beli di tempat lain," mereka tengah menunggu pesanan mereka tiba. Dengan suasana yang sama seperti dulu, kebanyakan pengunjung di sini adalah dari kalangan paruh baya dan lansia yang menikmati waktu santai mereka. Dan dengan melihat kehangatan ini, membuat mereka merasa nyaman dan tenang.

"Aku merasa lebih tenang hanya melihat pemandangan ini, sederhana, namun begitu bermakna," ditengah diamnya mereka, celetukan Hanbin mengalihkan perhatian Jisoo.

"Melihat mereka membicarakan hal-hal sederhana dan ringan. Seputar bagaimana harimu? Apa yang kau lakukan hari ini? Apa kau menonton sitcom tadi malam? Bagaimana jika kita pergi di akhir pekan ini? Oh, aku barusaja mengunungi cucuku-begitulah, sesederhana itu dan mereka tertawa karen agigi mereka goyah dan bahkan copot. Hanya melihatnya, seluruh beban di pundakku rasanya sedikit berkurang," kali ini ia mengatakannya lebih panjang. Dengan tatapan yang tak lepas dari sepasang lansia yang tengah menikmati sup ayam mereka. Kemudian tatapan itu beralih ke Jisoo. Mendapati gadis itu terpaku.

JUMP (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang