CHAPTER 36

47 15 5
                                    


~Seperti seekor kucing yang kutemukan di jalan ketika perjalanan pulang. Dengan matanya yang terlihat sedih dan berkaca-kaca, ia terus menungguku untuk membawanya bersamaku. Sejenak aku terdiam dan balik menatapnya. Ada kesedihan yang tergambar di sana. Lihatlah betapa kurus kering tubuh itu? dengan bulu-bulunya yang sedikit menyelamatkannya dari penampilan menyedihkannya. Namun tetap saja, tak ada yang bisa ia sembunyikan. Aku melihatnya dengan jelas. Secara tidak langsung, aku melihat diriku dalam diri kucing tersebut. Terlantar tanpa arah dan tujuan. Mengiba pada siapapun untuk memberikanku bantuan, tapi tak ada yang mau mengulurkannya. Hingga aku memutuskan untuk melepas jubahku dan hidup dengan identitas baru.

Tapi, haruskah aku melakukannya pada kucing malang ini?~

-Jisoo-

Mereka terus menyusuri lorong gelap dengan ornament pendukung bak di film horor. Beberapa kerangka manusia yang di pasang secara terpisah –bahkan ada yang diberi bercak sewarna darah dan organ yang digantung dengan apik menyambut kedatangan mereka. Peluh Hanbin semakin deras dan ia juga kepanasan sehingga ia memutuskan untuk melepas jaketnya dan memakaikannya pada Jisoo.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Jisoo.

"Kau kedinginan 'kan?" tanya Hanbin, tentu saja itu hanya basa-basi. Ia tak ingin terlihat ketakutan di depan Jisoo, tapi terlambat.

Jisoo meraih tangan Hanbin dan menggenggamnya erat, "Ada aku, jadi jangan takut," ujarnya. Sungguh! Peran mereka benar-benar tertukar.

"Kau membuatku terlihat semakin menyedihkan," Hanbin benar-benar malu saat ini.

"Tapi kau sangat keren saat menyelamatkanku dari kejaran rentenir itu. Kau akan langsung di casting film jika ada orang di agensi melihatnya."

Sedikit obrolan ringan yang membuat ketakutan Hanbin sedikit mereda, setidaknya ia tak akan menjerit ketika melihat organ jantung digantung sebagai hiasan pohon.

"Wow! Tapi aku tidak berminat untuk melakukannya," jawab Hanbin.

"Pembohong," balas Jisoo. Jika saja penerangan di sini cukup terang, maka bisa Hanbin lihat dengan jelas tatapan tajam yang seolah bisa menyayat kulitnya ini. Tapi beruntung Hanbin tidak menyadarinya.

"Apa aku terlihat seperti pembohong?"

"Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, jadi jangan terlalu menjanjikan hal yang belum kau tahu akhirnya seperti apa." Jisoo cukup tahu bagaimana rasanya menelan janji palsu yang selalu ia terima. Dan sudah cukup untuk itu. Realitas lebih mengerikan dari bayangannya, terlebih tentang orang yang kini sudah berada dalam jangkauannya. Hanya lima langkah di depannya untuk ia bisa sampai pada orang itu, namun Jisoo menghentikan langkahnya.

Hanbin sendiri bisa merasakan genggaman tangan Jisoo yang semakin erat. Ia sedang menahan gejolak emosi di dalam hatinya. Hanbin benar-benar ingin melindungi Jisoo dan menahannya untuk tidak melakukan hal yang tidak seharusnya. Jika ia bisa, maka ia akan mengatakan, "Jangan lakukan itu," atau "Hentikan, kau bisa menyakiti dirimu sendiri," tapi semua itu percuma saat orang itu sudah berada di depan matanya. Hanbin mengingat betul betapa marahnya Jisoo ketika ibunya meninggal dan ia berusaha menghubungi ayahnya. Hingga perempuan itu jatuh pingsan karena kelelahan.

"Kau yakin akan melakukannya?" Hanbin berbisik. Perempuan itu mengangguk.

"Aku akan menyesal seumur hidupku jika tidak melakukannya sekarang," ujar Jisoo, ia menatap Hanbin, "Kau mau membantuku 'kan?"

Membantu?

$$$$

"Hyung? Kau yakin akan melakukannya?"

JUMP (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang