"Serius kau mau diam saja di sini? Hari sudah mau gelap, ayo pulang," suara Rudy berhasil membangunkan Jichu yang terlelap begitu nyenyak. Ia melihat sekeliling, hening dan hari sudah mulai gelap. Sementara Rudy duduk di sampingnya sambil memegang dua tusuk ikan yang sudah matang. Ah, pantas ia merasa tubuhnya menghangat, ternyata Rudy yang membuat api unggun.
"Kau sudah memasaknya?" tanya Jichu dengan suara seraknya.
"Kau pikir aku akan menunggumu sambil memandangi ikan yang malang itu?" Sudah pasti hanya rasa lapar yang ia tahan sampai Jichu terbangun dari tidurnya dan Rudy tak sebodoh itu menunggu Jichu tanpa melakukan apa-apa. Jadi, sembari membakar ikan tidaklah terlalu buruk.
Keduanya menikmati ikan bakar hasil masakan Rudy dengan lahap. Ada empat ekor ikan yang berhasil Rudy tangkap dan mereka memutuskan untuk memanggang semuanya daripada membusuk.
"Ngomong-ngomong, kau hidup sendirian selama ini?" pertanyaan yang cukup tiba-tiba dari mulut Rudy, membuat Jichu menghentikan gerakan mulutnya yang sedang mengunyah ikan. Ia mengangguk untuk memberikan jawaban.
"Kenapa?" tanya Jichu.
"Kau tidak takut?"
"Kenapa aku harus takut? Kita tidak bisa terus mengandalkan orang lain. Karena bisa saja suatu saat nanti, orang yang kita andalkan benar-benar menjauhi kita tanpa sebab."
Ucapan yang Jichu katakana membuat Rudy cukup takjub ketika mendengarnya.
"Lalu ... bagaimana dengan Jeundeki? Kalian bersahabat 'kan?"
Perempuan itu tak bisa mengalihkan pandangannya kepada sang kekasih yang saat ini tak tahu harus bersikap apa. Ia seorang laki-laki, yang bahkan bisa mengendalikan suasana dengan mudah. Seorang yang bisa dibilang ditakuti di studio rekaman dan berhasil membuat mereka yang bekerjasama dengannya tak bisa menyepelekannya begitu saja.
Namun sungguh semua titel yang ia dapatkan sirna seketika saat ia berhadapan dengan satu orang pemilik nama 'Kim Jisoo' yang kini duduk di depannya dengan tatapan mata yang tajam dan tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.
Keduanya hening, hanya gemericik air keran yang tidak di putar dengan baik dan hembusan napas masing-masing yang terdengar cukup jelas.
"Ini masih terlalu pagi untuk aku mengeluarkan semuanya. Jadi, sebaiknya kau katakana sekarang sebelum semuanya menjadi abu saat ini juga," sebuah ancaman yang tidak main-main. Tidak peduli siapa laki-laki di depannya ini. Penyanyi? Produser? Penulis lagu? Kim Hanbin? BI? Semua itu tak ada bedanya di mata Jisoo selain seseorang yang semalam tidur dengan perempuan lain.
Hanbin menghela napas berat. Ia tahu betul hal ini akan terjadi, tapi ia tak menyangka akan secepat ini. Alasan seperti apapun tak akan bisa Jisoo terima saat ini –ketika amarahnya masih mendidih. Jadi, yang bisa ia lakukan saat ini adalah-
"Maaf," hanya itu yang bisa ia katakan.
"Kau mengakui kesalahanmu?" tanya Jisoo. Hanbin mengangguk. Lalu dibalas dengusan oleh Jisoo, perempuan itu tak bisa berkata-kata lagi.
Dan lebih menyebalkannya lagi, ia tak tahu harus diapakan Hanbin jika laki-laki itu hanya diam menunduk seperti anak yang dimarahi ibunya. Benar-benar menjengkelkan!
Bisakah aku menendang bokongnya sekarang juga?! Batinnya bergejolak saking frustasinya Jisoo kepada Hanbin. Beruntung hari ini ia masuk siang, jadi setidaknya ia masih memiliki kesabaran yang bisa ia pertahankan, meski mungkin saja satu menit kemudian Jisoo tak bisa menahannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUMP (Completed)
FanfictionKetulusan hati yang dipermainkan membuat mereka tak percaya lagi pada apapun yang tak bisa mereka lihat dengan pasti. - Jisoo dan permasalahan hidupnya, ia harus melakukan banyak hal untuk tetap bertahan dan mewujudkan impiannya menjadi seorang pen...