9. MENGUBUR RASA INGIN

345 84 0
                                    

Semenjak kematian kedua orang tuannya, Elan diusia sebelas tahun itu memilih ngekost dan meninggalkan rumah lama karena ingin membuka lembaran baru.

Sejak itu juga pribadi Elan menjadi sosok produktif. Semua hal selalu dikerjakan tepat waktu. Seperti rutinitas pagi ini. Ia memasak makanan untuk diri sendiri dan teman kost. Bisa dibilang teman dadakan satu tahun lalu.

Singkat cerita, mereka bertemu saat Bondan--teman dadakannya itu datang untuk ngekost, tapi kamar sudah penuh semua. Jadilah cowok itu memohon pada Elan agar sekamar karena kebetulan kamar cowok itu besar. Dengan perjanjian bayar kost dibagi dua.

"Sempak lo taro yang bener ngapa sih, Dan." Elan berdecak kesal pada Bondan--teman sekamar kosnya itu. Lagi-lagi masih pagi sudah membuat dugal saja. Masa sempak ditaruh laci dapur.

Bondan yang kalau naruh barang asal itu hanya cengengesan. Lalu menangkap sempaknya yang dilempar Elan.

"Kalo ga paroan bayar kost, ogah gue sekamar sama lo." Elan menaruh dua piring nasi goreng yang tadi dibuat. Meski kesal, ia tetep menyiapkan sarapan untuk Bondan.

"Iya duh iya." Bondan mengambil sesendok nasi goreng dan mulai mengunyah.

"Tampang doang serem, sempak gambar Doraemon." Elan melirik sekilas sempak Doraemon Bondan, lalu mengambil dua gelas untuk diisi air putih.

"Bodo ah. Doraemon menurut gue itu maco."

"Maco endasmu." Elan mendengkus kesal. Detik kemudian merogoh saku celana saat ponselnya bunyi tanda pesan masuk.

Guru kimia : hari ini setelah jam pulang sekolah pembimbing OSK.

Guru kimia : nih jadwalnya.

Sent a photo.

"Ngapa, Lan?" tanya Bondan disela melahap nasi goreng.

"Jadwal bimbingan OSK," balas Elan sembari menaruh ponsel di meja. Lalu lanjut melahap nasi goreng.

"Kasian gue sama otak lo. Dipake terus perasaan. Tiap bulan kayaknya ikut lomba mulu," cibir Bondan tak habis pikir.

"Gue malah kasian sama otak lo yang jarang. Eh, ga pernah dipake malah."

"Pake otak tuh yang penting-penting, kalo ga penting buat apa?"

"Hm." Elan meneguk air putih sampai habis saat nasi gorengnya sudah habis. Lalu melihat jam hitam yang melingkar di pergelangan tangan.

Jam 06.15.

Elan buru-buru mengambil tas di sofa. Berjalan ke arah pintu untuk mengambil sepatu di rak samping.

"Gue berangkat duluan. Piring cuci." Setelah mengatakan itu, Elan membuka pintu kamar dan menutup kembali. Ia harus sampai ke sekolah sebelum setengah tujuh. Itulah komitmen yang dibuat untuk dirinya sendiri.

"Dasar anak ambis."



💃💃💃


Adhis beranjak dari kasur dengan malas. Matanya masih keadaan setengah sadar. Berjalan ke kamar mandi sempoyongan. Tadi malam tak sadar ia pulang jam tiga setelah mengalami insiden kecil itu.

Beberapa menit Adhis keluar dari kamar mandi. Mandinya sudah selesai. Kadang ia berpikir, gadis remaja lainnya kok bisa ya mandi sampai berjam-jam? Itu mandi apa latihan manasik haji?

"Cepetan sarapan, Dhis." Ica mengetuk-ngetuk pintu kamar dengan kasar.

Adhis dengan cepat membawa tas dan berjalan keluar, saat sudah memakai seragam dan menyisir rambut juga memberi liptin merah muda agar bibirnya tidak kering.

"Lama amat," Ica berdesis begitu adik pertamanya membuka pintu. Lalu berjalan di depan Adhis.

"Pagi, Ka Adhis." Ugo menyambutnya dengan senyuman.

Adhis tak menghiraukan, ia seperti biasa duduk di kursi pojok. Belum sempat sarapan, pagi-pagi papah sudah mulai ingin mengoceh.

"Habis pulang sekolah bimbingan OSK dua jam di ruang lomba. Papah udah daftarin kamu lomba OSK kimia lima bulan lagi," tutur Randi sembari mengoles selai ke roti untuk Ugo.

Kan....

Adhis manggut-manggut. Keinginannya untuk ikut lomba melukis sebulan lagi harus dikubur dalam-dalam.






 Keinginannya untuk ikut lomba melukis sebulan lagi harus dikubur dalam-dalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tinggalkan setitik jejak ya....

Si 'A'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang