Elan terus mendorong pintu depan kamar kost, saat benda kayu besar itu tak mau di buka. Seperti ada beban dibaliknya.
Ceklek
Suara handle pintu terus saja terdengar. Di dalam Bondan ternyata tengah tertidur dibaliknya. Ia tersadar mendengar itu, lalu dengan cepat membukakan pintu. Yang ditunggu akhirnya pulang.
Bondan spontan memeluk Elan. Sampai cowok itu termundur dan meringis dalam hati, karena pelukannya mengenai siku kiri.
"Lo kemana ajah, sih. Ke makam apa naik haji hah?!" Bondan melepas pelukannya. "lo kan berangkat jam 9. Ini udah jam 10 malem anjir."
"Ceritanya khawatir nih?" tanya Elan sembari merangkul pundak Bondan menggunakan lengan kanan.
"Enggak anjir. Gue takut ajah lo mati sia-sia. Nanti sarapan gue siapa yang bikinin? Kamar gue siapa yang beresin?"
"Alah."
"Eh, bentar. Siku kiri lo napa diperban gitu?"
"Biasa, standing-standingan."
"Yang bener bego. Terus lo balik naik sepeda onthel, kan? Nyetirnya gimana?"
"Ya, bisa lah. Nyetir doang, ga susah."
"Belagu bener nih bocah."
"Gue tidur duluan, ya. Besok Senin."
"Iya-iya. Anak ambis."
12 jam yang lalu....
Samar-samar Elan mendengar pembicaraan suara dua orang asing di sampingnya. Ia memilih mendengarkan sebelum membuka mata.
"Tulang pada sikunya terluka parah. Namun, untungnya tidak ada kecederaan serius yang perlu dikhawatirkan. Dia cuma butuh mengistirahatkan lengan kiri seharian." Dokter menjelaskan pada orang yang membawa pemuda tadi. Orang itu bilang bukan keluarga pasien. Melainkan menyelamatkan saja.
"Badannya aman, Dok? Tadi, kan, ketiban batang pohon."
"Gapapa ko. Bapaknya tenang ajah. Dia cuma memar di bagian pinggang akibat batang pohon. Bentar lagi juga sembuh."
"Oh gitu, Dok. Terimakasih kalau gitu."
"Iya, saya tinggal dulu. Ini resep obatnya, silahkan tebus di depan." Dokter memberikan selembar kertas sebelum pergi.
"Baik, Dok." Pria paruh baya itu mengangguk. Kemudian menghampiri brankar rumah sakit. "Untung yang nabrak tanggungjawab, Nak. Ngasih duit buat bawa ke rumah sakit. Ya, walaupun ga ikut nunggu dan nganterin, sih."
"Kamu kebal, ya, Nak. Hebat." Pria itu mengelus pelan puncak kepala Elan. "Bapak tebus obat dulu, ya. Istirahat yang nyenyak," sambungnya lalu pergi keluar.
Elan yang tersadar sejak tadi membuka kelopak mata. Ia bangkit untuk duduk. Tidak ada cairan infus yang berada di telapak tangan. Cowok itu menyibak selimut yang membungkus tubuhnya lalu berjalan pergi keluar dari rumah sakit. Persetan bapak-bapak yang menolongnya tadi tengah menebus obat.
🌚🦍🌚
"Eh, sini dulu, Neng."
Adhis yang tengah lewat depan ruang TU
mendekati guru yang memanggil tadi."Ini baterai jam dinding punten kasihin ke anak X IPS 7. Soalnya disuruh beli malah uang kas pada mogok. Kurang ajar emang." Guru bername tag Aji itu memberikan satu batu baterai ke Adhis. Ia hanya pasrah menerima.
"Bilangin juga, pelajaran pak Aji free class 'lagi.' Ribut silahkan, tapi di kelas ajah. Aing capek ngajar, butuh refreshing," celoteh Pak Aji lagi. "Oh, tugas dua Minggu lalu dikumpulinnya kapan-kapan ajah gitu, ya."
Adhis memandangnya datar. Kenapa guru itu jadi curhat? Lagian, ia tak niat menyampaikan pesan itu.
"Makasih, ya. Nanti pelajaran aing, kamu kasih nilai 100." Setelah mengatakan itu, Pak Aji langsung masuk kembali ke ruang TU.
Adhis kembali berbalik badan, berjalan ke arah kelas X IPS 7. Sebenarnya tadi hendak kembali ke kelasnya, karena upacara baru saja selesai beberapa menit lalu.
Adhis menemukan kelas yang dimaksud Pak Aji. Ruangan di atasnya terdapat papan kecil bertuliskan X IPS 7. Ia masuk. Namun, Kelas ini kosong.
Tak punya pilihan, Adhis memasang sendiri batu baterai jamnya. Karena kalau di taruh asal, kemungkinan besar akan hilang. Dan ia akan dicari Pak Aji gara-gara ini.
Salah satu meja murid ditarik ke depan papan tulis. Adhis menaikinya untuk mengambil jam dinding.
"Anjir, berani banget si Ompong godain Bu Dian. Tau kan, dia terkenal killer."
"Ya, gitu. Kelakuan temen lo."
"Padahal kemarin baru kena jewer gara-gara ketangkep ngerokok. Untung gue selamet."
Adhis mengambil batu baterai lama di jam dinding lalu menggantinya dengan yang baru. Setelah itu membenarkan jarum, menyesuaikan dengan jam tangan yang melingkar di tangan kiri. Tak menghiraukan suara obrolan dari luar.
"Lah, itu cewek yang kemarin nongol dibalik sofa, Val." Ompong menunjuk. Sedikit heran kenapa gadis itu ada di kelas mereka.
Reval memandang sekilas Adhis lalu berjalan masuk kelas. Sementara Adhis memasang kembali jam dindingnya.
Dubrak!
Kursi yang dinaiki Adhis terjatuh ke lantai, karena Reval spontan menendangnya, akibat punggung yang terdorong keras oleh Embot. Membuat gadis bername tag A itu jatuh ke samping tepat ke arahnya.
Cup!
Bibir Adhis tak sengaja mengecup jidat Reval. Embot di tempatnya menganga kaget.
Dugh!
Badan Reval dan Adhis bertubrukan sampai keduanya jatuh ke lantai bersamaan.
Adhis terdiam dengan mata terpejam. Kepalanya tak menghantam lantai. Ia membuka mata, ternyata kepalanya ditangkap oleh Reval menggunakan punggung tangan.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.Bola mata berbeda warna itu saling tatap dalam diam. Adhis mengerjap, bangkit berdiri. Lalu berjalan melewati Embot dan keluar kelas X IPS 7.
"Terpesona ... Reval terpesona...."
Reval tersadar lalu bangkit, melempar panghapus papan tulis tepat di wajah Embot. Gara-gara bocah tengil itu, ia menendang kursi berakhir Adhis terjatuh sampai mengecup jidatnya. Dan keduanya jatuh tersungkur di lantai.
"Anj*ng lo, Bot!!" Reval mengejar Embot yang sudah lari terbirit-birit ke luar kelas.
"Ketua geng Zergilos akhirnya ga jomblo lagi guys...," teriak Embot disela berlari. "Reval terpesona woi...!"
"ASUU LO, BOT!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Si 'A'
Tienerfictie-Dia yang tak bersuara, penuh teka dalam lara- Berikut daftar keanehannya itu : 1. Notebook, yang isinya gambar liar adalah harta karunnya. 2. Rumput belakang sekolah, yang dikunjungi saat bel istirahat adalah surga dunianya. 3. Perkedel kentang, ya...