"Pil-nya ganti lagi. Habisnya sebulan, ya, Dhis. Kalau seminggu udah abis kasian ususmu."
Sebulan sekali, dokter Rafi mengunjunginya. Entah kangen atau apa, sampai tidak pernah absen datang ke rumah di awal bulan. Walaupun rumah ada di ujung pulau. Memang, sih, 'Kakak' itu terkenal dan sudah biasa. Dia ... dokter terakhir yang masih bertahan. Sudah empat tahun lebih betah dengan sikap 'bringasnya'.
Adhis mengangguk-angguk saja sebagai respon. Ia lebih memilih membaca screenshot dari papah yang dikirim lewat chat kemarin. Tentang olimpiade Atlanta itu.
Bahkan sampai dokter itu mengelus puncak kepala Adhis dan berkata 'Adhis anak baik dan pemberani' kesekian kali sebelum pergi dari kamarnya dan pamit pada papah.
Dari screenshot'an itu Adhis mendapat informasi bahwa olimpiade Atlanta itu memang diadakan tiap tahun khusus untuk kelas sepuluh. Dan, ini sudah tahun keempat diadakan.
Tiba-tiba mata Adhis membelalak, pasalnya pengumuman nilai terbaik dari lomba itu akan diumumkan di layar televisi semua stasiun, tapi lebih hebatnya, hadiah yang didapat bukan hanya beasiswa selama tiga tahun. Namun, beasiswa universitas manapun setelah keluar diberikan. Dan ... uang saku selama lima tahun di tanggung sekolah.
"Kamu naik taxi atau ojek online dulu sekolahnya, mobil yang kamu pake buat nganter Ugo."
Suara tegas itu membuyarkan lamunannya, ia mendongak. Menatap sang papah yang sudah pergi usai mengatakan itu.
Ugo mau kemana sama supir pribadinya?
🌚🌚🌚
Dibatalkan.
Baik taxi atau ojek online yang dipesannya. Mungkin karena tiba-tiba turun hujan. Lalu sekarang ia berangkat sekolah naik apa?
Adhis mengeratkan pegangan tas, memutuskan berangkat saja menggunakan payung menuju halte bis yang jaraknya satu kilometer dari rumah.
Berjalan di trotoar, lalu sesekali minggir ketika mendengar suara kendaraan mendekat. Tak mau kena cipratan air hujan yang nanti membasahi seragamnya.
Hujan semakin deras, udara dingin pagi menelusuk kulitnya yang tak menggunakan jaket. Sepatu putih sudah basah terkena air.
Pukul 6.35
Adhis berjalan cepat, tau hari ini Selasa artinya ada pelajaran Bu Dian--si guru yang katanya terkenal killer, tapi bukan itu yang ia hiraukan. Melainkan ada ulangan harian terakhir bab pelajaran biologi.
Saking cepatnya berjalan, Adhis sampai tersandung batu besar yang menghalang. Payung yang dipegang sontak terlempar satu meter di depannya. Rok pun jadi basah.
Dengan berlutut, ia raih payung itu yang sudah terbalik. Namun, angin kencang disela hujan deras membuat payung itu terbang dan menyangkut di atas truk lewat.
Sial.
Seluruh seragam bahkan tas sudah basah kuyup. Ia hendak bangkit berdiri. Namun, derasan air hujan tiba-tiba tak menetes lagi. Kepalanya didongakkan.
Sebuah payung pelangi.
Yang dibawa oleh lelaki berahang tegas, berjaket hitam yang tak dikancing untuk melindunginya dari guyuran air hujan.
"Pake."
Tangan kiri lelaki itu menggapai lengannya, menyuruh untuk menggenggam payung pelangi. Sementara ia berlari menjauh di deras hujan menetes. Membiarkan diri sendiri basah kuyup.
Adhis masih menatap punggung lelaki itu yang kian menjauh. Sebelum punggung itu benar-benar hilang, ia sempat membaca inisial nama dibahu jaket hitamnya tadi. Reval.
To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Si 'A'
Teen Fiction-Dia yang tak bersuara, penuh teka dalam lara- Berikut daftar keanehannya itu : 1. Notebook, yang isinya gambar liar adalah harta karunnya. 2. Rumput belakang sekolah, yang dikunjungi saat bel istirahat adalah surga dunianya. 3. Perkedel kentang, ya...