"Woi! Cepetan kerjain, dikasih maen hp malah keenakan!" tegur Sindu yang hendak menaruh mangkuk mie ayam cap ayam jago di dapur.
Adhis mendongak malas, menaruh ponselnya di meja depan sofa. Lalu lanjut mengerjakan. Sindu pun sudah berjalan ke arah dapur.
Sampai sebuah panggilan dari ponsel Sindu yang terletak tak jauh dari ponselnya mengalihkan perhatian.
Reval hahei calling ....
Mencoba mengabaikan, lalu lanjut mengerjakan tugas klasifikasi kingdom plantae yang berjumlah sepuluh.
Telepon dari Reval berakhir dengan sendirinya.
Ting!
Ting!
Ting!
Adhis mendongak, mencoba melihat layar ponsel Sindu. Di atas ada nofisikasi sebuah chat dari WhatsApp. Ia raih benda pipih itu dan membaca chatnya.
Reval hahei : abis basket kita langsung ke rumah lo
Reval hahei : gue call ngapa ga diangkat marpuah?
Reval hahei : Coca-Cola satu ya
Adhis mengernyit. Ki ... ta???
Tiba-tiba sebuah tangan mengambil langsung ponsel Sindu. Ia jadi mendongak. Terkejut melihat si pemilik yang mengambil sambil berkacak pinggang dengan raut wajah kesal.
"Lancang banget, ya lo. Meleng dikit langsung cari gara-gara. Mau dibuli lagi HAH?!"
Yang disentak malah acuh, Adhis langsung lanjut mengerjakan tugas. Tak pedulikan ocehan si minoritas itu.
Di tempat lain, Elan tengah membuat visi misi untuk pemilihan calon ketua OSIS 2020 dua Minggu lagi. Namun, suara ocehan tak jelas terus mengganggunya.
"Malu-maluin sumpah, Val. Tadi aja out terus dari grup itu. Eh, pas tau besok bakal dibawain nasi Padang sama bergedel malah nurut ga keluar," celoteh Bondan. Masih memandang chttan dari grup baru Elan.
"Ini tuh seakan lo ngemis minta makan. Padahal lo tinggal bikin tuh bergedel, atau kalau mau simple beli ke warung depan. Lagian, lo juga jago masak. Bikin perkedel doang bisa, kan?" Bondan menatap serius Elan.
Pulpen dan notebook ditaruh, Elan balas menatap Embot. "Ribet banget lo, Dan. Lagian, gue mager ngupas kentangnya. Lama."
"Seorang Elan bisa mager juga?" Bondan berdecih.
Elan memutar bola matanya malas, "Rasa bergedelnya tuh sama kayak buatan nyokap, Dan. Pas makan kayak bikin gue seneng gitu," lanjut Elan memberikan alasan sebenarnya. Maka dari itu tak kenal gengsi soal ini.
Bondan ber-oh ria. Mengambil potongan brownis yang dibuat Elan tadi. "Pantes lo ga gengsi kayak biasanya. By the way nyokap lu emang sering buatin bergedel?"
Elan mengangguk kecil lalu meraih pulpennya, melanjutkan menulis visi misi. "Pas bokap ga balik-balik. Kayaknya ga ada duit. Jadi, ya gitu pagi- siang-sore lauknya bergedel mulu."
🌚🌚🌚
Supir : saya ga bisa jemput, Non. Harus nganter De Ugo lagi. Kata Tuan boleh naik bis, tapi kalau bisa taxi online.
Supir : maaf ya, Non🙏
Adhis menghela nafas berat. Minta tolong pada Sindu, cewek itu sudah masuk kembali ke dalam area kos. Hanya mengantarnya sampai gerbang kos, karena kerja kelompok sudah selesai.
Lagian, mana mau diminta bantuan.
Halte bis jauh dari sini. Terlebih lagi ponselnya mati.
Batre low ....
"Adhis!"
Yang dipanggil langsung menatap ke arah sumber suara. Beberapa meter di depannya pria umur dua puluh delapanan melambai. Tepat di depan gerbang kos putra.
Dokter Rafi.
Dia satu-satunya orang luar yang tau namanya. Sudah jelas.
Dokter Rafi berlari kecil menghampirinya. "Ngapain di sini? Ini jauh dari rumah loh."
"Kakak anter pulang yo," ajaknya langsung. Mengerti melihat wajah Adhis yang khawatir. "Tunggu sini, Kakak ambil mobil dulu."
Tau-tau dokter itu sudah berlari kecil ke arah kos putra. Lalu datang dengan mobil sport hitamnya.
Kakak itu juga ngekos di sini??
"Ayo, Dhis. Masuk." Dokter Rafi mengajak. Namun, pasien remaja enam tahun lebih itu malah diam saja. Ia pun turun, berjalan mengitari mobil menghampiri Adhis. Detik kemudian mengacak poni gadis itu gemas.
Kebiasaannya dari dulu kalau Adhis 'nakal'.
"Ayo masuk. Kakak anterin sampe rumah ko. Ga bakal turunin di jalan," katanya membujuk. Adhis pun mau tak mau memasuki mobil dokter itu.
Tak sadar, beberapa meter tak jauh dari gerbang kos putri, lelaki dengan seragam basket memakai handband hitam berdecih sinis, "Oh, mainnya sama om-om!"
"LAH, APA SIH, VAL! INI EMANG OM GUE EGE, TAPI GUE TETEP MAIN SAMA LO ASTAGA ...."
🌚🌚🌚
"Keren lo pada. Ya, walau gue masih gedek, sih, sama Embot."
"Gue nista mulu perasaan."
"Coca-Cola gue mana, Du?" tanya Reval yang sejak tadi diam. Embot yang sejak tadi tengah mengemil kacang jadi merapat pada Ompong yang tengah menonton berita. Cowok tengil itu berbisik-bisik dengan topik pembicaraan 'Reval cemburu sama om gue'.
"Tuh depan lo. Napa, sih, lo?" tanyanya melihat ekspresi kecut itu.
"Napa apanya?" tanyanya balik. Mengambil coca-cola di meja, detik kemudian berdecak kesal. "Ini bukain kek tutupnya."
Embot dan Ompong saling pandang. Sindu yang tak berpikir banyak, mengambil alih botol coca-cola lalu membukanya. Rebal langsung mengambil dan meneguk saat Sindu membuka tutup botol.
"Val, bener lo cemburu sama omnya Embot?" tanya Ompong akhirnya.
"Gue tetep main sama lo sumpah, Val. Om gue cuma ngasih jajan ko tadi. Gue ga sampe main sama dia," celetuk Embot jujur. Sampai tak ngeh memakan juga kulit kacang. Membuat cowok itu melepehkan isi mulutnya
"Lo bedua ngomong apa, sih. Ngelantur banget," kata Sindu tak mengerti.
"Ini minuman ngapa pait, sih," decak Reval.
"Itu coca-cola rasanya emang gitu, Val ...." Embot menegur. Langsung dilempari kacang oleh Ompong dan Sindu.
"Lo jangan ikut-ikutan kayak mereka deh, Val." Sindu protes. "Oh, ya. Gue mau cerita deh. Masa tadi si A ngotak-ngatik hp gue. Pas diliat, ternyata dia baca chat Reval."
Reval tersedak. Padahal tidak memakan apapun. Minuman coca-cola pun sudah ditaruh di meja.
Dia ... baca chat gue buat Sindu?? Ngapain??
To Be Continue
Dear pembaca. Cuma pengen bilang. Baca semua tiap part-nya ya^^. Jangan loncat-loncat kayak kutu. Gapapa ko sider, asal baca lengkap ceritanya.
(Emot lope-lope banyak warna-warni)

KAMU SEDANG MEMBACA
Si 'A'
Fiksi Remaja-Dia yang tak bersuara, penuh teka dalam lara- Berikut daftar keanehannya itu : 1. Notebook, yang isinya gambar liar adalah harta karunnya. 2. Rumput belakang sekolah, yang dikunjungi saat bel istirahat adalah surga dunianya. 3. Perkedel kentang, ya...