15. TRAGEDI BAN NGEBELEDOR

305 71 3
                                    

Usai kejadian penghapus musnah itu, Adhis diperintah Bu Farah--guru bahasa Indonesia untuk fotocopy soal latihan ulangan semester besok, karena mesin fotocopy di sekolah sedang rusak. Berhubung pelajaran seni budaya jamkos dan tidak ada tugas. Jadi, ia mau-mau saja menuruti perintahnya.

Adhis berjalan ke gerbang sekolah melewati parkiran, membawa dua lembar soal latihan. Ia tadi sudah diizinkan guru TU untuk keluar dan sudah memakai kartu Izin.

"Adhis!" teriak Bu Farah di belakang. Ia dengan cepat berbalik. Namun, kenapa guru bahasa Indonesia itu membawa satu siswa?

"Kamu dianter ajah sama Reval," kata Bu Farah dengan menepuk pundak Reval. "Tadi mau, kan, Val?"

"Hm," gumam Reval terpaksa, agar ulangan harian kemarin yang di bawah KKM bisa lulus cuma dengan mengantar gadis itu. Entah kenapa guru bahasa Indonesianya memberi keringanan seperti itu, ia tak peduli. Toh, jadi tidak repot menjawab soal lagi untuk remedial.

"Buru." Reval mendahului gadis itu dan guru bahasa Indonesianya.

"Ayo, Dhis. Dari pada naik jalan kaki." Bu Farah membalikkan pundak Adhis agar berjalan menyusul Reval.

Sampai di parkiran, Reval berdecak kesal saat ban motornya kempes akibat paku yang menancap. Entah bagaimana bisa seperti itu.

"Jalan kaki, motor gue kempes. Tenang gue temenin." Reval melirik gadis di sampingnya sekilas. Adhis langsung jalan tak memperdulikan cowok itu.

"Adhis!" teriak seseorang dari belakang. Ini ... bukan suara Bu Farah.

Adhis berhenti lalu berbalik, begitupun dengan Reval. Ternyata teman Deris. Bukannya tadi pamit pulang?

Evan yang melihat kerutan di dahi Adhis, cengengesan. "Gue nunggu Deris balik sekolah, hehe. Nih nyakwe dulu. Lo mau fotocopy, ya?" Ia milirik lembaran kertas yang dibawa Adhis. "Pake sepeda gue ajah nih."

"Ini kembaliannya, De," kata penjual cakwe pada Evan. Melihat penampilan dan wajah gemesnya membuatnya memanggil 'De.'

Reval memandang heran cowok seragam beda yang dibalut jas di depannya. Lalu melirik sekilas gadis bername tag A yang diam saja, tak mengambil kunci sepeda. Ia pun mengambil tanpa basa-basi.

"Lo yang nganter? Tuh, sepeda gue yang warna biru." Evan menunjuk sepeda lipatnya. "Yang bener goesnya, jangan lecetin temen dari temen gue."

"Ngomong apa dah." Reval langsung berjalan ke arah sepeda lipat yang ditunjuk cowok itu tanpa mendengar ocehannya lagi. Saat sudah menaiki sepeda lipat warna biru itu ia berseru, "Buru naik," suruhnya.

Adhis dengan malas menaiki boncengan sepeda lipat Evan. Reval menggoes melewati gerbang. Lalu menyebrang ke arah kiri.

Hening tercipta.

Jalanan menanjak. Reval mempercepat goesannya. Membuat Adhis berpegangan teguh belakang sepeda.

Tit....!!

Suara klakson motor dari belakang. Reval buru-buru mengerem agar bisa menuruni tanjakan dengan benar. Namun, rem sepeda lipat itu tak berfungsi. Reval kehilangan kendali, belum lagi batu besar di tengah jalan dilewati. Membuat kecepatan sepeda semakin tinggi. Saat itu juga, Adhis melingkarkan tangan kanannya dipinggang Reval. Sementara tangan kiri memegang lembaran kertas. Cowok itu tak menepis, karena sepeda belum juga berhenti. Tentu saja juga karena was-was.

Dorr!!

Ban belakang sepeda lipat tiba-tiba ngebeledor. Tak punya pilihan, Reval mengerem menggunakan sepatunya agar sepeda bisa berhenti. Persetan sepatunya akan jebol.

Reval dan Adhis jantungnya sama-sama berdegup kencang melihat sepeda yang tak mau berhenti, padahal cowok itu sudah mengerem menggunakan kedua sepatu.

Tangan Reval menggenggam setir sepeda dengan erat. Saat melihat pohon besar. Ia mengarahkannya ke sana. Detik kemudian mereka menabrak pohon itu. Untungnya tidak terjatuh mengenaskan romantis seperti di film-film.

"Sialan! Ban pake bocor segala." Reval menoleh ke belakang. Namun, gadis yang dibonceng sudah berjalan ke tempat fotocopy tepat beberapa langkah dari pohon besar ini. Ia pun turun dan melepas sepeda itu asal tanpa distandar. Lalu berjalan dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana.

"Nitip sepeda bisa, Mba?" tanya Reval pada Mba tukang fotocopy. Adhis hanya melirik sekilas.

"Oh bisa, tapi ada ongja," balas Mba itu disela memegang mesin fotocopy.

"Ongja?" beo Reval.

"Ongkos jaga maksudnya." Mba-mba itu cengengesan. Lalu memberikan lembar kertas fotocopy berikut aslinya pada Adhis.

"Entar sama yang punya, Mba. Nih kuncinya." Reval memberikan kunci sepeda. Lalu menunggu gadis itu yang menunggu kembalian.

Acuh dengan sepeda yang bannya ngebeledor, juga dengan cowok yang mengantarnya. Adhis berjalan mendahului untuk cepat sampai ke sekolah. Reval memandangnya dengan sengit.







 Reval memandangnya dengan sengit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tinggalkan setitik jejak ya....^^

Si 'A'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang