Hari pertama ujian akhir semester baru saja selesai. Bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Ompong yang baru keluar dari kelasnya X IPA 6 terkejut. Kala sahabatnya satu itu merangkul langsung sambil mengoceh-ngoceh tak karuan.
"Lagian, tumben. Biasa lo nyontek, sekarang insaf?" tanyanya. Mendengar ocehan Reval tadi.
"Gue ... pengen mandiri," jawab Reval sangat pelan.
Ompong ngakak, "Cih, jangan sok iye lu. Gue suruh belajar bareng aja ogah, elu baca separagraf aja dah molor."
"Yee, mentang-mentang anak IPA. Gue bosen dijulidin adek laknat, berasa gak ada harga diri jadi abang."
"Emang gak ada harga diri, kan?"
"Serah ah," decaknya tak peduli. Kepalanya masih pusing dihadapkan soal matematika. Padahal baru hari pertama, tapi guru malah menjadwalkan yang bikin mumet bukan main duluan.
"Val, Sindu sama Embot tuh," tunjuknya di depan sana. "tuh cewek masih diemin kita aja anjir, gak enak ey misah-misah gini Zargilos."
Reval menoleh, menatap Sindu dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Du, mata lo ada semut sampe tiga biji tuh," kata Embot. "coba liat jendela."
Sindu menatap dirinya di depan jendela X IPA 3. Mendelikkan matanya. "Ege, ini kayak eye floaters. Dah dari kecil ini."
"Dulu gue kira tai lalat," lanjutnya. Melihat Embot ternganga tak mengerti, ia merangkulnya lalu kembali berjalan ke arah parkiran.
Elan yang baru keluar kelas, jadi berhenti. Berbalik menatap mereka.
Titik-titik seperti bintik di kornea mata bukanlah tahi lalat, melainkan eye floaters. Bukan sejenis penyakit, itu hanya-
Apa Sindu anak gadis itu ...??
Ah, Elan masih dibuat kusut saja dengan memori asing itu.
Padahal ia ingat siapa namanya, keluarga, rumah, bahkan penyebab orangtua Elan meninggal, sampai dimana kuburan keduanya.
Elan masih ingat siapa nama kedua orangtuanya bahkan memori saat masih kecil sampai mengalami amnesia sebagian itu. Walau ... penyebab amnesia ia tak mengingatnya sama sekali.
🌚🌚🌚
Burung Elan gak pake (g) : ke ruang bimbingan bentar
Adhis mengehela nafas berat. Waktu pulangnya harus diundur. Menunduk memasukkan ponsel ke saku seragam, ia mendongak, tapi seketika terdiam saat cowok berjaket denim itu berhenti di depannya.
Iya Reval, tapi kemudian cowok itu melaluinya begitu saja.
Acuh, Adhis kembali berjalan di koridor IPA yang mulai sepi. Menemukan ruang Bimbingan, ia masuk. Sudah melihat Elan tengah sibuk mencari sesuatu entah apa.
"Liat pulpen waktu itu gak?" tanya Elan yang baru menyadari kedatangan Adhis. "Itu pulpen punya Pak Uje."
Adhis berjalan ke arah jendela, menunduk ke bawah meja. Benar saja, pulpen yang dua hari kemarin ia pakai ada di sana.
Tak!
Pulpen tak tertutup yang ia lempar mengenai jidat mulus Elan.
"Arghhhh!" ringis cowok itu terkena ujung pulpen.
Mau ketawa tapi ditahan. Iya, Adhis mati-matian nahan. Liat Elan gitu kejadian langka masalahnya ....
🌚🌚🌚
"Serius amat, Lan," kata Bondan memasuki kamar Elan. Langsung menghampiri cowok itu ke meja belajar.
Mengernyit heran melihat Elan malah memegang ponsel. Ia kembali berkata, "Di zoom gitu fotonya, ngapain dah?"
"Gak papa," jawab Elan. Meletakkan kembali ponselnya.
"Gue kira udah dihapus tuh foto sama Adhis," kata Bondan. Kemudian membanting tubuhnya ke kasur.
"Mastiin Adhis punya eye floaters enggak," jawab Elan. Kemudian kembali membuka buku catatan pelajaran
"Hah?"
Sama halnya dengan Bondan. Di tempat lain Adhis juga mengernyit heran. Gadis itu hendak memasuki kamar jadi terurungkan.
Ka Ica nyelipin gulungan kertas di atas cer ... min??
Melihat kakaknya hendak berbalik. Ia segera keluar rumah dari samping pintu yang tak jauh dari kamarnya.
"Oh, kakaknya yang nulis surat gak berfaedah itu tiap hari," batinnya menyimpulkan setelah membaca kertas yang diselipkan Ka Ica.
Dear Adhis.
Turutin aja semua mau papah, oke? Ngebantah, apalagi ngelakuin kesalahan dikit buat lo makin kesiksa.
Dear Adhis.
Belajarnya jangan lupa makan sama minum obat. Gue mau lo sembuh, Dhis ....
Pengecut ini sayang lo, Dhis. Maafin gue, ya?
🌚🌚🌚
Lima hari kemudian 📍
Adhis mengehela nafas lega, menselonjorkan kakinya di atas sofa tanpa melepas tas lebih dulu.
Rasanya plong sekali ujian selesai.
Ting!
Deris : Dhis, mampir ke rumah gue sini refreshing otak. Lagi banyak makanan loh
Adhis : g bisa
Ya, Adhis masih sedikit 'takut' dengan dunia pertemanan.
Meletakkan ponsel ke meja sofa, ia menaruh tas. Berdecak pelan mendengar suara ribut dari luar.
Padahal ini me time-nya.
"Gaji Dosen tuh standar, tergantung sama universitasnya. Walau bakal ningkat juga mending bantuin papah urusin perusahaan daripada jadi Dosen di universitas kecil itu!"
"Maaf, Pah."
"Sekarang ajuin pengunduran diri, besok mulai urus perusahaan."
Adhis dibalik pintu yang mendengar tercengang.
Ternyata papah juga keras sama Ka Ica??
Dan satu kenyataan baru. Kak Ica sayang padanya, walau itu tak diperlihatkan.
•To Be Continue•
Sedih gak banyak yg vote❌
Sedih banyak yg skip part-nya✔️

KAMU SEDANG MEMBACA
Si 'A'
Fiksi Remaja-Dia yang tak bersuara, penuh teka dalam lara- Berikut daftar keanehannya itu : 1. Notebook, yang isinya gambar liar adalah harta karunnya. 2. Rumput belakang sekolah, yang dikunjungi saat bel istirahat adalah surga dunianya. 3. Perkedel kentang, ya...