"Hei, kamu! Selvi mulu, artis bukan. Udah bel cepet masuk!" bentak guru killer Atlanta High School bernama Farid, tapi sering dipanggil Valid oleh siswa biadapnya.
"Iya-iya, Pak Valid." Gerombolan siswi hoby selvi itu langsung berhamburan masuk kelas.
"Ini juga." Pak Valid menunjuk siswa yang baru saja lewat di depannya membawa bola basket. "baju dikeluarin, kancing baju atas dibuka dua. Mau jadi jamet kamu?"
Siswa itu--Reval. "Bapak juga jamet dong. Tuh baju batik dikeluarin, kancing baju malah dibuka tiga. Sengaja goda janda, ya, Pak?"
"Mulut kamu pantes dikasih nilai pelajaran saya 0 diraport."
"Kasih ajah, Pak. Saya malah seneng bisa nulis angka satu didepannya," celetuk Reval sebelum lari meninggalkan guru killer itu, karena kalau ngomong beneran dilakuin.
"Galak bener, Pak. Ngemut permen milkita dulu biar fresh," ujar seseorang dibelakang Pak Farid. Jadi mengehentikan aksinya yang hendak melempar sepatu pada Reval.
"Siapa kamu?" Pak Farid penuh menyelidik lelaki di belakangnya yang berseragam SMA lain yang ditutupi oleh jas. "Lepas jasnya, bos bukan. Ih, ini juga. Kamu pake liptin, ya? Laki ko pake liptin."
Lelaki dengan poni hampir menutupi mata tersenyum tipis, walaupun begitu lesung pipinya disebelah kiri tetap muncul. "Kepala bapak kenapa, Pak?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.
"Kepala bapak kenapa emang?" tanya Pak Farid sembari memegang kepala.
"Pala botak dipegang-pegang, bapak botak kayak wong edan," ucap cowok itu sembari berlari.
"Sialan! Saya masih ada rambutnya dikit woi!"
💃💃💃
Calmer ahay : X IPA 12 yang ada di gedung utama, tapi lantai dua.
Cowok berlesung pipi itu tersenyum sumringah. Berjalan cepat mencari kelas IPA 12.
"Eh, Mas!" tanyanya pada salah satu siswa Atlanta yang lewat.
"Saya bukan mas-mas," koreksi Elan.
"Oh, Aa. Gu--"
"Bukan orang sunda."
"Oh, Bro ajah. Boleh anterin gue ke kelas X IPA 12 ga, Bro?"
"Gue ada urusan," ujar Elan lalu berjalan kembali.
Cowok berlesung pipi itu mendesah kecewa. Langsung berjalan cepat menuju kelas IPA 12 di lantai dua. Namun, saat sampai gadis yang dicarinya tidak ada. Ia bertanya pada teman sekelasnya. Ternyata ada di perpustakaan.
"Novel horornya ambilin satu, Dhis."
Samar-samar cowok berlesung pipi itu mendengar suara gadis yang dicari dari dalam perpustakaan. Ia buru-buru berjalan masuk dan menghampiri meja pojok yang diduduki gadis itu.
Brak!
Adhis yang membawa tiga buku paket dan satu novel horor terjatuh saat seseorang menabraknya. Sontak buku-buku yang dibawa berserakan.
"Duh, mon maap, Mbanya." Cowok berlesung pipi tak enak hati. Langsung membereskan buku yang terjatuh. Lalu mengulurkan tangan untuk membantu gadis yang ditabrak. Namun, malah ditepis olehnya.
"Nih, Mbanya." Cowok berlesung pipi itu memberikan buku-buku. Langsung berjalan cepat tanpa suara ke arah gadis rambut sepundak. Adhis memandangnya heran.
Cowok itu berjalan penuh hati-hati, saat sudah dekat dengan meja yang diduduki Deris--gadis yang dicarinya. Dari belakang ia langsung menaruh lima permen caca di meja. Lalu beralih berjongkok kesamping sembari bertopang dagu dan mengembangkan senyuman. Membuat lesung pipi tercetak manis di sana.
Deris tersentak kaget. "Lah, elu, Jul. Ngapain di sini?"
"Evan elah, Panjul mulu manggilnya." Ya, cowok berlesung pipi itu bernama Evan. Ia duduk di depan Deris--sahabat di sekolah SMA dulu.
"Biasa dipanggil Panjul juga. Ngapain lo?" tanya Deris heran. Adhis yang baru duduk di samping Deris melirik sekilas sebelum akhirnya memberi buku horor padanya.
"Ini sahabat gue setelah lo, Dhis." Deris memperkenalkan tanpa diminta. Adhis hanya manggut-manggut tanpa minat.
"Gue Evan Wilian. Biasa dipanggil panjul, sih, sama Deris. Lo sahabat SMP Deris pasti, yang suka diceritain." Evan mengulurkan tangan. Namun, Adhis hanya memandang sekilas lalu membaca buku paket yang tadi dibawa.
Deris terkekeh geli pada Adhis yang tak mengubris Evan. "Dah, lo jangan ganggu sahabat gue. Lo ngapain bisa kesini?"
"Gue pindah dong ngikut lo. Di sana bt ga ada lo. Hidup gue terasa hampa kayak nasi goreng tanpa telor ceplok," ujar Evan. Sempat melirik sekilas gadis di samping Deris yang tenang-tenang ajah baca bukunya.
"Gila lo. Bayar sekolah mahal, main pindah ajah," ucap Deris yang tak habis pikir dengan jalan pikiran Evan.
"Ya, di sana ga ada bebeb."
"Hah? Ngomong apa, Jul?"
"Kaga, itu jilid buku horor lo kayak gambar bebek."
To Be Continue
A : Heh anjir, tenggorokan lu kenapa dah?
B : Napa emang? (Sambil megang tenggorokan)
A :
Tipuan populer pada zamannya:vMaacih dah baca, apalagi ninggalin jejak^^ ( Emot lope-lope banyak warna-warni )
KAMU SEDANG MEMBACA
Si 'A'
Teen Fiction-Dia yang tak bersuara, penuh teka dalam lara- Berikut daftar keanehannya itu : 1. Notebook, yang isinya gambar liar adalah harta karunnya. 2. Rumput belakang sekolah, yang dikunjungi saat bel istirahat adalah surga dunianya. 3. Perkedel kentang, ya...