23. WHY REVAL?

235 52 7
                                    

"APA KATANYA, BOT??"

"BIBIRNYA MANIS ANJAY."

"TAPI KENAPA, BOT??"

"LEBIH MANIS GA PAKE LIPTIN ...."

"WANJAY HAHA." Embot dan Ompong berseru kompak. Membuat Reval ingin menampol saja.

"Gj Lo pada," ucap Reval berjalan melewati mereka. Berusaha mati-matian menahan malu. Memang, bibirnya berceloteh tak masuk akal tadi. Lagian, ko mereka bisa denger sejelas itu, ya?

"Malu dia, Pong."

"Ga percaya gue serius, si Reval ngomong gitu tadi."

"Diem lo berdua." Sindu mengejar Reval. Sedikit khawatir kalau ... Reval benar-benar jatuh cinta.

"Apa? Lo mau ngeledekin gue juga?" tanya Reval ketus. Menoleh sekilas pada Sindu yang sudah ada di sampingnya.

"Enggak, gue cuma ngingetin aja."

"Hm?"

"Pasal empat, inget?"

"Dilarang jatuh cinta apalagi pacaran?" Reval berhenti berjalan. Tubuhnya memutar menghadap Sindu. Memegang kedua pundak cewek itu. Ia pasti ingat dan ga akan pernah lupa empat perjanjian persahabatan mereka.

"Denger ya, Du. Gue ga bakal pernah jatuh cinta, apalagi sampe pacaran. Lagian, tadi gue cuma ga suka aja cewek pake liptin. Lo tau itu, kan?"

Sindu balas balas menatap Reval, sedikit curiga apa yang dikatakan sahabatnya satu ini. Namun, ia mengangguk percaya saja. "Hm, iya. Gue percaya deh."

Reval tersenyum tipis, merangkul pundak Sindu lalu berjalan kembali menuju kantin, karena latihan dansa tadi sudah selesai beberapa menit lalu. Mereka pun sudah berganti pakaian seragamnya.



🌚🌚🌚


"Ah, ayolah, Dhis. Masa lo ga pernah ngantin, sih." Deris terus menarik-narik tangan kanannya di sepanjang koridor X IPA.

Adhis menggeleng.

"Lo emang ga haus apa latian dansa kayak tadi?"

Sekali lagi, Adhis menggeleng. Ia sudah terbiasa tidak ke kantin dan lebih milih rebahan di atas rerumputan belakang sekolah. Males rasanya berada di keramaian. Tadi saja, sudah cukup melelahkan.

"Pokoknya harus ngantin. Ada gue tenang aja, kalo ada yang macem-macem tinggal gue jewer," celetuk Deris. Detik kemudian menarik lengan Adhis agar berjalan menuju kantin yang terletak di belakang gedung IPA dan IPS.

"Weh, Deris!" Evan berseru sambil melambaikan tangan, ketika melihat sahabatnya diambang pintu masuk kantin.

Deris tersenyum tipis lalu berjalan bersama Adhis ke arah meja depan pojok dimana si Panjul duduk dengan teman barunya.

"Adhis! Duduk napa." Evan menegur. Deris langsung menarik pelan tangan Adhis agar ikut duduk. Elan hanya melirik sekilas lalu lanjut makan.

Dibelakang meja pojok sana, Reval jadi mendongak mendengar nama itu. Menopang telinga, ia melihat mereka berempat duduk di meja yang sama dengan makan berhadapan. Alis kanan sedikit dinaikkan ke atas dengan wajah datar khasnya.

 Alis kanan sedikit dinaikkan ke atas dengan wajah datar khasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Nih, gue bawa perkedel kentang sama nasi padang. Lo berdua mau?" Evan menyodorkan satu rantang pada Adhis dan Deris.

"Pasti mau lah. Btw, satu rantang lagi dong. Makan lauk perkedel kentang Adhis suka rakus soalnya," cibir Deris sengaja dan langsung disengol lengannya pada Adhis.

Deris nyengir, "Canda, tapi ... fakta, kan, ya?"

Adhis mendelik saja, langsung menyomot satu perkedel kentang dari rantang yang diberikan Evan. Membuat Deris terkekeh geli melihatnya.

"Eh, hai. Lo ... Elan, ya? Gue Deris, temennya nih si Panjul sama Adhis." Deris beralih pada Elan yang sejak tadi makan tanpa bersuara.

Elan mengangguk saja, lalu mengambil segelas es teh manis yang tadi di pesan.

Setelah menyeruput es teh manis. Ean membeo, "Pan ... jul??"

"Oh, itu panggilan Deri ke gue, Lan." Evan menjawab disela mengunyah.

Elan mengangguk.

"Padahal beda jauh ga sih ...."

"Ih, sama ege. Gue manggil pake 'p' bukan 'v' jadi 'pan' bukan 'van'."

"Terus 'jul' dari mana?"

"Bonus biar estetik."

"Gue duluan, Van." Elan akhirnya membuka suara. Setelah makanannya habis lalu berjalan meninggalkan ketiganya. Adhis hanya fokus pada makanannya.

"Eh, bentar elah. Elu sih, Ris. Dia jadi dikacangin," ucap Evan.

"Lo yang ga ngajak ngobrol dia."

Evan memanyunkan bibir. Lalu tiba-tiba teringat omongan neneknya tadi pagi. "Ke pasar kaget kuy pulang sekolah?"











Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Si 'A'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang