18. PANJUL VS EMBOT

328 68 2
                                        

"Ayo lah, Val. Anterin gue ke tukang fotocopy. Gue ga tau dimana." Evan terus menarik-narik lengan Reval seperti bocah umur tiga tahun yang minta dibelikan es krim.

"Berisik." Reval terus berjalan menaiki tangga sekolah menuju rooftop. Hingga sampai di ambang pintu saat di anak tangga terakhir. Ia membuka lalu masuk diikuti Evan yang terus mengusik sejak tadi perkara sepeda.

Evan melihat sekeliling. Rooftopnya luas, di bagian ujung terdapat peralatan alat musik walau sudah kusam, lalu atapnya penuh dengan tulisan absurd  yang dilukis oleh pilok. Ada kalimat pantun, gambar tengkorak, gambar presiden, bendera Indonesia, juga wajah empat orang di sana.

Evan beralih menatap depan, ternyata tepat dibagian tengah ada tiga sofa yang dilengkapi meja sebagai penengah.

Sofa itu milik Ompong, sengaja diletakkan di rooftop untuk mereka bersantai sekaligus tempat persembunyian dari Pak Uje selain Cafe Kentang Manis. Persetan cowok itu berbohong kepada orang tuanya bahwa maling telah mencuri sofa ruang tamu.

Pada ujung sofa kanan, satu-satunya gadis tengah tertidur di bawah tanpa alas, kepalanya diletakkan di sofa sebagai bantal. Lalu ada dua orang lelaki saling melempar kacang kemudian menangkap menggunakan mulut bergantian.

"Wah, bawa siapa lo, Val?" tanya Embot disela mengunyah kacang setelah dilempar Embot.

"Bisa jadi budak nih," seru Ompong mengimbuhkan.

Sindu yang tadi tengah tertidur pulas, jadi terusik. Bukan karena suara berisik. Melainkan terik matahari siang yang menyorot ke arahnya. Detik kemudian tangan kiri terulur menutupi kepala dan lanjut tidur.

"Bocah ilang. Lo pada yang urus deh. Pegel gue." Reval meletakkan kepala ke paha Sindu. Ia yang sudah rebahan melirik Evan sekilas lalu berkata, "Jangan ganggu, gue pengen tidur." Detik kemudian ikut terlelap tidur, persetan seragam sekolah yang kotor.

Embot menarik Evan yang mematung di tempat untuk duduk di depannya. Sebuah meja kayu menjadi penengah mereka.

Evan melirik sekilas Reval yang sudah terlelap dengan paha Sindu sebagai bantal lalu berkata, "kalian di sini ngapain? Bukannya ada KBM, ya?"

Embot dan Ompong saling pandang lalu terkekeh geli mendengarnya.

"Kita ikut KBM? Ya, ga pernah lah," jawab Ompong masih ngakak. Detik kemudian memandang Embot lagi. "Asik nih, enaknya diapain?" tanyanya dengan memiringkan kepala pada Evan sambil tersenyum miring.

"Adu panco gimana?" Embot melirik lelaki berlesung pipi di depannya. "Mumpung gabut."

"Boleh, asal tunjukin gue tempat fotocopy daerah sini." Evan menopang dagu dengan kedua tangan. Lalu tersenyum tipis.

"Wah, nantangin, Bot." Ompong menepuk lengan kanan Embot.

"Itu pun kalau lo menang, enak ajah kita disuruh-suruh. Cari mati lo?" Embot  menatap tajam lelaki berlesung pipi itu.

Evan meneguk salivanya susah payah. Tatapan keduanya benar-benar tajam dan lekat. Beberapa detik terdiam, kemudian tangan kanannya menekuk di atas meja dan berkata, "Oke, yu kita main panco."

"Yang kalah turutin kemauan pemenang." Embot langsung mengulurkan tangan kanannya dan menggenggam tangan Evan. Sebelum lelaki itu menarik kembali tangannya, karena berubah pikiran.

"Are you ready?" Ompong memegang pundak keduanya. Detik kemudian Evan juga Embot mengangguk mantap. "Mulai!"

Panjul Vs Embot

Dengan sekuat tenaga, Embot dengan mudah memiringkan tangan Evan agar menyentuh meja. Persetan cowok berlesung pipi itu belum siap.

"Siap-siap kalah lo, Cil." Ompong meremehkan. Mulai detik ini, ia memanggil cowok itu 'bocil.'

Si 'A'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang