"Aku tak henti meminta maaf di makam ayah tentang kejadian itu."—Elan Saloka
"Aku tak henti menggores tinta absurd dalam notebook sembari memandang batu nisan ibuku."—Si 'A'
°
°
°Mengelus-elus batu nisan berulang kali. Dengan hati pilu mulai merasuki. Tetesan air mata yang sejak tadi ditahan, kini keluar dengan ambisius menetes di atas kuburan dengan batu nisan bertuliskan Saloka Harlan. Perasaan bersalah dan rindu yang tak terbendung terus menelusuk tiap sudut benaknya.
"Maaf, Yah...."
Cowok dengan nam tag diseragamnya Elan Saloka itu menaburi bunga yang dibawa dengan rata. Detik kemudian membasahi kuburan itu dengan air dalam botol dari tasnya. Lalu berbalik--beralih pada kuburan di samping kuburan sang ayah. Menghapus air mata dengan punggung tangan, kala melihat batu nisan bertuliskan Nitta Ramita di sana. Melakukan hal yang sama pada kuburan sang ibu.
"Hidup sendiri ternyata ga enak, ya, Bu." Cowok itu terkekeh pelan, memegang batu nisan ibunya erat. Berusaha keras agar air sialan dari kelopak mata tak menetes lagi.
Elan berdiri dari jongkoknya. Lalu mencetak senyum tipis dibibir. Detik kemudian berjalan ke gerbang keluar area pemakaman.
Ia berhenti dari jalannya. Menoleh sempurna ke arah kiri. Kala melihat gadis di bawah pohon besar itu lagi. Menatap lekat ke arahnya. Lebih tepatnya tatapan bingung. Sebab gadis berponi dengan notebook berserta pena yang dibawa itu selalu ada setiap ia datang kemari. Namun, bukan untuk berziarah. Melainkan duduk di bawah pohon besar sembari menatap lurus satu kuburan. Belum lagi selalu diam di sana, tak mengeluarkan tangis seperti biasa orang datang ke tempat ini, juga tak pernah bersuara untuk mengeluarkan celotehan. Entah apa yang dilakukan dalam diam.
"Kurang kerjaan," tukas Elan. Detik yang sama, gadis itu menoleh padanya. Membuat bola mata keduanya bertabrakan. Mereka saling menatap lama dalam diam. Sampai kemudian, Elan mengerjap. Lalu berjalan kembali keluar dari area pemakaman.Gadis itu menatap punggung Elan sampai tak terlihat karena tertelan jarak. Kemudian beralih pada notebook dan pena yang dipegang. Membuka lalu menggoreskan tinta pada halaman kosong notebook. Bukan goresan kata yang ditulis. Melainkan bentuk gambar absurd di sana. Dimana menggambarkan keadaan perasaanya saat ini.
"Lagi ngapain, Neng?" Suara itu membuat ia langsung menutup notebook. Dan mendongak menatap pria paruh baya yang disebut juru kunci pemakaman ikhlas ini menanyakan hal yang sama lagi.
Pemakaman yang bernama ikhlas ini. Dimana tempat pulang paling nyaman, bersih, dan asri karena banyak pepohonan yang tumbuh di tiap sudutnya. Nama makamnya pun bersirat makna bahwa ketika kehilangan seseorang, bukan sabar yang dilakukan. Melainkan 'ikhlas'. Karena percuma sabar, kalau belum rela melepaskan.
"Ini, Neng." Pria paruh baya itu memberikan ia sebotol air mineral lagi. Menaruhnya di samping. Lalu langsung berjalan ke arah sudut makam untuk membersihkan bagian sana. Mungkin karena sudah tau tidak akan diterima langsung air mineralnya. Juga ... pertanyaannya tidak akan dijawab. Suara ucapan terimakasih pun tidak keluar dari mulutnya. Namun, pria paruh baya itu tau kalau air mineral itu akan diminum.
Gadis itu kembali membuka notebook untuk menyelesaikan gambar menggunakan tinta hitamnya. Setelah selesai, memasukkan ke dalam tas sekolahnya. Lalu mengambil botol air mineral itu, membuka tutup botol, lalu langsung meneguknya.
Pria paruh baya tadi yang berada di sudut makam melihatnya dengan senyum tipis. Merasa senang untuk kesekian kali. Tidak tau menahu kenapa gadis itu terus datang akhir pekan. Bahkan bukan untuk berziarah. Sejak dulu jika ditanya tak kunjung menjawab, diajak ngobrol berasa ngomong sama tembok. Entah bisu atau memang pendiam. Yang jelas ia sangat prihatin setiap melihat gadis itu.
Tinggalkan setitik jejak ya....
KAMU SEDANG MEMBACA
Si 'A'
Roman pour Adolescents-Dia yang tak bersuara, penuh teka dalam lara- Berikut daftar keanehannya itu : 1. Notebook, yang isinya gambar liar adalah harta karunnya. 2. Rumput belakang sekolah, yang dikunjungi saat bel istirahat adalah surga dunianya. 3. Perkedel kentang, ya...