8. INSIDEN KECIL

373 85 0
                                    

"Ngapain lo?"

Adhis yang tadi melihat ke jendela tersentak kaget oleh suara itu. Ia melihat ke dalam jendela lagi, lelaki yang tadi memainkan piano sudah tidak ada.

"Ga ada barang berharga. Lo maling sini ga ada faedahnya," celetuk suara tadi. Adhis berbalik, ternyata lelaki yang memainkan piano tengah malam berada di belakangnya.

Lelaki itu ... yang selalu bertemu di pemakaman akhir pekan. Tadi di sekolah juga bertemu.

Elan menutup pintu rumah tua dan menguncinya. Sempat melirik sekilas gadis tanpa suara itu. Lalu pergi meninggalkan, berlari untuk sampai kos-kosan yang tak jauh dari rumah orang tuanya dulu.

Adhis hanya menatap heran. Detik kemudian berjalan keluar area rumah tua ini, saat punggung lelaki tadi tak terlihat karena tertelan jarak.

Hingga sampai di kursi panjang lagi. Angin sepoi-sepoi malam hari berhembusan menusuk kulitnya yang tak berlengan panjang. Membuat matanya semakin mengantuk. Beberapa detik ia menguap. Jadilah memilih duduk dulu sebelum pulang.

Adhis menguap lagi. Melihat jam putih yang melingkar dipergelangan tangan menunjukkan pukul 01.00 pagi. Kali ini ia memutuskan untuk tiduran sebentar, menutup mata dan setengah nyawa siap pergi ke alam mimpi. Namun, cahaya terang mengarah ke netra mata dan suara motor mulai terusik ditelinga. Gadis itu beranjak untuk duduk, tapi sayang motor ninja berwarna hitam itu tiba-tiba menabrak kursi panjang yang diduduki sampai tempat duduk itu terdorong lima meter dari tempat semula.

Adhis dalam hati memekik kaget sembari mencengkeram erat kursi panjang. Entah insiden apalagi sampai notebook dan pensil yang dibawa  terlempar jatuh ke seberang jalan, tepat saat motor itu terus mengegas tanpa arah. Namun, kursi panjangnya sudah tidak terdorong lagi. Adhis menghembuskan nafas lega.

Adhis pastikan pengendara motor itu ... gila.

Jedak!

Adhis menoleh. Motor itu menabrak pohon besar seberang jalan. Pengendaranya terlempar jauh beberapa meter. Ia bangkit, tapi bukan untuk menolong. Melainkan mengambil notebook dan pensil yang berada tak jauh dari pengendara motor itu tergeletak.

Adhis berdiri kembali setelah membungkuk untuk mengambil notebook dan pensil. Ia berbalik dan hendak berjalan. Namun, sebuah tangan meraih kaki kanannya. Gadis itu mengkerutkan dahi.

Pengendara berjaket hitam itu melepas helm full-facenya. Terlihatlah laki-laki dengan anting di telinga kanan dengan garis rahang tegas. Juga rambut yang mempunyai poni bak opa-opa Korea.

"Bisa bantuin gue bentar?" Nada angkuh dan gengsi terdengar jelas dari suaranya.

Kaki Adhis menendang, membuat tangan yang mencekal kaki kanannya terlepas. Ia lanjut melangkah, tapi lagi-lagi lelaki itu mencekal kakinya.
Merdengar suara ringisan pelan dari belakang. Dengan terpaksa berbalik menghadap si pengendara gila.

"Call kontak teratas." Lelaki itu menyerahkan ponsel pada Adhis.

"Tangan gue sakit," jelas lelaki itu. Padahal Adhis tak bertanya.

Adhis dengan malas menerima ponsel dan menelpon kontak teratas. Namun, ponsel itu mati sebelum ia menelpon. Ia mengarahkan benda pipih itu dihadapan wajah si penabrak gila. Ada hembusan nafas kasar dari sana.

Adhis berbalik dan berjalan kembali setelah mengembalikan ponsel si penabrak gila. Meninggalkan lelaki itu kesakitan tanpa ada yang menolong.

Lelaki berjaket hitam dengan inisial Reval di bahu itu menggeram kesal. Ia bangkit berdiri. "Kalo ga butuh juga gue ga bakal minta tolong."




Tinggalkan setitik jejak ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tinggalkan setitik jejak ya....

Si 'A'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang