Adhis muak dengan semuanya. Termasuk dirinya sendiri. Dia juga benci hidup. Dari dulu bahkan.
Akibat pernyataan-pernyataan kemarin Ica, dia sampai tidak fokus di kelas. Melamun sepanjang pembelajaran hingga istirahat tiba.
"Mungkin tiap saat-saat itu Papa ngerasa bahagia. Ngerasa nggak sendirian. Ngerasa semuanya baik-baik aja. Walaupun sendirinya disaat yang sama terluka juga, karena ingat lagi Mama udah lama nggak ada."
Keluarganya sungguh berantakan.
"Papa diagnosa gangguan mental skizofrenia."
"Lo tahu? Kamernya didesain kedap suara karena selalu ngobrol sendiri dan ternyata emang ada lawan bicaranya, yaitu Mama. Itu ... sengaja biar kita nggak tau. Dia .... Dia ternyata masih denial Mama nggak ada, Dhis ...."
Benar-benar berantakan.
Adhis menggeram. Berteriak dalam hati. Orang yang dilewatinya sampai berbisik-bisik melihat tingkah anehnya—lagi dan lagi.
Dia lari. Kemana saja. Asal tidak ada yang melihatnya dengan tatapan jijik. Tak apa juga sendirian. Toh, biasanya pun begitu.
Tiba di gudang sekolah, dia menormalkan napas dengan tatapan melihat sekeliling yang begitu gelap. Mengingatkannya saat dikurung berminggu-minggu lima tahun lalu.
Dia benci saat-saat itu. Saat-saat di mana emosi takut keluar dalam dirinya. Seolah sirna. Hangus terbakar. Kala itu juga sosok monster liar dalam dirinya keluar sebagai pengganti emosi itu. Membelah dada, mengeluarkan rasa gentar yang tersisa.
Menjadikan Adhis si gadis bringas.
"Dhisty?"
Dia terperanjat.
"Heh kenapa?" Elan langsung mendekat. Tiba-tiba memeluknya erat. Hangat. "Gue bilang share location kalau ada apa-apa ataupun nggak ada juga."
Dia tersenyum. Ternyata benar bahu tidak lebar ini tempat sebenarnya dia pulang.
🌝🌝🌝
Ica menatap sang papa di depannya dengan tatapan sulit diartikan. Sesak melihat pria itu yang biasanya berteriak tegas dengan wajah sangar, dan tatapan intimidatif kini terduduk lemas dengan tatapan kosong. Sama sekali tidak ada gairah kehidupan.
"Gimana, Vi?" tanyanya saat Sivia selesai memeriksa.
"Emang lagi drop mentalnya." Sivia menjawab, "Jadi gak terkendali. Dia udah dari muda diagnosa ini, Ca. Tapi dia emang pria hebat, bisa nanganin masalahnya sendiri. Walau masih denial punya gangguan mental. Buktinya sampe sekarang perusahaan dia terus berkembang. Cabang hampir di seluruh penjuru kota."
Ica menghela napas berat.
"Jujur sama gangguan ini banyak penderita yang cenderung hidupnya berubah ke arah yang lebih negatif, tapi gue salut bokap lo bisa kontrol itu. Bertahun-tahun sendirian, bertahun-tahun juga bertambah kejayaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Si 'A'
Teen Fiction-Dia yang tak bersuara, penuh teka dalam lara- Berikut daftar keanehannya itu : 1. Notebook, yang isinya gambar liar adalah harta karunnya. 2. Rumput belakang sekolah, yang dikunjungi saat bel istirahat adalah surga dunianya. 3. Perkedel kentang, ya...