-Dia yang tak bersuara, penuh teka dalam lara-
Berikut daftar keanehannya itu :
1. Notebook, yang isinya gambar liar adalah harta karunnya.
2. Rumput belakang sekolah, yang dikunjungi saat bel istirahat adalah surga dunianya.
3. Perkedel kentang, ya...
Akhir-akhir ini males banget publish. Padahal ide numpuk banget di kepala.🌚
° ° °
"Jadi, Lo besok masuknya?" tanya Deris pada Evan, saat ketiganya keluar dari perpustakaan. Cowok itu pun mengangguk.
"Temen baru, Panjul pulang dulu, ya." Evan menatap Adhis sekilas, lalu beralih pada Deris. "Gue pulang, Ris."
"Oke." Deris melambaikan tangan pada Evan. Sementara Adhis tak menghiraukan.
"Ngapa lo, Dhis? Dari tadi bengong mulu," tegur Deris di koridor X IPA, saat Evan sudah tidak terlihat, karena tertelan jarak.
Adhis menggeleng cepet. Deris pun manggut-manggut.
"Bikin ulah lagi, papah beneran pindahin kamu keluar negeri."
"Adhis!" seru Deris lagi, saat melihat sahabat SMP-nya itu melamun sejak tadi. "Hei! Napa, sih?"
Adhis menggigit bawah bibirnya. Deris yang melihat itu pun tau, bahwa gadis itu sedang banyak pikiran. Dan ... pasti ga jauh-jauh dari papahnya.
🌚🌚🌚
Satu jam pelajaran biologi sehabis istirahat selesai. Adhis mencatat apa yang tadi disampaikan guru biologi ke buku khusus sembari menunggu guru seni budaya datang.
Disisi lain, Sindu--siswi di sebelah meja Adhis, terus saja meliriknya.
"Gue pinjem tempat pensil Lo bentar," ucap Sindu langsung mengambil tempat pensil Adhis sebelum diberi izin.
Adhis menahan tangan Sindu yang memegang tempat pensilnya.
"Bentar doang elah." Sindu menepis cekalan tangan Adhis dan membawa tempat pensil itu ke mejanya. Ia mengambil penghapus berukuran besar warna putih tanpa merek. Detik kemudian mengambil penggaris untuk memotong-motong benda putih itu.
Adhis di tempatnya membelalak kaget, lalu berdiri dan hendak merebut penghapus miliknya beserta tempat pensil. Namun, Sindu sudah memotong-motong penghapus itu dengan ukuran sangat kecil. Beberapa detik ia terdiam, setelahnya tangan kanan melayang pada pipi gadis minoritas itu.
Plak!
"Berani Lo nampar gue? Penghapus gitu doang, bisa beli lagi kali." Sindu berdiri, menyentak Adhis, karena tak terima ia ditampar. Tangannya hendak menampar balik gadis bername tag A, tapi sebuah tangan mencekalnya.
"Apa-apaan, sih, Rev!" Sindu memberontak.
Reval melepas cekalan tangan Sindu. Ia menghela nafas, "Jangan buat kasus lagi, Du. Ga cape lo? Nongkrong ajah yu. Ga ada faedahnya juga lu nampar balik dia," katanya.
Sindu mengambil nafas panjang. Detik kemudian menarik tangan Reval keluar kelas. Sementara, Adhis berdiri di tempatnya memandang penghapus yang sudah berukuran kecil itu. Detik kemudian memungutnya dan menaruh pada saku seragam.
Maaf, Mah....
5 tahun lalu
(Tiga jam sebelum kematiannya)
Saat itu, Adhis masih berumur sembilan tahun. Tiap hari rutinitas sore selalu membantu mamah Ela di dapur. Namun, hari ini sang mamah yang tengah mengandung sembilan bulan itu mengajaknya makan di luar, karena Ka Ica ada study tour di Yogyakarta. Sementara papah Randi lembur.
Kini, keduanya berada di warung makan pinggir jalan dekat rumah. Adhis memesan makanan seperti mama. Namun, bedanya ia tambahkan perkedel kentang--menu favoritnya.
Sepuluh menit menunggu, makanan yang dipesan mereka berdua datang. Adhis dengan lahap menyantap makanan. Sementara mamah memperhatikannya sejak tadi. Seperti ada yang mau dibicarakan.
Mamah mengeluarkan penghapus putih berukuran besar tanpa merek. Lalu memberikannya pada Adhis. Ia menerima dengan kerutan di dahi.
"Buat ngehapus luka dalam hati. Seandainya ga ada bahu untuk bersandar, ga ada telinga buat dengerin, ga ada uluran tangan buat bantu bangkit, dan ga ada yang ngerti perasaan kamu." Mamah menggenggam kedua tangan Adhis dan mengusapnya lembut.
"Memang ga masuk akal, tapi ... itu bisa menghapus gambar kondisi perasaan buruk yang kamu buat," sambungnya yang tau kebiasaan anak keduanya--menggambar. "Adhis baik-baik, ya. Harus sayang terus sama papah."
Dua jam setelah mengatakan itu, Mamah Ela melahirkan. Dan tak disangka, satu jam kemudian meninggalkan Adhis untuk selamanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.