-Dia yang tak bersuara, penuh teka dalam lara-
Berikut daftar keanehannya itu :
1. Notebook, yang isinya gambar liar adalah harta karunnya.
2. Rumput belakang sekolah, yang dikunjungi saat bel istirahat adalah surga dunianya.
3. Perkedel kentang, ya...
"Sebaik apapun dirimu, mereka akan selalu menemukan salah untuk menghina. Kalau mengikuti standar 'baik' manusia."
° ° °
Memasuki halaman rumah, banyak balon dan hiasan ulang tahun di samping rumah. Tak lupa yang paling penting, tulisan 'happy birthday Ugo' terpampang jelas. Adhis baru ingat malam nanti adiknya itu berulang tahun.
Ia terus berjalan menuju pintu utama rumah. Saat senja menghilang, ia baru pulang dengan memakai baju bertuliskan I love Indonesia. Karena tadi Evan memaksa untuk dipakai biar gumus tripel coupel.
Dor!
Adhis berkedip kaget. Ia tak sengaja menginjak balon. Membuat orang-orang yang menghias samping rumah untuk ulang tahun Ugo beralih menatapnya.
"Jalan yang bener, Dhis!" peringat Randi di samping sana. Adhis buru-buru masuk ke rumah. Malas berhadapan dengan papah.
"Eh, bentar papah mau ngomong. KAMU KEMANA AJA BARU PULANG JAM SEGINI?!!"
🌚🌚🌚
"
Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday happy birthday, happy birthday Ugo ...."
Semua para ibu atau bapak dari anaknya seumuran Ugo bernyanyi ceria. Mereka bertepuk tangan diakhir lagu. Kecupan singkat diberikan pada Randi pada Ugo.
"Selamat ulang tahun, Sayang. Terus jadi anak yang baik, ya." Randi berkata sambil mengelus puncak rambut Ugo. "Ayo makeques dulu sebelum tiup lilin."
Semoga tahun depan dan tahun berikutnya bisa ulang tahun lagi.
Senyuman terus mengembang di bibir Ugo. Ia kembali membuka matanya. Dalam hitungan ketiga, tiupan dari mulut membuat lilin berangka empat tahun itu padam. Sekali lagi, semua orang yang hadir bertepuk tangan.
Ralat, kecuali Adhis di pojok meja panjang makanan tengah minum segelas sirup tanpa ekspresi. Gadis itu menggunakan dress selutut dengan rambut dicepol, bibirnya dipoles liptin merah muda sesuai warna dress.
"Kado dari Ka Ica spesial, nih buat adik tersayang," kata Icha di samping kanan Ugo, memberikan kadonya yang sudah dihias indah. Anak laki-laki berumur empat tahun itu dengan cepat membuka kadonya.
"Wah, alat lukis. Makasih banyak, Ka Ica." Ugo memeluk kakak keduanya itu erat. Diumur yang masih balita itu, dia sudah belajar melukis walaupun hanya sebatas gambar gunung. Jiwa ketertarikan tentang melukis begitu melekat dalam dirinya.
Disana, Adhis melihatnya dengan senyum getir. Sekali lagi, gelas berisi sirup diteguknya untuk yang kesepuluh kali.
"Papah, mana kado buat Ugo?"
"Ada dong, rahasia. Udah papah taruh di kamar Ugo ko," kata Randi. "Eits, jangan pergi dulu, nanti aja dibukanya. Ini, kan, belum kelar acaranya."
Ugo cengengesan, "Eh, iya." Ia celingukan. "Ka Adhis mana, Pah?"
Randi ikut memandang sekeliling. Jadi sedikit kesal anak gadis yang satu itu seenaknya meninggalkan acara. "Udah, ga usah peduliin dia. Ayo Ugo potong kue aja."
Ugo tersenyum getir, mengambil pisau plastik itu untuk memotong kue yang dibantu oleh Ka Icha.
"Ayo ... potongan kue pertama buat siapa??" tanya Randi antusias.
"Buat Ka Ica pasti."
"Em, buat ma ... mah."
Randi dan Ica tersentak kaget. Begitupun tamu undangan. Yang mereka tau ibunya sudah meninggal empat tahun lalu.
Disisi lain, Adhis yang sudah sampai di belakang rumah, dimana itu juga dihias dengan balon-balon terlebih ada ... lampu besar kelap-kelip seperti lampu diskotik.
Gadis itu meremas kedua ujung dress-nya erat dengan kepala menunduk.
"Kasian, ya, Pak Randi. Kayak punya anak gadis gila. Katanya dia dulu dibawa ke psikiater se-Asia Tenggara loh."
"Yang bener, Jeng?"
"Iya bener, Jeng. Liat aja, adeknya ultah malah ke sini, belakang rumah."
Adhis berlari kecil memasuki pintu besar belakang rumah, meninggalkan ibu-ibu sosialita itu dengan segala ocehannya.
Dibalik pintu dalam ruangan gelap tanpa adanya penerangan cahaya sedikit pun, anak gadis berusia dua belas tahun itu memeluk lututnya takut.
Sekarang, di ruangan yang sama dengan keadaan yang sama. Ia, dengan umur enam belas tahun terduduk dibalik pintu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Btw berhenti nonton Drakor tuh ga gampang loh, Jul Panjul....