Happy Reading 🍂"Cepat dikit kenapa, Din? Nanti kau dikroyok warga kalau sampai ada yang lihat. Aku tak tanggung, ya kalau sampai kau babak belur nanti!" teriak Zafia.
Setelah pergi dari rumah Syifa, Dinda mengajak Zafia pergi ke suatu tempat. Tempat yang berada belum jauh dari area rumah Syifa. Tempat di mana para pemilik jiwa 'nyolong' meronta-ronta. Seperti Zafia dan Dinda contohnya.
Kini mereka berdua tengah berada di pohon mangga. Lebih tepatnya Dinda yang berada di sana. Sedangkan Zafia tengah duduk di hamparan rumput di halaman luas di depan rumah entah milik siapa.
Mereka bisa masuk halaman itu lewat cabang pohon jambu air yang menjuntai di trotoar pinggir jalan. Jambu airnya sangat lebat. Buahnya merah-merah mengkilap dan siap langsung disantap tanpa aba-aba dicuci.
Tapi, Dinda sama sekali tidak tertarik akan jambu air yang menggoda itu. Dia lebih tertarik akan buah mangga yang sedang ranum-ranumnya berbuah tepat di sebelah pohon jambu. Pohon itu berada di halaman belakang pemilik rumah. Namun entah rumah siapa.
Dan itulah yang mereka lakukan. Dinda panjat pohon mangga dan memasukkan mangganya ke saku trainingnya. Sedangkan Zafia menikmati jambu air dengan duduk lesehan di hamparan rumput hijau di sana.
"Santai aja kau di bawah sana. Bentar lagi penuh, nih sakuku." Dinda masih memasukkan mangga itu dalam sakunya. Padahal sudah nampak lebih dari lima buah yang masuk ke saku dia.
"Terah kau. Aku mau ambil ancang-ancang kabur dulu. Siapa tahu nanti pemilik rumah keluar dan lihat ada monyet nyasar di halaman rumahnya." Zafia beranjak dari duduknya dan ingin kembali naik ke pohon jambu. Letak dimana mereka memasuki halaman orang asing itu.
"Iya, nampak monyet cantik macam aku," ucap Dinda sambil terkekeh. "Eh, kau tunggu aku di bawahlah, Fi. Aku dah siap ini. Jangan kau tinggal aku di atas sini," ucap Dinda sambil turun dari pohon mangga.
Jangan tanya dari mana mereka belajar panjat pohon. Yang jelas, kalian harus tahu kalau dua makhluk itu sering bolos sekolah. Dan itu tak pernah absen dalam seminggu. Jadi, saat mereka terkunci di luar halaman sekolah, panjat pagarlah yang mereka lakukan.
"Ya ya ya. Tapi bagi mangganya sama aku." Zafia menyodorkan tangannya.
"Sabarlah. Kalau kita dah keluar dari sini, ku bagi kau seperempat potongan dari satu butir mangga, ni," ucap Dinda sambil cengengesan.
"Enak kali hidup kau bocah! Heh, mangga tu aku yang tanam, kenapa pulak kalian ambil!" teriak bapak-bapak berkaca mata sambil menyodorkan tongkat baseball menunjuk Dinda.
"Eh? Yang punya rumah 'kah?" gumam Dinda dengan muka sedikit pucat. "Mampus."
"Huh? Mati lah kau, Din. Aku duluan ya. Selamat berju-- Aaakkhh!!" Zafia yang tadinya ingin meninggalkan Dinda malah terjerembab jatuh saat salah pijak ranting yang tidak kuat dipijak.
"Huuwaaa ... Fia! Kau ngapain tiduran di sana, huh?" tanya Dinda yang hampir sampai di bawah. Tapi dia masih menginjakkan kakinya di ranting pohon mangga yang terendah.
"Bodoh. Aku jatuh, aduh. Woi, kau tolongin akulah. Kakiku terkilir, nih. Aduh-duh." Zafia memegang pergelangan kakinya yang terasa nyeri.
"Eh? Beneran terkilir?" Dinda langsung lompat turun dan menghampiri Zafia.
"Iyalah, bodoh. Sakit ini," ringisnya.
"Huh! Anak kurang ajar. Kena karma kau bocah. Siapa minta kau nyolong mangga dan jambuku. Kau kira aku tanam, nih, buah nggak pakek tenaga, apa?" gerutu pemilik rumah itu mendekati Zafia yang terduduk.
"Aduh, pak. Jangan pukul kita, donk. Bapak tidak lihat kaki saya ini?" ucap Zafia mengiba. Dia sedikit bergidik saat melihat bapak-bapak itu mendekat dengan membawa tongkat baseball di tangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]
General FictionBagaimana ketika siswi SMA menikah dengan guru nya karena terjadi kesalahpahaman? Bahkan guru yang mengajar mata pelajaran olahraga tersebut sudah mempunyai istri bahkan mereka sudah dikaruniai seorang putri? Dan apa alasan istri pertamanya rela sua...