Happy Reading 🍂"Zafia, kamu sebaiknya pulang sekarang. Biar aku yang jaga Tisya," ucap Alfa merangkul pundak Zafia di kursi tunggu depan ruang rawat Tisya.
Zafia menggelengkan kepalanya dengan tatapan kosong. Tangan mungilnya menggendong Syifa yang nampak terlelap sambil memeluk leher Zafia.
Sudah dua jam sejak Tisya dimasukkan ke ruangan itu, namun belum ada tanda-tanda kemunculan dokter. Zafia sebenarnya tidak tahan berada di situ. Aroma obat-obatan mengganggu indra penciumannya. Namun, ia memaksa tetap di sana untuk menunggu agar bisa diijinkan masuk menemui Tisya. Ia merasa ini adalah kesalahannya karena memaksa Tisya ikut ke pertunangan Bima saat kondisi Tisya sedang sakit.
"Kamu tidak kasihan sama Syifa? Lihat, dia kelelahan di sini sampai tertidur di pelukanmu. Kamu pulang, ya? Sama Dinda," ucap Alfa lagi sambil memandang wajah khawatir Zafia.
Zafia tetap menggeleng. Dia mengelus punggung Syifa dengan sayang. Membenarkan anak-anak rambut yang sedikit menutupi wajah Syifa kemudian mencium pipinya.
Dinda memandang Zafia dengan tatapan iba. Sahabatnya itu begitu keras kepala. Dia tidak menghiraukan ucapan suaminya demi kesehatan anaknya.
Kartika dan Bima berdiri di sebelah Tari dan Wisnu. Kartika nampak tengah menggigit kukunya gemas. Kenapa dokter lama sekali? Berapa lama lagi mereka harus menunggu dan mendapatkan hasil dari penyebab pingsannya Tisya?
Wisnu dan Tari memandang Zafia. Tari tak hentinya mengusap pipinya yang basah terkena tetesan air matanya. Hatinya cukup tergores melihat pemandangan anak tirinya. Persis seperti pemandangan lima tahun lalu.
Wisnu hanya bisa menguatkan Tari dengan genggaman tangannya. Bisikan tentang semua akan baik-baik saja terus ia ucapkan pada Tari.
Dinda mendekat pada Zafia. Memeluk sahabatnya itu pelan, agar tidak membangunkan Syifa.
"Pulang, ya, Fi? Kasihan Syifa yang tidur dalam posisi tidak nyaman begitu. Kau juga lelah bukan, dua jam lebih menggendong Syifa?" bisik Dinda begitu pelan sambil menangkup wajah Zafia.
Zafia masih setia dengan gelengan kepalanya. "Ini salahku, Din. Bagaimana kalau Mbak Tisya sakit karena aku? Aku sudah memaksanya ikut, bahkan setelah aku tahu dia tidak enak badan."
Alfa menghembuskan nafas kasar kala tidak sengaja mendengar ucapan lirih Zafia. "Ini bukan salahmu. Tisya baik-baik saja, Zaf."
"Dia jelas tidak baik-baik saja. Kalau hanya karena demam atau gejala pilek atau semacam penyakit apalah itu, pasti dokter sudah dari tadi keluar. Aku, aku tidak sengaja melihat darah mengalir di hidung Mbak Tisya. Ini salahku," lirih Zafia dengan suara serak.
"Tidak ada yang salah di sini. Ayo, pulang. Biar kuantar," ucap Alfa dengan nada datar. Dia memegang pundak Zafia agar mengikutinya berdiri.
Zafia mendongak, menatap Alfa dengan tatapan memohon. "Biar aku di sini. Kau, kau bawa saja Ifa pulang. Aku, aku akan menjaga Mbak Tisya di sini."
Alfa menggeleng tegas. "Kamu pulang dengan Dinda. Sekarang! Biar kuantar."
Zafia masih mempertahankan posisinya. "Biarkan aku di sini, Kak Al. Aku ingin menemani Mbak Tisya."
"Zaf--"
"Zafia, kamu pulang sekarang. Turuti kemauan Alfa, dia suamimu sekarang. Jangan pernah membantahnya." Suara tegas Wisnu menghentikan ucapan Alfa.
"Pah, Mbak Tisya masuk rumah sakit karena aku. Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan Mbak Tisya sedangkan aku ada di rumah? Aku ingin mendengar penjelasan dokter," ucap Zafia dengan mata memerah. Ia ingin menangis sekarang, sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]
General FictionBagaimana ketika siswi SMA menikah dengan guru nya karena terjadi kesalahpahaman? Bahkan guru yang mengajar mata pelajaran olahraga tersebut sudah mempunyai istri bahkan mereka sudah dikaruniai seorang putri? Dan apa alasan istri pertamanya rela sua...