Extra Part

21.4K 593 20
                                    

Beberapa bulan kemudian.....
.

.

.

"Ayah! Bunda mau bubur kacang ijo!"

"Ayah! Dedek bayinya mau dielus!"

"Ayah! Bunda mau pake baju yang dicuci sama Ayah!"

"Ayah! Kenapa belum siap? Ifa udah telat."

"Ayah!"

"Ayah!"

Alfa hanya bisa mengelus dadanya. Tangannya yang dipenuhi busa mencoba menyeka keringat di dahinya. Saat ini ia tengah berperang dengan busa cucian di dalam mesin cuci.

Teriakan Zafia dan Syifa yang seperti itu sudah menjadi sarapannya setiap hari dua bulan terakhir.

Satu-persatu Alfa mencoba menyelesaikan tugasnya. Pertama, ia akan memberikan peringatan kecil untuk Syifa. Dengan lengan yang masih sedikit terdapat sabun, Alfa naik ke atas untuk menemui Syifa. Dia memang tengah mencuci baju Zafia di kamar mandi lantai bawah. Itu juga permintaan Zafia.

Tok! Tok! Tok!

Ceklek!

"Loh? Anak Ayah kok belum siap-siap, sih? Nanti telat, lho." Alfa berjalan mendekati Syifa yang masih menggunakan piyama tidurnya.

"Ifa nggak mau mandi kalau nggak dimandiin. Biasanya 'kan Bunda yang mandiin Ifa. Tapi kata Bunda mandi sama Ayah aja. Ayahnya nggak ke sini-sini, yaudah Ifa nggak mau mandi," jawab Syifa.

"Ifa 'kan udah besar, udah mau jadi Kakak. Jadi kalau mandi harus sendiri. Yaudah, hari ini mandi sama Ayah. Tapi besok harus mandi sendiri, oke." Alfa menggendong Syifa menuju kamar mandi.

"Nah, kalau Ifa udah bisa mandi sendiri, nanti bisa bantu Bunda mandiin dedek. Iya, 'kan?" Alfa menurunkan Syifa di samping bathup.

"Memangnya boleh, Ayah?" tanya Syifa dengan mata berbinar.

"Boleh, dong. Ayo, Ayah ajarin mandi sendri. Biar besok bisa mandiin dedek." Alfa mulai mengajari Syifa untuk mandiri, alias mandi sendiri.

Setelah urusan Syifa selesai --termasuk meminta supir untuk mengantar Syifa ke sekolah-- Alfa kembali melangkahkan kakinya menuju lift untuk menuju lantai tiga, menemui Zafia.

Ting ....

Alfa melangkahkan kakinya mendekati pintu kamarnya. Tanpa mengetuk, Alfa langsung masuk ke dalam. Zafia adalah objek pertama yang Alfa lihat.

Pakaian Zafia masih sama. Kemeja Alfa yang biasa digunakan bekerja adalah pakaian yang kini Zafia kenakan. Sudah beberapa hari terakhir Zafia memang tidak mau menggunakan pakaian miliknya. Ia hanya ingin menggunakan pakaiannya kalau dicucikan oleh Alfa, atau dia akan memakai kemeja Alfa.

"Sayang, kenapa manggil?" Alfa mendekati ranjangnya, di mana Zafia tengah membaca novel di tengahnya.

"Mau bubur kacang ijo, tapi kacangnya harus warna merah!" ketus Zafia tanpa mengalihkan pandangannya dari buku novel.

"Lah, itu gimana, Sayang?" tanya Alfa sambil menggaruk kepalanya yang di mana rambutnya sangat berantakan.

"Mana aku tahu. Ini anak kamu yang mau," ketus Zafia lagi yang kini menjatuhkan buku novelnya di sisi ranjang.

Zafia menyibak selimutnya dan turun dari ranjang. Terlihat dia hanya mengenakan kemeja Alfa yang nampak sangat kebesaran di badannya --yang terlihat lebih berisi-- dan tanpa bawahan apa pun. Jadi terlihat paha mulusnya yang sedikit tersingkap oleh kemeja.

Zafia berjalan mendekati Alfa, dan langsung mendudukkan dirinya di pangkuan Alfa. "Dedeknya minta dielus."

Alfa terkekeh pelan kala Zafia melingkarkan tangannya di leher Alfa. Alfa langsung menyikap kemejanya yang dikenakan Zafia dan memperlihatkan perut Zafia yang terlihat membuncit --dikehamilan Zafia yang masuk lima bulan.

"Dedeknya kangen sama Ayah, ya? Tapi kok suka ngerjain Ayahnya, sih? Tadi minta apa? Bubur kacang ijo yang kacangnya warna merah?" tanya Alfa dengan tangan mengusap perut buncit Zafia.

"Iya, Ayah. Tapi, buburnya  yang buat harus Ayah, ya?" ucap Zafia dengan suara dibuat seperti anak kecil yang manja.

"Uluh-uluh ... harus Ayah, ya? Jadi ceritanya ngerjain Ayah lagi, nih?" tanya Alfa sambil mengecup pipi Zafia singkat.

Zafia hanya cengengesan menjawab pertanyaan Alfa. "Ayah, Bunda mau mandi," ucap Zafia kemudian.

"Ya mandilah, Bunda. Kenapa harus bilang ke Ayah? Mau Ayah mandiin juga, kayak Ifa?" tanya Alfa dengan senyum menggoda.

Zafia memukul pelan dada bidang Alfa. "Bukan itu. Aku nggak mau mandi kalau bajunya belum ada. Memangnya Kak Al mau minta aku pakek baju yang basah?"

"Baju kamu 'kan masih banyak, Sayang."

"Mau yang dicuci Kak Al," rengek Zafia.

"Tapi masih basah, Sayang. Belum Kakak jemur," jawab Alfa sedikit gemas.

"Kok cepet banget nyucinya? Jangan-jangan pakek mesin cuci, ya?" tanya Zafia sambil menatap wajah Alfa.

"Ng-nggak! Pakek ... pakek tangan. Iya. Kan kamu mintanya Kakak yang cuci, bukan mesin," jawab Alfa sedikit gelagapan.

"Iihh! Bohong." Zafia langsung berdiri dari pangkuan Alfa. "Pokoknya Kakak harus cuci ulang pakek tangan. Nggak boleh dibantuin sama siapa pun, dan nggak boleh pajak mesin cuci! Titik!"

Zafia menghentakkan kakinya kesal, kemudian berjalan ke ranjangnya dan mendudukkan dirinya kembali sambil membaca novel.

Alfa menghela nafas pelan. "Yaudah Kakak cuci dulu. Tapi, kasih kiss, dong, biar semangat."  

Alfa mendekati Zafia dan jongkok di depan Zafia. Memegang paha Zafia yang terekspos dengan kaki yang menjuntai ke bawah.

Cup.

"Semangat berjuang bersama busa, Suamiku," ucap Zafia dengan senyum mengembang. Alfa juga mengembangkan senyumnya mendapat hadiah dari Zafia.

"Cepet sana! Nanti kalau kesiangan nggak kering!" ketus Zafia yang membuat senyum Alfa luntur kembali.
Dengan semangat ya baru yang terpatahkan, Alfa melangkah gontai menuju pintu keluar. 'Selamat berjuang kembali dengan busa,' batin Alfa sebelum menutup pintu kamarnya.

  ***********

~Tamattt~


Ekstra partnya udah ya cuma ini aja😂 Untuk yang minta kelanjutan hidup Denzi, akan dibahas dilain kesempatan🤣 Tapi yang jelas, jodohnya Denzi itu ada. Cuma masih nyasar, wkwkwk.😗.

Kamis,9September2021

Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang