Meja makan terasa canggung sejak kehadiran Zafia. Namun gadis itu nampak biasa-biasa saja seperti makan di rumah sendiri.
Tisya melirik Alfa kemudian menunjuk Zafia dengan tatapan matanya. Tatapan Tisya seperti mengisyaratkan 'Apa gaya makan orang kaya memang seperti Zafia?'. Alfa hanya menggidikkan bahunya, tidak tahu.
"Kakak cantik, kata Ayah, kalau makan kakinya tidak boleh di letakkan di atas seperti itu. Dosa, tidak sopan," celetuk Syifa yang kini tengah disuap oleh Tisya.
Alfa dan Tisya saling lirik, kemudian tersenyum. Bangga dengan anak mereka.
"Oohh, tak boleh, ya? Tapi seru lho, Ifa cara kakak ini. Kamu mau coba? Coba aja, deh. Pasti ketagihan."
Dan dengan santainya Zafia melanjutkan makannya tanpa memperhatikan tatapan tajam Alfa.
"Beneran seru, Kak? Ifa juga mau coba. Ayah, Ifa pakek gaya kayak kakak, ya? Pasti keren," ucap Ifa memberikan kedua jempolnya di hadapan Alfa.
"Jelas keren, dong. Kakak," ucap Zafia membanggakan diri.
"Zafia." Alfa memberikan kode untuk Zafia agar diam.
Dan dengan bodohnya Zafia menjawab, "Iya, saya."
"Bisa berperilaku dengan baik? Di sini ada Ifa yang masih kecil. Berperilakulah dengan baik, agar ia juga mengikuti perilakumu," ucap Alfa dengan nada lembut. Ia tak pernah menampakkan marahnya di depan sang anak.
"Kakak, seperti ini bukan? Ifa udah keren?" tanya Syifa menaikkan kakinya di atas kursi, mengikuti gaya Zafia.
"Wiihh ... Sangat--"
"Zafia!"
Kali ini Alfa mengeluarkan suaranya lebih tegas. Zafia hanya memandang sekilas, kemudian nyengir. Baiklah, demi kebaikan Ifa.
"Ifa salah. Kalau anak kecil, gaya kerennya kayak Ifa tadi. Kalau udah besar, baru kayak kakak. Makanya Ifa kalau makan yang banyak, biar cepet besar. Nanti bisa bergaya seperti kakak," ucap Zafia menepuk dadanya, bangga.
"Yaah ... Ifa tidak jadi keren." Syifa langsung menjatuhkan sendoknya di piring dan kakinya di bawah meja.
"Hey, kata siapa? Ifa dengan gaya apapun keren, kok. Apalagi kalau lagi senyum, ada tambahan imut sama lucunya. Terus, mana dong senyum Ifa?" tanya Zafia mencubit pelan pipi Syifa.
Syifa duduk di antara Zafia dan Tisya. Sedangkan Alfa duduk di ujung meja yang hanya khusus untuknya.
Mendengar ucapan Zafia, Syifa langsung menyeringai lebar. Menambah kesan lucu dan imut pada wajah mungil polosnya. Zafia lagi-lagi mencubit pipinya.
Sarapan berjalan sampai sepuluh menit ke depan. Semuanya sudah dibereskan ART yang bekerja di rumah itu. Kini, meja makan kosong. Zafia berniat beranjak, namun tertahan.
"Zafia?" kalimat pertama yang keluar dari bibir Tisya untuk Zafia.
Zafia kembali duduk. Dia menelan salivanya susah payah. Jangan-jangan istri pertama Alfa ini punya strategi. Strategi seperti istri-istri tersakiti yang suaminya nikah lagi. Sama yang lebih muda lagi seperti dia.
Jangan-jangan Zafia mau dicakar wajahnya. Oh, no. Jangan sampai itu terjadi. Oh, atau makanan yang di makan Zafia ada racunnya. Dalam waktu satu jam kedepan, Zafia akan meninggal secara histeris dengan tubuh hancur karena bom makanan.
Zafia menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin seperti itu. Tapi, dari film indosiar yang pernah sesekali Zafia tonton, nggak ada yang namanya istri terima dengan pernikahan kedus suaminya. Siap, tamat benar nasib Zafia di meja makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]
Fiksi UmumBagaimana ketika siswi SMA menikah dengan guru nya karena terjadi kesalahpahaman? Bahkan guru yang mengajar mata pelajaran olahraga tersebut sudah mempunyai istri bahkan mereka sudah dikaruniai seorang putri? Dan apa alasan istri pertamanya rela sua...