Happy Reading!"Loh, Zafia? Kamu kenapa ke dapur, Nak? Kamu butuh sesuatu? Biar Mama antar ke kamar kamu aja. Kamu harus banyak istirahat," ucap Tari saat melihat Zafia berjalan mendekatinya. Ia buru-buru mematikan kompor, karena bubur yang tengah dibuatnya sudah selesai.
"Zafia udah nggak pa-pa, Ma. Itu bubur untuk Zafia 'kan, Ma? Boleh Zafia bawa sekarang?" tanya Zafia sambil melirik panci yang menampakkan bubur putih.
"Boleh, Sayang. Seharusnya 'kan Alfa yang bawakan. Tapi kenapa suami kamu itu belum keluar kamar, ya? Dari kemarin Mama belum lihat dia," ucap Tari sambil mengambil mangkuk untuk bubur Zafia.
"Kak Al sakit, Ma," lirih Zafia berucap.
"Astaghfirullah, Ya Allah. Alfa sakit, Nak? Kok bisa?" Tari buru-buru meletakkan mangkuk yang baru terisi setengah mangkuk bubur. Dia langsung menghadap Zafia dengan sorot mata khawatir.
"Hmm, nggak tahu, Ma. Itu buburnya udah siap? Zafia juga mau minta obat untuk Kak Al. Mama letak di mana? Biar Zaf ambil," ucap Zafia sambil tersenyum tipis melihat wajah khawatir Tari.
"Sudah, Mama ambilkan obatnya Alfa. Kamu isi bubur buburnya dengan mangkuk yang ini, ya. Lebih besar. Bisa untuk sarapan kamu dan Alfa berdua," ucap Tari buru-buru pergi untuk mengambil obat Alfa.
Zafia mengambil mangkuk yang disodorkan Tari tadi. Dia melihat ke arah panci yang menampakkan bubur yang lumayan banyak. Alisnya bertautan, bingung. Masak iya semua bubur ini untuknya? Maksudnya, untuk Alfa?
Walau pertanyaan itu masih mengambang di otaknya, Zafia memilih untuk bungkam dulu. Dia segera menyendok bubur dan memasukkannya ke mangkuk yang lebih besar tadi.
'Kalau gini cukupnya untuk aku berdua dengan Kak Al,' batin Zafia sambil mengamati bubur di mangkuk yang lumayan besar itu.
"Ini, Nak. Buruan kamu bawa untuk Alfa. Kasihan dia nunggu kamu," ucap Tari sambil memberikan nampan berisi segelas air putih dan plastik klip yang berisi beberapa butir obat. Zafia segera meletakkan buburnya di sana dan mengambil alih nampan dari tangan Tari.
"Ma?" Zafia menatap Tari ragu. Ingin bertanya, namun suaranya nyangkut di tenggorokan.
"Kenapa, Sayang? Cepat kamu bawa bubur ini. Nanti Alfa capek nunggu kamu," ucap Tari mendorong pelan bahu Zafia.
"Eng ... itu. Mama selama masak bubur Zaf memang sebanyak itu porsinya? Tapi kenapa saat Kak Al bawa ke kamar, porsinya sama seperti porsi Zaf, ya? Tapi ini? Kenapa banyak?" tanya Zafia berusaha menyuarakan kebingungannya.
Tari terhenyak mendengar ucapan Zafia. Dia menatap Zafia ragu, kemudian menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Itu ... sebenarnya ..."
"Ayolah, Ma. Jangan buat Zaf bingung. Mama dan Papa 'kan nggak biasa sarapan sama bubur. Syifa juga, 'kan? Lalu siapa yang makan buburnya kalau Mama buat banyak kayak gini?" tanya Zafia sedikit mendesak.
Tari menghembuskan nafas pelan. Ditatapnya wajah Zafia yang sedikit pucat, namun sudah lebih baik dari sebelumnya.
"Bubur itu sebenarnya untuk sarapan kamu dan Alfa. Dia--"
"Kak Al, Ma? Kak Al nggak pernah sarapan bubur juga, lho, Ma," ucap Zafia memotong penjelasan Tari.
"Dia memaksa, Nak. Dia 'tak pernah mau memakan nasi selama kamu belum diizinkan memakan makanan yang berat. Dia berfikir, bagaimana bisa dia makan enak, sedangkan kamu hanya memakan bubur putih itu? Dia mengancam, tidak makan atau dia makan bubur itu? Ya, kami hanya pasrah. Mungkin salah satu penyebab Alfa demam juga ini. Dan ..."
Tari membuang muka dari Zafia. Berusaha tidak menatap manik Zafia yang terkesan mengintimidasinya.
"Dan apa, Ma?" Zafia meletakkan nampak di meja dekat sana. Kemudian memegang lengan Tari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]
General FictionBagaimana ketika siswi SMA menikah dengan guru nya karena terjadi kesalahpahaman? Bahkan guru yang mengajar mata pelajaran olahraga tersebut sudah mempunyai istri bahkan mereka sudah dikaruniai seorang putri? Dan apa alasan istri pertamanya rela sua...