"Fia! Kau di dalam, Fi? Buka pintunya, Fi, aku mau bicara sesuatu sama kau," teriak Dinda di depan kamar Zafia. Dia menggedor-gedor pintu kamar Zafia hingga membuat bodyguard yang berada di sebelahnya meringis menahan suara itu.
"Hey, kau bilang Fia ada di dalam. Kenapa dia tak buka pintu kamarnya?" tanya Dinda pada bodyguard yang memang bertugas mengawasi kamar Zafia.
"Nona Zafia ada di dalam, nona Dinda. Mungkin tidak dengar," jawab bodyguard itu.
'Yang benar saja dia tidak dengar suara gedoran ini. Ku liat bodyguard itu sampai meringis saat aku gedor pintu ini,' batin Dinda ragu dengan jawaban bodyguard Zafia.
"Fia! Kau--"
"Sabarlah, Din. Aku lagi mager kali hari ini. Bisa diam tidak tangan kau itu. Bisa rusak pintu kamar tu nanti," ucap Zafia yang tiba-tiba membuka pintu kamarnya.
Penampilan Zafia saat keluar kamat membuat Dinda berjengit kaget. Zafia masih mengenakan piyama tidurnya dengan rambut di ikat acak-acakan.
"Masuklah kau. Malas kali aku turun dari ranjang ini, ah," ucap Zafia mengambil earphonenya dan memasangnya ke telinga. Dia kembali berbaring di ranjang king size dengan posisi tengkurap.
"Astaga! Ini kamar atau gudang, Fia? Jangan bilang, seminggu kau tak masuk sekolah kerjaan kau hanya baringan di atas ranjang ini doank?" tanya Dinda naik ke atas ranjang Zafia.
"Tak juga. Aku makan harus berdiri dulu, minta tolong sama bodyguard depan kamar. Terus balik lagi ke ranjang. Selesai makan ku kasih lagi piringnya sama bodyguard itu. Kalau mandi juga harus ke kamar mandi. Buang air juga, tak mungkin aku buang air di sini kan?" jawab Zafia masih di posisi nya.
Zafia memang tak keluar kamar selama seminggu. Semuanya dia lakukan di kamar. Kamarnyapun sekarang seperti gudang mewah. Warna cat kamar yang dominan berwarna cerah tapi di isi dengan peralatan yang sangat tidak teratur tempatnya.
Boneka panda di atas tivi, bungkus jajan berserakan di bawah tempat tidur, pakaiannya berserakan di sofa --selain pakaian dalam--, selimut entah sudah ada di mana, buku-buku novel berserakan di lantai. Dan banyak lagi barang yang tidak mungkin di jabarkan di sini.
"Ah, terserah hidup kau. Anak sultan memang bebas. Aku--"
"Aku anak Pak Wisnu yang gila kerja, bukan anak sultan," ucap Zafia memotong ucapan Dinda.
"Terserah kau. Aku ada berita update yang seminggu ini kau lewatkan. Pertama, kau harus tahu kalau Pak Alfa sudah tahu rumah kau tanpa di beri tahu siapapun. Kau ingat saat kaki kau terkilir? Pak Alfa bisa tahu rumah kau tanpa kita kasih tahu," ucap Dinda.
"Ada GPS, dia mungkin tanya benda itu," ucap Zafia cuek.
"Hey, bodoh. GPS mana bisa bantu dia saat itu. Caranya gimana coba?"
"Mana aku tahu. Papa sialanku itu belum bolehin aku pegang benda segi empat itu. Mana pulak aku tahu," jawab Zafia.
Zafia memang tidak diperbolehkan oleh Wisnu untuk memegang handphone. Di umurnya yang sudah beranjak remaja ini dia bahkan tidak terlalu update di medsos.
Wisnu terlalu takut anak gadisnya ini mengenal dunia maya yang kejam. Dia bahkan tidak membelikan Zafia handphone di umurnya yang sudah tujuh belas tahun ini. Dia bahkan juga tega mengurung Zafia di rumah --karena ada Tari, Zafia menetap di kamarnya-- dan hanya boleh keluar bila dikawal oleh Bima.
Dia hanya ingin Zafia belajar, belajar, dan belajar agar bisa meneruskan perusahaannya kelak, yang entah berada di mana-mana saja. Wisnu terlalu sayang terhadap Zafia, namun caranya salah dengan mengurung Zafia dan mengekangnya dengan buku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]
Ficção GeralBagaimana ketika siswi SMA menikah dengan guru nya karena terjadi kesalahpahaman? Bahkan guru yang mengajar mata pelajaran olahraga tersebut sudah mempunyai istri bahkan mereka sudah dikaruniai seorang putri? Dan apa alasan istri pertamanya rela sua...