Happy Reading🍂Tiga hari kemudian. Zafia masih tetap mengurung diri di kamar. Masih tetap seperti Zafia beberapa hari yang lalu. Menjadi pendiam, tidak peduli, dan merasa bodo amat dengan sekitarnya.
Di hari ke sepuluh setelah kepergian Tisya membuat Zafia berfikir banyak. Apa benar dia yang menyebabkan Tisya meninggal? Kalau tidak, kenapa dia sangat merasa bersalah pada Alfa dan Syifa, terutama Syifa?
Apa begini perasaannya ketika kita tidak bersalah, tapi diri kita sendiri yang mensugesti kesalahan itu kita yang berbuat?
Apa begini perasaan Mama Tirinya ketika mengetahui Mama kandungnya meninggal? Tapi, kalau memang Mama kandungnya meninggal karena penyakit, apakah Mama tirinya sebelumnya sudah mengetahui? Apa seperti dirinya? Tidak tahu apa-apa?
Zafia menggelengkan kepalanya kala pikirannya sendiri tiba-tiba tertuju pada Tari. Tidak. Dia jelas beda dengan Tari. Tari pembunuh, sedangkan dia hanya korban. Separuh hati Zafia menolak.
Bukannya kau juga pembunuh? Bisa jadi Tari hanyalah korban. Sama sepertimu. Separuh hati Zafia berkata lain.
Zafia memegang lengannya yang tambah kecil. Sepuluh hari ini selera makannya turun drastis. Moodnya tidak menentu. Dan emosinya mudah terpancing.
Zafia menutup mulutnya dengan telapak tangan ketika merasakan mual yang sangat. Ulu hatinya terasa nyeri dan seperti terbakar di bagian dada. Dia berlari kearah kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya di wastafel kamar mandi.
Zafia keluar dari kamar mandi dengan keadaan lemas. Saat tubuhnya didudukkan di depan meja rias, rasa mual itu kembali menghadang. Kepalanya mulai merasakan sakit yang luar biasa. Di sisa muntahan terakhirnya, Zafia mendapati sedikit cairan merah seperti darah yang bercampur dengan bekas makanannya. Zafia segera menghidupkan kran air yang membilas sisa muntahannya. Berkumur dengan air dan kembali berjalan keluar kamar.
Tepat saat pintu kamar mandi terbuka, pintu kamar Zafia terdengar tertutup. Seseorang nampak memperhatikan Zafia dari balik pintu.
Kepalanya Zafia berkunang-kunang. Detik berikutnya, tubuhnya ambruk di lantai. Alfa yang berdiri di balik pintu memekik kaget saat mendapati Zafia tergelatak di depan kamar mandi.
Dia segera membawa tubuh kurus Zafia ke atas ranjang dan mencoba membangunkannya berkali-kali. Namun Zafia tak kunjung sadar akan hal itu.
"Papa, Mama, Bima! Zafia pingsan. Bima, panggilkan dokter, cepat! Zafia, bangun, Zaf. Kamu kenapa, hmm?" Alfa terus menepuk pipi Zafia, berusaha membuatnya bangun.
Tak lama kemudian Tari dan Wisnu masuk ke dalam. Tari langsung lari ke samping Zafia dan memeluk Putrinya erat.
"Nak, bangun, Sayang. Kamu kenapa? Alfa, ada apa dengan Zafia?" tanya Tari yang sudah berderai air mata.
"Alfa nggak tahu, Ma. Tadi waktu Alfa masuk kamar, Zafia sudah pingsan di depan kamar mandi. Maaf, Ma. Maafkan Alfa yang nggak bisa jaga Zafia," ucap Alfa dengan wajah penuh sesal.
"Ini bukan salah kamu. Mungkin magg Zafia kambuh karena beberapa hari ini jarang diisi makanan. Sebaiknya kita tunggu Dokter saja. Papa sudah meminta Bima menelpon tadi," ucap Wisnu berdiri di sisi ranjang Zafia.
"Pa, kita bawa Zafia ke rumah sakit saja. Mama takut terjadi sesuatu pada Zafia, Pa," ucap Tari menggenggam tangan Zafia.
"Tidak perlu, Ma. Kasihan Zafia kalau bangun-bangun ada di Rumah sakit. Mama tahu sendiri seberapa takut Zafia sama bangunan itu," ucap Wisnu.
Beberapa saat kemudian dokter masuk bersama Bima. Dokter meminta untuk semuanya keluar dari kamar itu. Namun Alfa menolaknya, begitupun Tari.
Tapi, karena perintah Wisnu, akhirnya Tari menurut untuk keluar, dan menyisakan Zafia, Alfa dan dokter itu di dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]
General FictionBagaimana ketika siswi SMA menikah dengan guru nya karena terjadi kesalahpahaman? Bahkan guru yang mengajar mata pelajaran olahraga tersebut sudah mempunyai istri bahkan mereka sudah dikaruniai seorang putri? Dan apa alasan istri pertamanya rela sua...