19

14.4K 699 8
                                    


Happy Reading 🍂

Alfa nampak mondar-mandir di depan pagar dengan tangan kanan ditopangkan tangan kirinya. Dia tengah menunggu Zafia dan Syifa yang sampai sekarang belum kunjung pulang.

Laporan dari Bima siang tadi sudah cukup membuatnya naik pitam. Ditambah lagi Zafia yang belum pulang sampai waktu hampir mendekati maghrib.

Jam sudah menunjukkan pukul 17.25. Itulah yang terakhir kali dilihat Alfa di layar ponselnya. Tisya sedari tadi memperhatikan Alfa yang tak kunjung tenang.

"Sudahlah, Mas. Kita tunggu Zafia di dalam saja. Mungkin Syifa minta jalan-jalan sebentar sama Bundanya, makanya mereka pulang terlambat sedikit," ucap Tisya dengan tangan mengelus lengan Alfa.

"Sedikit dari mana? Ini sudah lebih dari lima jam dia pergi jika dihitung dari jam pulang sekolahnya dan Syifa. Kemana anak itu pergi. Lihat saja," desis Alfa menghentikan langkahnya.

"Sebentar lagi mungkin pulang. Bisa jadi mereka jalan dengan teman Zafia itu. Siapa namanya? Dinda? Ah, iya Dinda. Syifa cukup dekat dengan mereka 'kan?" ucap Tisya mengambil kesimpulan terbaiknya.

"Setidaknya hubungi aku dulu, apa salahnya?" ucap Alfa kembali mondar-mandir.

Tisya tak menjawab. Ia hanya menenangkan Alfa dengan mengelus lengannya.

Tak lama dari itu suara motor berhenti terdengar di pinggir jalan depan Alfa. Dengan cepat Alfa menghentikan jalannya hanya untuk melihat siapa si pengendara yang berhenti di sana.

Zafia, Syifa, dan ... Denzi. Zafia langsung turun dari boncengan Denzi. Sedangkan Syifa langsung diturunkan Denzi dari jok depannya.

"Abang tampan, besok bawa Ifa jalan-jalan lagi, ya? Seru banget naik motornya, brum brum ..." ucap Syifa memperagakan gaya Denzi kala memboncengnya tadi.

Denzi hanya tersenyum tipis menanggapi Syifa, kemudian menghadap Zafia dengan sorot mata sinis.

"Pulang sana, kau! Buang-buang waktu belajar ku kau, Fi. Ck, kalau bukan karena bocah menggemaskan ini, tak mau aku ajak kalian jalan-jalan," desis Denzi dengan suara kecil karena takut Syifa mendengarnya.

"Sabar, Zi. Aku bayar, kok," ucap Zafia sambil mengambilkan uang berwarna merah tas sekolahnya. Kemudian memberikannya pada Denzi dua lembar.

"Ck, aku macam bekerja denganmu, Fi. Cih, tak sudi aku sebenarnya menerima uang itu. Tapi, karena kau sudah membuang waktuku, anggap saja ini bayaran yang setimpal," ucap Denzi mengambil kasar uang dari tangan Zafia.

Zafia terkekeh pelan melihat wajah kesal Denzi. "Hampir menyesal aku mengatakan kau tampan pagi ini," ucap Zafia berjalan ke trotoar.

Denzi tak menjawab. Ia mulai menghidupkan motornya. Tapi, sebelum motornya berjalan membelah jalanan yang sudah mulai sepi, tarikan seseorang yang menarik Zafia membuatnya menoleh sekilas.

Matanya langsung melotot kala melihat Alfa di sana. "Pak Alfa 'kan? Bapak ngapain ada di rumah Zafia?" tanya Denzi spontan.

"Sudah, pulang sana kau! Jangan urus masalah ini. Dan ingat, kau lupakan saja kalau sudah bertemu Pak Alfa di sini," ucap Zafia mengibaskan tangannya, meminta Denzi pergi.

"Bawa Syifa masuk," titah Alfa pada Tisya.

Tanpa menunggu diminta dua kali, Tisya langsung menggendong Syifa dan membawanya ke dalam. Syifa terus saja berceloteh tentang harinya bersama Zafia dan Denzi tadi. Tisya hanya mengangguk sebagai respon.

"Kau punya hutang penjelasan padaku, Fi," sinis Denzi mengangguk ke arah Alfa kemudian melajukan motornya.

'Mungkin abangnya, Zafia. Atau iparnya? Atau pamannya? Astaga, Pak Alfa terlalu tua untuk di panggil paman oleh Zafia. Lalu, siapa Zafia? Kakaknya lebih mungkin,' batin Denzi sedikit terganggu dengan kedatangan Alfa.

Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang