33

13.6K 629 15
                                    


Happy Reading 🍂

"Mama kecewa denganmu, Zaf."

Zafia mengedarkan pandangannya kesekeliling Taman. Halaman luas yang dipenuhi berbagai jenis bunga memenuhi penglihatan Zafia.

Zafia terus berputar, mencari tahu asal suara tak asing yang baru saja memasuki pendengarannya. Kakinya perlahan melangkah untuk mencari ke tempat lain.

"Mama tidak menyangka kalau anak kesayangan Mama akan mengecewakan Mama."

"Ma?" Suara bergetar Zafia bergumam. Pandangannya masik menelisik kesekelilingnya, mencari sumber suara.

"Ma? Zaf rindu Mama. Mama ada di mana?" Zafia terus melangkah mencari sumber suara itu.

"Jangan ikuti egomu, Zaf. Jangan buat Mama kecewa."

Pandangan Zafia tertuju pada kursi di bawah pohon pucuk merah yang tumbuh berjejeran di pinggir taman. Zafia langsung berlari ke sana setelah memastikan sesuatu.

"Mama, Zaf rindu Mama." Zafia berhambur memeluk wanita yang tengah duduk di kursi itu.

Wanita itu melepaskan pelukan Zafia. "Mama tidak pernah mengajarkanmu membenci seseorang, Zaf. Mama selalu mendidikmu untuk menghancurkan bibit kebencian yang tumbuh dalam hatimu, di dalam sini." Wanita itu memegang dada Zafia.

"Ma, dia sudah memisahkan Mama dengan Zaf. Zaf tidak pernah menyukainya," lirih Zafia sambil menyeka air mata di pipinya.

"Jangan menyalahkan takdir, Sayang. Kematian bukan ketentuan yang dibuat manusia. Kematian seseorang sudah ditakdirkan Allah jauh sebelum orang tersebut lahir."

"Mama pergi bukan karena keinginan Mama ataupun Mama tirimu, Tari. Mama pergi karena memang suratan takdir Mama mengatakan tugas Mama sudah selesai. Tugas Mama untuk mendidik kamu sudah selesai dan Allah percaya, kamu akan tumbuh menjadi gadis yang baik karena didikan Mama tersebut. Tapi kamu mengecewakan Mama, Zaf. Kamu tumbuh tidak seperti yang Mama ajarkan. Tidak seperti yang Mama impikan."

"Ma, Zaf minta maaf. Zaf tidak mau kehilangan Mama. Zaf mau ikut Mama," ucap Zafia dengan air mata terus keluar. Sebisa mungkin ia menahannya, sederas itu pula air mengaliri pipi tirusnya.

"Ada sesuatu yang harus kamu selesaikan di dunia, Nak. Mama selalu menyayangimu. Mama selalu menjagamu di sini. Pergilah, maka Mama akan kembali bangga dengan Zaf Mama," ucap wanita itu membelai rambut Zafia.

"Zaf mau ikut Mama. Mama jangan tinggalkan Zaf, Ma. Mama! Mama, Zaf mau ikut Mama!" teriak Zafia berusaha menggapai Mamanya yang berjalan menjauh.

"Mama! Tunggu Zaf! Jangan tinggalkan Zaf lagi, Ma!" Zafia berlari mengejar Mamanya. Namun kakinya tersandung ranting kayu yang entah dari mana datangnya. Seketika itu, Zafia di Rumah Sakit terbangun dengan deru nafas kencang.

"Ma?" gumam Zafia menelisik sekitarnya. Ruangan yang sama, sendiri.

"Mama, Zaf rindu Mama. Kenapa Mama tega tinggalkan Zaf sendiri hiks ... Zaf mau ikut Mama," lirih Zafia menggenggam erat selimut di pinggangnya.

'Zaf ingat pesan Mama? Zaf tidak boleh benci dengan seseorang dengan sungguh-sungguh. Karena benci yang di tumbuh dari hati kecil Zaf, maka akan membuat Zaf menghancurkan diri Zaf sendiri,' ucap seorang wanita sambil mengelus kepala putrinya yang tengah tidur di pahanya.

'Tapi Papa jahat, Ma. Zaf benci Papa. Papa lupa belikan Zaf boneka teddy bear. Padahal Papa udah janji sama Zaf,' ucap gadis itu memasang wajah manyunnya pada sang Mama.

'Zaf yakin benci sama Papa? Bukannya Zaf hanya kecewa karena Papa lupa membelikan boneka teddy-nya?' tanya wanita itu menoel hidung putrinya.

'Memangnya benci sama kecewa itu beda, Ma? Menurut Zaf sama saja,' sungut putrinya.

Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang