16

16.3K 749 9
                                    


Happy Reading 🍂

Kembali setelah Zafia dan Syifa beranjak ke kamar bersama. Alfa dan Tisya tampak berbincang di ruang keluarga setelah kedua orang tersebut pergi ke kamar masing-masing.

Membicarakan apa? Zafia tentunya.

Tisya menceritakan semua percakapannya bersama Zafia pada Alfa di ruang keluarga tersebut. Alfa tampak salah tingkah kala Tisya selesai menceritakan semuanya.

"Kamu tahu? Dia mengatakan kalau kamu kanibal. Apa benar kalau kamu memakan bibir dia?" tanya Tisya dengan nada menggoda. Tapi ketahuilah, dia tengah menahan nyeri yang menjalar di ulu hatinya.

"Hmm, sebetulnya ... Zafia buat aku kesal saat pulang sekolah tadi. Ya, ya ... aku reflek aja lakuin itu sama dia. Tapi, tapi kamu jangan marah, sayang. Beneran, aku nggak ada niat sebelumnya. Hanya ... hanya reflek," jelas Alfa terbata-bata dengan tangan menggaruk tengkuknya.

"Kamu seperti suami yang ketahuan istrinya cemburu dengan wanita lain. Kamu ingat, Mas, Zafia itu istri kamu juga. Kamu boleh cemburu sama dia, marah kalau dia dekat pria lain, mengatur hidupnya agar lebih baik. Itu semua memang sudah menjadi tanggung jawab kamu," ucap Tisya dengan bijaknya. Tangannya mengelus tangan Alfa, menenangkannya.

"Aku takut menyakiti kamu, Sya. Melihat aku menikah dengan Zafia ditambah satu rumah dengannya saja pasti sudah membuatmu terluka. Aku tak mau menambahnya lagi," lirih Alfa menarik kepala Tisya menempel ke dadanya.

"Zafia beda, Mas. Coba aku tanya sama kamu." Tisya menarik kepalanya dan menatap Alfa. "Apa Zafia pernah terlihat menggoda kamu agar aku cemburu?" Alfa menggelengkan kepalanya.

"Apa Zafia terlihat seperti istri kedua yang mungkin sengaja ingin mengusir posisi aku jadi istri pertama kamu?" Alfa menggeleng lagi.

"Nah, itulah yang harus kamu tahu. Zafia sudah terlihat baik dengan sikapnya selama seharian di rumah ini. Kalau mungkin bukan Zafia yang jadi istri kedua kamu, bisa saja orang yang jadi istri kedua kamu itu mengusir posisi aku. Kamu tahu kenapa?" Lagi, Alfa hanya menggelengkan kepalanya.

Tisya terkekeh pelan. "Kamu lihat diri kamu, Mas? Tampan, tinggi gagah, masih muda sudah jadi Direktur. Gadis mana yang tidak kecantol sama kamu dengan perawakan kamu yang seperti keturunan barat ini? Dan itu Zafia. Kamu lihat bagaimana Zafia menatapmu?"

Alfa menggaruk rambutnya. "Apa, apa Bima terlihat lebih tampan dariku?" Pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Alfa.

Tisya terdiam sejenak, kemudian tersentum lembut pada Alfa. "Zafia melihat orang bukan dari luarnya, Mas. Dia mengenal pengawalnya itu sudah lama, sedangkan denganmu hanya beberapa minggu. Itu saja jika pertemuan kalian dihitung, tidak lebih dari hitungan jari tangan, bukan?"

"Ya. Dia terlihat sangat dekat dengan pengawalnya itu. Dan dengan bodohnya aku membiarkan pengawalnya itu untuk menginap di sini selama dua minggu sebelum kita kembali ke Jakarta. Apa keputusanku sudah benar?" tanya Alfa memandang Tisya.

Tisya kembali terdiam. Ada sedikit rasa nyeri yang menjalar di lubuk hatinya paling dalam. Melihat seseorang yang berstatus suamimu cemburu dengan madu-mu sendiri memang bukan perkara yang mudah.

Tisya berusaha tersenyum. "Bila itu sudah menjadi keputusanmu, aku hanya bisa mengikuti. Kamu pemimpin di keluarga kita. Ya sudah, ayo, kita tidur. Sudah terlalu larut untuk melanjutkan pembicaraannya," ucap Tisya mulai beranjak.

"Apa kamu marah padaku karena mengatakan itu?" tanya Alfa menahan tangan Tisya. Dia merasa telah mengatakan sesuatu yang membuat istrinya ini tersinggung.

"Tidak. Aku bisa memakluminya. Aku hanya ingin meminta nafkah batinku padamu. Apakah kamu bersedia?" tanya Tisya malu-malu.

Tisya tak ingin Alfa terlalu mementingkan perasaannya. Ia sudah bahagia dengan keberadaan Zafia yang mungkin secara tidak langsung membantunya dalam masalah rumah tangganya dengan Alfa.

Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang