55

11.2K 453 2
                                        


Happy Reading!

Alfa mengerjap-ngerjapkan matanya pelan. Kepalanya terasa pusing dan badannya pun terasa lemas. Ia mencoba mengingat kejadian terakhir sebelum ia berada di sana.

"Zafia."

Alfa langsung duduk dari ranjangnya. Dia sedikit meringis kala merasakan perih di atas punggung tangannya saat hendak terduduk tadi. Dia mengedarkan pandangannya. Ada Ilham, Bima, Denzi, dan Fikri di dalam ruangan itu.

Kembali Alfa teringat pada Zafia. Ia memaksakan tenaganya agar bisa turun dari ranjang itu. Mendengar suara sesuatu, Bima yang tertidur di sofa bersama yang lain terbangun. Dia segera bangkit dan mendekati Alfa.

"Ada yang sakit, Tuan? Mau saya panggilkan Dokter?" tanya Bima yang sudah berada di sebelah ranjang Alfa.

"Zafia. Aku harus ke ruangan Zafia sekarang, Bim. Antar aku ke sana. Cepat!" Suara Alfa yang sedikit keras membangunkan Denzi, Ilham, dan Fikri yang tidur di sofa. Mereka juga berjalan mendekati Alfa.

"Nona Zaf--"

"Jangan banyak penjelasan, Bima! Antarkan aku ke sana sekarang!" teriak Alfa sambil berusaha melepaskan infus di tangannya.

"Kondisi Tuan belum pulih. Dokter meminta Tuan untuk mengisi tenaga dulu," ucap Bima.

"Kamu memintaku untuk pulih sedangkan aku belum mengetahui kondisi Zafia? Antar aku ke sana, Bima!" ucap Alfa dengan intonasi yang tinggi.

"Jangan gegabah, Bang. Zafia baik-baik aja," ucap Denzi yang ikut membujuk Alfa.

"Baik katamu? Kamu kira aku nggak denger kata dokter tadi? Kamu kira aku tuli saat Dokter jelasin kondisi Zafia? Kamu kira apa, hah!" teriak Alfa.

Tangan Alfa sudah berhasil terlepas dari jarum infus. Dia langsung menarik kerah baju Denzi dan menghempaskannya dengan kasar. Kakinya langsung turun dan memaksakan diri untuk bisa tetap melangkah di kondisinya yang sedang lemah.

Keempat orang itu mengikuti langkah Alfa. Mereka berusaha membujuk Alfa agar istirahat terlebih dahulu. Namun usaha mereka gagal, karena sampai Alfa sampai di ruangan Zafia, mereka tetap belum bisa membujuk Alfa.

Brak!

Alfa reflek membuka pintu dengan kasar. Semua orang yang ada di dalam terkejut dengan itu. Namun Alfa menulikan telinganya karena pertanyaan yang reflek terlontar dari bibir orang di dalam. Dia langsung berlari dengan sisa tenaganya dan mendekati kasur Zafia.

"Zafia? Kamu bangun, Sayang. Kakak mohon, buka mata kamu untuk Kakak. Kalau kamu masih marah sama Kakak, setidaknya buka mata kamu untuk diri kamu sendiri," lirih Alfa sambil menggenggam tangan Zafia.

"Maaf, Nyonya. Tuan Alfa--"

Tari mengisyaratkan telunjuknya ke arah Bima. Dia meminta keempat lelaki itu untuk keluar, juga meminta Kartika dan Dinda mengikutinya. Wisnu sekarang sedang menjaga Syifa di rumah, bergantian dengan Denzi seharian ini.

Tari mendekati Alfa yang tengah berlutut di kasur Zafia. Wajah pucat dan lelah yang Tari dapat dari menantunya ini. Tangannya terjulur untuk mengambil kursi yang terpelanting akibat dorongan Alfa.

"Duduk dulu, Nak. Kamu pasti lelah," ucap Tari lembut sambil mengusap kepala Alfa.

"Zafia, Ma? Kondisi Zafia bagaimana?" tanya Alfa dengan nada parau.

"Kamu duduk dulu. Biar Mama cerita," ucap Tari lagi.

Alfa menurut. Dengan genggaman yang belum terlepas, dia duduk dan menoleh ke arah Tari. Tari memilih duduk di atas kasur Zafia.

Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang