Happy Reading 🍂"Aku tak mau pindah," ucap Zafia dengan mata berkaca-kaca. Tangannya masih setia memeluk pinggang Tari. Pun tangan Tari yang membelai lembut kepalanya.
"Kamu harus ikut suami kamu, Zaf. Papa sudah memindahkan tugasnya ke Jakarta. Mau tak mau kamu harus ikut dengannya. Tanggung jawab Papa dan Mama sudah berada sepenuhnya di tangan Alfa," ucap Wisnu sambil ikut membelai kepala Zafia.
Alfa yang menggendong Syifa hanya bisa memandang Zafia bingung. Zafia terlihat semangat semalam saat dia membujuknya mengenai motor yang akan dibelikannya di Jakarta entar. Namun pagi ini? Beda lagi respon yang diberikan Zafia.
"Tapi, Papa kan bisa pindahkan tugas Kak Al ke Medan lagi. Zaf baru saja merasakan sentuhan Mama lagi, masa sekarang udah diminta pisah. Zaf tak mau pindah," rengek Zafia terus memeluk pinggang Tari.
Bandara nampak ramai di pagi hari ini. Alfa sengaja memilih penerbangan pagi dari Medan ke Jakarta agar saat mereka sampai di Jakarta suasana Jakarta masih siang. Entahlah, bagaimana pemikiran Alfa. Padahal kalau siang udara Jakarta sangat panas, juga jalanan yang macet.
"Ayolah, Fi. Kau hanya buang-buang waktu dengan drama menangis kau itu," ucap Dinda yang tadinya berdiri di samping Denzi kini berpindah ke samping Zafia.
"Aku dengar, di Jakarta banyak cowok blasteran indo-korea. Kau tak bisa lihat orang korea asli tapi kau bisa lihat keturunan mereka. Kau tak tertarik untuk itu?" bisik Dinda dengan suara sekecil mungkin.
Zafia melepaskan pelukannya pada Tari. "Kau hanya membujukku, bukan? Aku tak tertarik," jawab Zafia.
"Tertarik dengan apa?" tanya Kartika yang tengah berdiri di samping Bima. Semua orang pun bingung dengan jawaban Zafia yang tiba-tiba. Karena memang tak ada yang mendengar bisikan Dinda ke Zafia seperti apa.
"Eh, bukan apa-apa. Aku lagi usaha aja buat bujuk dia. Tapi, ya sudahlah. Kalau kau tak mau ikut terserah kau, Fi. Aku tetap mau pergi," ucap Dinda sambil berjalan kembali mendekati Denzi.
Zafia kembali mengeratkan pelukannya pada Tari. "Ma? Mama ikut aja," ucap Zafia memberikan purple eyesnya.
Tari menggelengkan kepalanya. "Papa kamu gimana, Sayang? Mama nggak mungkin ikut kamu tapi ninggalin Papa 'kan?" ucap Tari sambil mengelus kepala putrinya.
"Tapi, Zaf mau Mama ikut," rengek Zafia lagi.
"Mama pasti sering main ke Jakarta kalau kamu mau. Sekarang kamu ikut suami kamu, ya? Harus nurut sama Alfa, nggak boleh membantah," ucap Tari lagi.
"Mama lagi bujuk Zafia juga? Kan Zafia maunya Mama ikut," rengek Zafia.
"Bunda?"
Zafia menoleh ke arah Syifs yang tiba-tiba memanggilnya. Akibat drama rese yang muncul dalam diri Zafia membuatnya lupa. Di sana tak hanya ada mereka berdua, tapi mereka semua. Bersembilan.
"Bunda nggak boleh nangis. Kata Ayah kalau misal Ifa nangis, nanti Ifa nggak dibolehkan ke mana-mana lagi. Nanti kalau Bunda nangis, Bunda nggak diajak Ayah jalan-jalan. Kan tadi malam kita udah janji mau jalan-jalan di kota besar," ucap Syifa.
Zafia salah tingkah mendengar ucapan Syifa. Harga dirinya merasa terinjak oleh dirinya sendiri akibat ulahnya yang kekanakan. Apalagi di depan umum begini.
"Hmm, Bunda ... Bunda cuma ... hmm."
"Oma janji mau main ke rumah Ifa yang baru, jadi Bunda nggak boleh sedih. Kalau Bunda rindu Oma, Bunda boleh peluk Ifa. Seperti Ifa yang peluk Bunda saat Ifa rindu Ibu," ucap Syifa dengan tatapan polosnya. Entah dari mana bocah kecil digendongan Alfa itu mengerti kalimat yang terlalu dewasa untuk anak seumurannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]
Tiểu Thuyết ChungBagaimana ketika siswi SMA menikah dengan guru nya karena terjadi kesalahpahaman? Bahkan guru yang mengajar mata pelajaran olahraga tersebut sudah mempunyai istri bahkan mereka sudah dikaruniai seorang putri? Dan apa alasan istri pertamanya rela sua...