14

18.3K 788 17
                                        


Happy Reading 🍂

Sesampainya di rumah Zafia segera turun dengan langkah gontai. Tisya, Syifa, dan Dinda tengah menunggu kedua orang tersebut di kursi bawah pohon mangga.

Zafia terus berjalan tanpa menghiraukan panggilan Alfa ataupun Dinda yang memanggilnya dari bawah pohon. Dia mendorong pintu dengan gerakan lambat. Masuk ke rumah dengan langkah tambah gontai.

Kamarnya berada di lantai dua, di samping kamar Syifa dan sebelahnya kamar Syifa adalah kamar Alfa dan Tisya. Zafia menaiki tangga dengan langkah perlahan. Sesampainya di depan kamar dia langsung mendorong pintunya dan berjalan ke arah balkon.

Kamarnya menghadap halaman luas yang berada di samping rumah Alfa. Tepatnya berada di samping rumah bapak berkaca mata yang mangga dan jambunya pernah dicuri olehnya dan Dinda.

Alfa? Seturunnya dari mobil Alfa langsung di hadang oleh Tisya. Menanyakan tentang apa yang terjadi dengan Zafia. Alfa meminta Dinda untuk mengantar Syifa ke kamarnya dan setelahnya menghampiri Zafia di kamarnya.

Dinda menurut dan mulai menggiring Syifa menuju ke dalam. Sedangkan Tisya mengajak Alfa untuk duduk di bawah pohon mangga tadi untuk membicarakan Zafia.

"Kenapa, Mas?" tanya Tisya memandang wajah Alfa yang nampak bersalah.

Alfa menghela nafas sesaat. Detik berikutnya ia menatap Tisya dengan tatapan teduh. Perlahan ia mulai menceritakan apa yang terjadi, mulai dari Mall sampai ke pemakaman.

Tisya menghela nafas perlahan, kemudian menggenggam tangan Alfa. "Kamu cemburu padanya, Mas."

Alfa menggelengkan kepalanya kuat. "Jangan berfikir begitu, Sya. Aku nggak mungkin suka sama dia secepat itu. Kamu jangan salah faham, ya," ucap Alfa membalas genggaman Tisya lebih erat.

"Aku nggak pa-pa, Mas. Aku malah bersyukur kalau kamu memang sudah memberi rasa pada Zafia. Dia sebenarnya anak yang baik, hanya masa lalunya yang membuat ia seperti itu," ucap Tisya menatap teduh mata Alfa.

"Aku tak ingin menyakitimu lebih dalam, Sya. Sebelum dia juga menaruh rasa padaku, lebih baik kita akhiri ini semua. Kita cari seseorang aja, ya? Dia masih terlalu kecil untuk tahu masalah kita," ucap Alfa penuh permohonan.

Tisya menggeleng. "Aku sudah memilih dia, Mas. Aku yakin dia memang yang terbaik buatmu. Kita hanya harus merubahnya. Bukannya Pak Wisnu mengatakan itu sebelumnya?"

Alfa menundukkan kepalanya. "Sebelum aku terlalu mencintainya, Sya. Kita hentikan saja semuanya. Aku yakin kamu pasti bisa bertahan lebih lama. Kita cari cara yang lain aja, ya," ucap Alfa mengecup pelan tangan Tisya.

"Dokter sudah memvonis aku tidak akan bertahan dua bulan lagi, Mas. Kamu harus tahu kalau kanker itu sudah menyebar hampir di seluruh tubuh aku," ucap Tisya dengan senyum kecil.

"Hey, sayang. Dokter bukan Tuhan. Kita tidak tahu apa yang terjadi di kedepannya. Kamu pasti sembuh, percaya sama aku," ucap Alfa menangkup kedua pipi Tisya.

"Dokter memang bukan Tuhan, Mas. Tapi dokter lebih tahu daripada kamu." Tisya tersenyum kecil. "Aku sudah mendapatkan seseorang untuk menemani kamu kalau aku benar dijemput Allah untuk pulang bersamaNya. Kamu harus jaga Syifa dan dia baik-baik."

"Kita bisa menjaga Syifa sama-sama, Sayang. Kamu jangan membuat aku takut," ucap Alfa dengan mata berkaca-kaca.

"Iya, aku akan menjaganya di atas sana. Berjanjilah kamu tidak akan melepaskan Zafia, Mas. Dia anak yang baik," ucap Tisya.

"Kita sudah membicarakannya bersama Pak Wisnu sebelumnya. Kamu juga harus menepati janjimu padanya," lanjut Tisya memandang Alfa.

"Janji itu kamu yang menyetujuinya. Janji seperti apa itu. Itu hanya enak di dia," jawab Alfa sedikit ketus.

Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang