18

14.6K 646 4
                                    


Happy Reading 🍂

"Kenapa kalian keluar dari jam pelajaran saya?" tanya Alfa memulai interogasi pertamanya di hari ini.

"Fi, jawab," bisik Dinda menyenggol lengan Zafia.

"Ekhem," Zafia berdehem kecil, menyesuaikan suaranya. "Sebagai murid teladan dan paling imut di SMA Santosa, saya dan Dinda--"

"Fi, langsung ke intinya aja. Jangan bertele-tele kalau mau jelaskan," bisik Dinda lagi.

Alfa hanya memandang datar kedua murid di depannya. Terutama pada Zafia yang tengah membalas bisikan Dinda.

"Sabar. Semua butuh proses," bisik Zafia. "Baik saya lanjut," ucap Zafia membenarkan posisi duduknya.

"Katakan, Zafia," suara tegas Alfa kembali terdengar.

"Ini juga mau dilanjut, Bapak terhormat," gumam Zafia sedikit kesal. "Aku tak suka pelajaran olahraga. Demi menghormati bapak, aku lebih pilih keluar di jam pelajaran olahraga. Daripada harus merusuh murid lain, mendingan keluar, bukan?" ucap Zafia sedikit ketus.

Dinda melotot ke arah Zafia. "Jadi orang jangan jujur-jujur amat. Terkadang bohong bisa digunakan untuk cari aman. Ya, kayak sekarang. Kau kalau mau bodoh bisa di lain waktu tidak? Mending gitu aku yang jawab tadi," ketus Dinda dengan nada pelan. Zafia hanya menggidikkan bahunya, kan jujur lebih indah.

"Kenapa kamu tidak suka pelajaran olahraga?" tanya Alfa.

"Membosankan, ribet, tak seru, dan ... menyebalkan," jawab Zafia dengan tangan dilipat di dada dan punggung disandarkan di kursi.

'Astaga! Bodoh kali aku minta Fia yang menjawab. Bisa dihukum tidak bisa pulang kalau begini. Eh, tapikan Fia sudah menikah dengan Pak Alfa. Jadi tidak mungkin Fia dibiarkan tidur di sekolah, sekalipun Fia istri keduanya. Tapi Aku?' batin Dinda meratapi nasibnya.

"Apa maumu agar bisa menyukai pelajaran olahraga?" tanya Alfa memfokuskan tatapannya pada Zafia.

"Tak perlu repot-repot agar aku suka pelajaran menyebalkan itu. Tinggal kosongkan nilai olahragaku. Kalau masalah nilai, aku bisa saja menutupi nilai olahraga itu dengan nilai sempurna pelajaran lain," jawab Zafia acuh.

"Saya meminta kamu untuk jangan pernah meninggalkan pelajaran olahraga, atau ..." Alfa menggantungkan ucapannya.

"Apa? Kau mau keluarkan aku dari sekolah ini? Lakukanlah! Aku tak peduli. Andai saja hanya karena pelajaran bodoh itu aku bisa keluar dari sekolah ini, pasti aku akan lakukan yang lebih dari sekedar kabur dari jam pelajarannya," ucap Zafia menatap tajam Alfa.

"Bukan itu. Kamu akan saya beri sanksi lebih berat agar bisa jera dan tidak mengulangi kesalahan ini," ucap Alfa.

"Apa? Sanksi terberat di SMA ini adalah dikeluarkan dari sekolah. Kalau aku malah menginginkan keluar dari sekolah, sanksi apa yang menurutmu berat dan bisa kau lakukan untukku?" tanya Zafia dengan nada tantangan.

"Itu keinginanmu, Fia. Aku tak mau keluar dari sekolah ini. Apa kata Mama dan Papa kalau sampai tahu anaknya dikeluarkan dari sekolah?" bisik Dinda mencubit pelan lengan Zafia.

"Ah, kau tinggal kabur, Dinda. Bawa surat-surat mobil dan rumah kau. Jual semuanya. Siap, aman hidup kau tidak kekurangan harta," jawab Zafia dengan nada pelan.

"Bodoh. Inilah nasib orang bodoh berteman dengan orang bodoh," gerutu Dinda.

"Aku pintar, Dinda. Kau juga pintar. Aku bisa dapatkan juara satu di kelas, sedangkan kau bisa juara tiga. Itu sudah cukup pintar menurutku," jawab Zafia.

"Terserah kau," ketus Dinda.

"Dinda?"

Ucapan Alfa itu membuat bulu kuduk Dinda meremang. 'Siap-siap menginap di sekolah, Dinda,' bisik batin Dinda.

Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang