Happy Reading 🍂Alfa melangkah pelan menuju ruang rawat Tisya. Kepalanya sedikit pening karena memikirkan Tisya yang mendadak pingsan di acaranya Bima. Padahal dia sudah memastikan Tisya meminum obatnya secara teratur. Kerja Tisya di rumah juga sudah dibantu ART. Selain memasak, tidak ada kegiatan berat lain yang Tisya lakukan.
Ada dua hal yang tidak bisa Alfa penuhi untuk penyakit Tisya. Melaksanakan kemoterapi dan cuci darah empat kali selama seminggu. Apa Alfa tak mampu melakukannya? Bukan. Tentu saja bukan itu alasannya.
Alasannya ada di Tisya sendiri. Semangat hidupnya terlalu kecil untuk seseorang yang sudah terkena kanker stadium akhir. Di fikirannya hanya, kalau benar ia akan diminta pulang oleh Tuhan dalam waktu dekat ini, setidaknya ia sudah tenang dengan memberikan seseorang yang sanggup mengurus Alfa dan Syifa setelah ia pergi.
Alfa pun tak habis pikir dengan cara berfikir Tisya. Kesempatan sembuh itu masih ada, namun semakin tidak terawat, semakin kecil pula kesempatan itu.
Sesampainya di depan ruang rawat Tisya, Alfa sudah disuguhkan tatapan tanya dari Wisnu, Kartika, dan Bima. Dia yang dipandang seperti itu hanya membalasnya dengan tatapan tanya pula.
"Jelaskan yang terjadi semenjak Zafia bersama kalian, Alfa!" Suara tegas Wisnu mengambang di langit-langit koridor rumah sakit. Tatapannya tajam menatap Alfa.
Alfa mengerutkan keningnya. "Maksudnya apa, Pa?"
"Apa Zafia begitu menyusahkanmu sampai kamu terhalang untuk mengobati istri pertamamu?" tanya Wisnu dengan tatapan masih tajam.
Wisnu mengisyaratkan lewat tatapan mata agar Alfa duduk di kursi sebelahnya. Alfa menurut dengan sisa-sisa ketidak mengerti akibat ucapan Wisnu.
"Katakan! Apa Zafia menghalangimu untuk melanjutkan pengobatan Tisya?" tanya Wisnu kembali.
"Zafia tidak mengetahuinya, Pa," lirih Alfa tanpa memandang Wisnu.
"Apa maksudmu tidak mengetahuinya, Alfa? Kamu tidak memberitahunya mengenai penyakit Tisya?" tanya Wisnu dengan tatapan tidak percaya.
Alfa hanya menghela nafas pelan, tidak menjawab.
"Alfa! Aku berkata untuk mencari waktu terbaik buat memberitahu Zafia, bukan berarti sampai membahayakan penyakit Tisya. Kalau tahu begini aku lebih memilih untuk langsung memberitahu Zafia mengenai penyakit Tisya sebelum menikahkan kalian."
Wisnu menggeram kecewa dengan keputusan yang diambil Alfa dan Tisya untuk masalah seserius ini. Dia berdiri dengan raut kecewa yang masih tertera jelas di wajah keriputnya.
"Masuklah ke dalam. Dokter baru saja keluar dan menjelaskan mengenai kelanjutan untuk pengobatan Tisya," ucap Wisnu dengan suara terkesan datarnya.
Alfa mendongak, menatap Wisnu. "Bagaimana kata Dokter, Pa?"
"Kartika, jelaskan yang kamu ingat mengenai penjelasan dokter tadi." Wisnu langsung melangkahkan kakinya keluar dari Rumah Sakit tanpa menghiraukan raut bingung Alfa.
"Pak Alfa, sebaiknya anda menemui Tisya terlebih dahulu. Saya dan Bang Bima akan menunggu anda di luar untuk kejelasan yang anda inginkan," ucap Kartika.
Alfa hanya menganggukkan kepalanya. Dia mulai berdiri dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan Tisya.
Beberapa belalai yang menopang kehidupan Tisya sempurna menancap di beberapa bagian tubuh Tisya. Dengungan alat di dalam sana memenuhi indra pendengaran orang yang masuk ke dalamnya.
Alfa melangkahkan kakinya untuk mendekati ranjang Tisya. Dia duduk di kursi sebelah ranjang Tisya dan langsung menggenggam tangan istrinya. Tatapannya sayu menatap wajah pucat yang di penuhi alat penopang kehidupannya.
"Ada apa, Sayang? Kenapa kamu tiba-tiba pingsan dan membuat panik semua orang?" Alfa mengecup pelan punggung tangan Tisya. Tangan satu menyingkirkan anakan rambut Tisya yang mengenai dahinya.
"Seharusnya aku memang menuruti permintaan orangtua Zafia, Sya. Seharusnya Zafia sudah mengetahui semuanya setelah menjadi keluarga kita."
"Maaf selama menjadi suamimu, aku tidak bisa membahagiakanmu. Maaf karena sudah membagi cintaku untuk perempaun lain, Sya. Maaf karena aku harus menuruti keinginanmu untuk tidak pernah meninggalkan Zafia."
"Aku tahu ini berar untukmu. Aku tahu kalau kamu memendam cemburu selama ini. Aku tahu kamu memendamnya untuk menghargai Zafia. Maaf, Sya. Maaf."
Sepuluh menit berlalu tanpa terasa. Alfa mulai beranjak dari duduknya dan mengecup pelan kening Tisya. "Cepat sembuh, ya. Maaf, besok aku harus memberitahu Zafia tanpa persetujuanmu. Tapi, aku akan memberikanmu kesempatan agar bisa memberitahu langsung pada Syifa," bisik Alfa pelan di telinga Tisya.
Alfa berdiri dan melangkah perlahan meninggalkan ruangan Tisya. Dia membuka pintu kamar Tisya dan langsung menutupnya.
Saat sudah berada di luar, Bima dan Kartika sudah menunggunya di kursi tunggu. Alfa segera mengambil posisi duduk di sebelah Bima, menghadap ke arahnya langsung.
"Bagaimana penjelasan dokter tentang kondisi Tisya?" tanya Alfa langsung to the point.
"Maaf sebelumnya, Pak. Saya mau tanya dulu sebelumnya. Apa Bapak dan Tisya sengaja menunda kemoterapi untuk pengobatan Tisya? Atau Zafia yang melarang kalian melakukan kemoterapi tersebut?" tanya Kartika mulai menatap Alfa.
"Pertama, sebaiknya kamu tidak perlu memanggilku 'Pak'. Kamu teman Zafia, secara otomatis kamu juga teman saya. Kamu bisa memanggilku sama seperti kamu memanggil Bima." Kartika menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pernyataan Alfa.
Alfa kembali bercerita, "Sebelum pernikahanku dengan Zafia, Papa Wisnu sudah kuceritakan mengenai penyakitnya Tisya. Entah kebetulan atau apa, Tisya ternyata saat itu tengah berusaha mencari seseorang yang dia anggap mampu bisa menjagaku dan Syifa. Dia sudah berada di titik terbawahnya untuk mengatasi penyakitnya itu."
"Tisya langsung saja menerima pernikahanku dan Zafia setelah Papa menceritakan mengenai siapa Zafia. Apa aku juga diceritakan soal itu? Jawabannya tidak. Papa hanya menceritakan mengenai Zafia pada Tisya dan memintaku untuk mengenal Zafia sendiri."
"Aku tak bisa menolak Tisya saat itu. Terlebih saat dia menyinggung mengenai penyakitnya. Aku tak bisa berkutik setiap dia membicarakan penyakitnya."
"Dan apa pertanyaanmu? Aku menunda kemoterapi Tisya atau Zafia yang melarangnya? Jawabannya, Tisya yang memohon untuk tidak terlalu sering melakukan kemoterapi itu. Dia beralasan karena kemoterapi itu menyakiti fisiknya, walau sesudah melakukannya tubuhnya bisa kembali sehat --walau hanya beberapa hari bertahan. Alasan keduanya, karena dia tidak ingin membuat Zafia dan Syifa tahu mengenai penyakitnya."
"Kenapa Zafia tidak boleh mengetahuinya? Maksudku, mengetahui penyakit Tisya?" tanya Kartika memotong penjelasan Alfa.
"Karena Tisya tidak ingin membebankan siapapun. Dia merasa, cukup aku yang menjadi beban untuk penyakitnya. Padahal, aku tidak merasa keberatan sama sekali akan hal itu. Kalau, kalau pun Tisya benar akan pergi, aku tidak akan pernah akan mau menikah lagi. Tapi, tapi jika sudah begini, siapa yang bisa mengelak?" Alfa menatap atap-atap Rumah Sakit dengan tatapan nanar.
"Apa, apa kau sudah mencintai Zafia?" tanya Kartika hati-hati, dia tidak ingin menyakiti hati siapapun.
_________
Bersambung....
![](https://img.wattpad.com/cover/235745520-288-k775587.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]
General FictionBagaimana ketika siswi SMA menikah dengan guru nya karena terjadi kesalahpahaman? Bahkan guru yang mengajar mata pelajaran olahraga tersebut sudah mempunyai istri bahkan mereka sudah dikaruniai seorang putri? Dan apa alasan istri pertamanya rela sua...